Analisis Akad Mukhabarah dan Fatwa DSN-MUI No 91 Tahun 2014 terhadap Kerja Sama Tanam Cabai di Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat

  • Azka Dara Syahrani Hukum Ekonomi Syariah
  • Zaini Abdul Malik
  • Popon Srisusilawati
Keywords: Akad Mukhabarah, Agricultural Cooperation, Profit Sharing

Abstract

Abstract. Cooperation with a profit-sharing system has been widely practiced by the community based on the landowner not having the expertise to farm and not having the time to take care of his land. Many people in the chili plant agricultural business also do this profit-sharing cooperation as a way out for capital problems as well. This study aims to analyze the practice of applying the mukhabarah contract as a model of cooperation and to analyze the application of the MUI DSN Fatwa No. 91 of 2014 concerning Akad Mukhabarah in chili planting cooperation in Cihanjuang Village, Parongpong District, West Bandung Regency. This fatwa was issued to provide legal guidelines for business actors in implementing the mukhabarah contract, which is a form of cooperation in agriculture. This research method uses a qualitative method using a juridical-normative approach, this type of research is empirical or uses field studies. The data sources used are primary data and secondary data. Data collection techniques in this study were obtained through observation, interviews, documentation, and library research. Then, the data obtained is analyzed using descriptive analytical method. The results showed that the mukhabarah contract in Cihanjuang Village was still not in accordance with the pillars and conditions as well as the principles regulated in Islamic law. The tenant farmers and landowners who work together do not understand and apply the provisions in Islamic law. This cooperation provides economic benefits for both parties, although there are still some obstacles such as a lack of understanding of the details of Islamic law related to the mukhabarah contract and fluctuations in chili prices that affect the results of cooperation. In addition to the profit sharing that is not in accordance with the initial agreement, the agreement they made was only verbal and not in writing. The validity period of the contract is also not in accordance with the terms of the mukhabarah contract because there is no certainty or clarity about how long they will work together. This profit-sharing practice causes disappointment and loss to the landowner.

Abstrak. Kerja sama dengan sistem bagi hasil telah banyak dilakukan oleh masyarakat dengan berdasarkan pemilik lahan tidak mempunyai keahlian untuk bertani dan tidak mempunyai waktu untuk mengurus lahannya. Masyarakat pada pelaku usaha pertanian tanaman cabai pun banyak yang melakukan kerja sama bagi hasil ini sebagai jalan keluar untuk masalah permodalan juga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik penerapan akad mukhabarah sebagai model kerja sama dan untuk menganalisis penerapan Fatwa DSN MUI No. 91 Tahun 2014 tentang Akad Mukhabarah dalam kerja sama penanaman cabai di Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Fatwa ini dikeluarkan untuk memberikan pedoman hukum bagi pelaku usaha dalam melaksanakan akad mukhabarah, yaitu suatu bentuk kerja sama dalam pertanian. Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis – normatif, jenis penelitian ini adalah empiris atau menggunakan studi lapangan. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan atau library research. Kemudian, data yang didapat di analisi menggunakan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad mukhabarah di Desa Cihanjuang masih belum sesuai dengan rukun dan syarat juga prinsip-prinsip yang diatur dalam hukum Islam. Petani penggarap dan pemilik lahan yang bekerja sama kurang memahami dan menerapkan ketentuan yang ada dalam hukum Islam tersebut. Kerja sama ini memberikan manfaat ekonomi bagi kedua belah pihak, meskipun masih terdapat beberapa kendala seperti kurangnya pemahaman terhadap detail hukum Islam terkait akad mukhabarah dan fluktuasi harga cabai yang mempengaruhi hasil kerja sama. Selain bagi hasil yang tidak sesuai dengan kesepakatan di awal, perjanjian yang mereka lakukan pun hanya secara lisan tidak secara tertulis. Masa berlaku akadnya juga tidak sesuai dengan syarat akad mukhabarah karena tidak ada kepastian atau kejelasan berapa lamanya mereka kerja sama. Praktik bagi hasil ini menimbulkan kekecewaan dan kerugian kepada pemilik lahan.

References

[1] Nursapia Harahap, Penelitian Kualitatif, vol. 01. Medan: Wal ashri Publishing, 2020.
[2] A. Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. 1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004.
[3] Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet. 11. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.
[4] P. Srisusilawati and N. Eprianti, “Penerapan Prinsip Keadilan Dalam Akad Mudharabah Di Lembaga Keuangan Syariah,” Law Justice, vol. 2, no. 1, pp. 12–23, 2017, doi: 10.23917/laj.v2i1.4333.
[5] A. R. Ghazaly, G. Ihsan, and S. Shidiq, “Fiqh Muamalat.” Prenadamedia Group, Jakarta, p. 336 hlm, 2010.
[6] S. Al-Fauzan, Fiqh Muamalah. Jakarta: Gema Insan Perss, 2005.
[7] Ana Liana Wahyuningrum dan Darwanto, “Penerapan Bagi Hasil Maro Perspektif Akad Mukhabarah,” Tawazun J. Sharia Econ. Law, vol. 3 No. 1, 2020.
[8] H. Suhendi, Fiqh Muammalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Published
2024-08-13