Tinjauan Fatwa DSN-MUI No: 129/DSN-MUI/VII/2019 terhadap Pengenaan Ta’widh Kepada Pelaku Usaha Jasa Pembuatan Yasin

  • Aliya Putri Fitria Nuryanti Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Bandung
  • Panji Adam Agus Putra Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Bandung
  • Redi Hadiyanto Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Bandung
Keywords: Akad istiṣhnā, Wanprestasi, Ta’widh

Abstract

Abstract. In carrying out an istiṣhnā contract for services for making yasin, Jaya Mandiri Offset has binding conditions between the two parties, namely the existence of a 50% down payment. The problem arose when the printing company defaulted on the timeliness of completing the yasin order according to the agreed contract. Consumers who feel aggrieved impose the imposition of Ta'widh on the printers. Seeing this, there is concern that an element (da'in) will appear in the form of debt services for the settlement of yasin, which has the potential to generate usury. This study aims to find out the practice of imposing Ta'widh on Jaya Mandiri Offset and to find out the review of the DSN-MUI Fatwa No: 129/DSN-MUI/VII/2019 on the imposition of Ta'widh. The method used in this study is a qualitative method with an empirical juridical approach. The results of this study are that the imposition of Ta'widh on Jaya Mandiri Offset is considered to be in accordance with the criteria of the DSN-MUI Fatwa No: 129/DSN-MUI/VII/2019. In addition, the imposition of Ta'widh (compensation) on Jaya Mandiri Offset is a legal action because the transaction does not contain elements (da'in) that can give rise to usury. Because, in the fatwa it is explained that Ta'widh (compensation) was born from causality (sababiyyah) between the act of default and the losses incurred. In this case, there is no element (da'in) that occurs, only the commitment to complete the yasin order. From the start, this contract was permissible because there was an element of hajjah (need), and the transaction for ordering yasin was initially in the form of buying and selling, not debts.

Abstrak. Dalam melakukan akad istiṣhnā pada jasa pesanan pembuatan yasin,  Jaya Mandiri Offset memiliki ketentuan yang mengikat antara kedua belah pihak yaitu dengan adanya DP 50%. Persoalan muncul ketika pihak percetakan melakukan wanprestasi berupa ketidaktepatan waktu dalam menyelesaikan pesanan yasin sesuai dengan akad yang telah disepakati. Konsumen yang merasa dirugikan membebankan pengenaan Ta’widh kepada pihak percetakan. Melihat hal tersebut, ada kekhawatiran akan munculnya unsur (da'in) berupa utang jasa untuk penyelesaian yasin, yang berpotensi menghasilkan riba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik pengenaan Ta’widh kepada Jaya Mandiri Offset dan untuk menganalisis tinjauan Fatwa DSN-MUI No: 129/DSN-MUI/VII/2019 terhadap pengenaan Ta’widh tersebut. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data primer berupa wawancara dan data sekunder yaitu jurnal, artikel, dan literatur lain yang terkait dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah pengenaan Ta’widh kepada Jaya Mandiri Offset dinilai sudah sesuai dengan kriteria Fatwa DSN-MUI No: 129/DSN-MUI/VII/2019. Selain itu, pengenaan Ta'widh (ganti rugi) kepada Jaya Mandiri Offset merupakan tindakan yang sah karena pada transaksi tersebut tidak terdapat unsur (da'in) yang dapat melahirkan riba. Sebab, dalam fatwa dijelaskan bahwa Ta'widh (ganti rugi) lahir dari adanya kausalitas (sababiyyah) antara perbuatan wanprestasi dengan kerugian yang ditimbulkan. Dalam kasus ini, tidak ada unsur (da'in) yang terjadi, hanya komitmen untuk menyelesaikan pesanan yasin. Sejak awal, akad ini diperbolehkan karena ada unsur hajjah (kebutuhan), dan transaksi pemesanan yasin pada awalnya berbentuk jual beli bukan utang-piutang.

References

[1] D. Bimantara, “Analisis Akad Istishna Perspektif Fikih Muamalah dan Hukum Perdata,” MABSYA J. Manaj. Bisnis Syariah, vol. 4, no. 2, p. 145, 2022.
[2] P. Adam, Fikih Muamalah Maliyah : Konsep Regulasi, dan Implementasi. Bandung: Refika Aditama, 2017.
[3] P. Adam, Fikih Muamalah Adabiyah. Bandung: Refika Aditama, 2018.
[4] P. Adam, Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah. Jakarta: Amzah, 2018.
[5] S. Prayogo, “Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian,” J. Pembaharuan Huk., vol. III, no. 2, pp. 282–286, 2016.
[6] H. Syaifullah, “Ta’widh dan Ta’zir Persepektif Mufassir Klasik dan Implementasinya di Bank Syariah,” MALIA J. Islam. Bank. Financ., vol. 5, no. 1, pp. 11–12, 2021.
[7] A. F. Apriliady, “Analisis Ta’widh terhadap Proses Penyelesaian Wanprestasi Barang Hilang di PT. JNE Kota Bandung,” Pros. Huk. Ekon. Syariah, vol. 6, no. 1, 2020.
[8] R. Nurdin, Irwansyah, and Khaironnisa, “Penyelesaian Wanprestasi Dalam Akad Istiṣnā‘ Pada Usaha Percetakan Di Kecamatan Syiah Kuala (Menurut Perspektif Ekonomi Islam),” J. Al-Mudharabah, vol. 4, no. 1, pp. 41–50, 2022.
[9] M. Azzahra, “Analisis Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh) terhadap Penerapan Tarif Pembatalan Order di Aplikasi Grab,” J. Ris. Ekon. Syariah, vol. 1, no. 2, 2021.
[10] Suratman and P. Dillah, Metode Penelitian Hukum. Bandung : Alfabeta, 2018.
[11] M. S. Aziz, “Konsep Syartul Jaza’I (Klausul Denda) Dalam Perspktif Fiqih Islam (Studi Analisis Keputusan Majma’ Fiqih Islami Nomor 109),” IAIN Tulungagung, 2016.
[12] Iad Ibnu Assaf Ibnu Muqbil Al- anzi, al-syuruth al-tawidhiyah fi al muamalat al-maliyah. Dar Kunuz Isybiliya: KSA, 2009.
Published
2023-08-04