Tinjauan Fatwa DSN-MUI NO.28/DSN-MUI/III/2002 terhadap Penukaran Uang Rusak di Alun-Alun Kota Bandung
Abstract
Abstract. The phenomenon of exchange of damaged money that has occurred in Bandung City Square has been going on for a long time. This transaction is carried out by reducing the value of damaged currency being exchanged, if the currencies are of the same type, this reduction can be indicated as usury if the exchange price is different. -MUI/III/2002 concerning the exchange of damaged money in Bandung City Square. This study uses an empirical approach with qualitative methods with observation and interview data collection techniques. Based on the research conducted, the authors obtained the following results: First, the practice of exchanging damaged money is carried out on the condition that the money will be exchanged according to the level of damage to the money as long as the damage does not exceed 30%. Second, based on the review of the DSN-MUI fatwa NO.28/DSN-MUI/III/2002 that the practice of exchanging corrupted money should not be carried out because it is included in usury. Because in practice it is not in accordance with the provisions of the Sharf contract where similar money must be exchanged for the same amount.
Abstrak. Fenomena penukaran uang rusak yang terjadi di Alun-alun Kota Bandung telah berlangsung sejak lama. Transaksi ini dilakukan dengan cara mengurangi nilai uang rusak yang ditukar, apabila mata uang tersebut sejenis maka pengurangan ini dapat diindikasikan sebagai riba jika harga penukarannya berbeda Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik penukaran uang rusak serta bagaimana tinjauan fatwa DSN-MUI NO.28/DSN-MUI/III/2002 tentang penukaran uang rusak yang ada di Alun-alun Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris dengan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi serta wawancara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis memperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, praktik penukaran uang rusak dilakukan dengan ketentuan uang akan ditukar sesuai dengan tingkat kerusakan uang tersebut asalkan kerusakan tersebut tidak melebihi 30%. Kedua, berdasarkan tinjauan fatwa DSN-MUI NO.28/DSN-MUI/III/2002 bahwa praktik penukaran uang rusak ini tidak boleh dilakukan karena termasuk kepada riba. Karena dalam praktiknya tidak sesuai dengan ketentuan akad sharf di mana uang yang sejenis harus ditukar dengan jumlah yang sama.