https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/issue/feed Bandung Conference Series: Law Studies 2024-03-25T13:46:17+08:00 Unang Arifin uptpublikasi@unisba.ac.id Open Journal Systems <p><strong>Bandung Conference Series: Law Studies </strong>merupakan wadah publikasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian masyarakat dalam bidang Ilmu Hukum yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional UNISBA yang diselenggarakan tahunan oleh UPT Publikasi Ilmiah Universitas Islam Bandung. <strong><a title="BCSLS" href="https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/" target="_blank" rel="noopener">BCSLS</a> </strong>ini dipublikasikan pertamanya 2021 dengan eISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220214311571810" target="_blank" rel="noopener">2828-2493</a>&nbsp;yang diterbitkan oleh <a title="UPT Publikasi" href="https://portal-publikasi.unisba.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">UPT Publikasi Ilmiah</a>,&nbsp;<a title="unisba" href="https://www.unisba.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">Universitas Islam Bandung</a>. Semua artikel diperiksa plagiasinya dengan perangkat lunak anti plagiarisme. Jurnal ini ter-<em>indeks</em>&nbsp;di&nbsp;<a title="GS" href="https://scholar.google.com/citations?user=_wGIfDwAAAAJ" target="_blank" rel="noopener">Google Scholar</a>,&nbsp;<a title="Id Garuda" href="https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/27872" target="_blank" rel="noopener">Garuda</a>,&nbsp;<a title="doi" href="https://search.crossref.org/?q=unisba&amp;from_ui=yes" target="_blank" rel="noopener">Crossref</a>, dan&nbsp;<a title="DOAJ" href="https://doaj.org/search/journals?ref=quick-search&amp;source=%7B%22query%22%3A%7B%22filtered%22%3A%7B%22filter%22%3A%7B%22bool%22%3A%7B%22must%22%3A%5B%7B%22terms%22%3A%7B%22bibjson.publisher.name.exact%22%3A%5B%22Universitas%20Islam%20Bandung%22%5D%7D%7D%5D%7D%7D%2C%22query%22%3A%7B%22query_string%22%3A%7B%22query%22%3A%22universitas%20islam%20bandung%22%2C%22default_operator%22%3A%22AND%22%2C%22default_field%22%3A%22bibjson.publisher.name%22%7D%7D%7D%7D%7D" target="_blank" rel="noopener">DOAJ</a>. &nbsp;Terbit setiap <strong>Maret</strong> dan <strong>September.</strong></p> https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9591 Perlindungan Hukum terhadap Korban Cyber Sexual Harassment dalam Kekerasan Berbasis Gender Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual 2024-03-19T09:18:01+08:00 Benita Dianty benitaregina@gmail.com Sri Poedjieastoeti sipoed25@gmail.com <p>Abstract - On the internet there is social media that functions as a communication tool as well as a means to dig up various information. Besides the ease of information that can be obtained through social media on the internet, there are negative impacts resulting from the misuse of social media. Cybercrime is a form of crime that arises because of the use of the internet. Social media can also have a negative impact because it can become a means of electronic-based sexual violence or cyber sexual harassment. The approach method used is a juridical-normative method. The specification of this research is analytical descriptive, namely thorough legal fact tracing and systematic review of national regulations and government policies related to cyber sexual harassment. Cyber ​​sexual harassment originates from cybersex behavior which is a behavior of accessing pornography via the internet, followed by involvement in conversations that lead to online sexuality with other people or with the opposite sex. Factors in the occurrence of cyber sexual harassment in the cyber world are due to a lack of legal awareness for the perpetrators who do it, low social control related to a lack of awareness and education about what is considered sexual harassment, uncontrolled online behavior, the inability of perpetrators to control their desires in the cyber world. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2022 be expected will bring real change, especially in reducing or even eliminating gender-based violence in Indonesia.</p> <p>Abstrak- Dalam internet terdapat media sosial yang berfungsi sebagai alat komunikasi serta menjadi sarana untuk menggali berbagai informasi. disamping kemudahan informasi yang di dapat melalui media sosial di internet, terdapat dampak negatif akibat dari penyalahgunaan media sosial. <em>Cybercrime</em> merupakan bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan internet. Media sosial juga bisa berdampak negatif karena bisa menjadi sarana kekerasan seksual berbasis elektronik atau <em>cyber sexual harassment</em>. Metode pendekatan yang digunakan merupakan metode yuridis-normatif. Spesifikasi penelitian ini merupakan deskriptif analitis, yaitu penelusuran fakta hukum secara menyeluruh dan kajian sistematis terhadap peraturan nasional dan kebijakan pemerintah terkait <em>cyber sexual harassment</em>. <em>Cyber sexual harassment</em> berawal dari perilaku <em>cybersex</em> yang merupakan suatu perilaku mengakses pornografi melalui internet, kemudian dilanjutkan dengan keterlibatan didalam percakapan yang mengarah ke seksualitas secara <em>online</em> dengan orang lain atau dengan lawan jenisnya. Faktor terjadinya <em>cyber sexual harassment</em> dalam dunia <em>cyber</em> karena kurangnya kesadaran hukum bagi pelaku yang melakukannya, <em>social control</em> yang rendah yang berkaitan dengan kurangnya kesadaran dan edukasi tentang apa yang dianggap sebagai <em>sexual harassment</em>, perilaku <em>online</em> yang tidak terkendali, ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan nafsu di dunia <em>cyber</em>. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2022 diharapkan dapat membawa perubahan nyata, terutama dalam mengurangi bahkan menghapuskan kekerasan berbasis gender di Indonesia.</p> 2024-01-13T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9667 Implikasi Penerapan Hukum Pidana bagi Pengusaha yang Membayar UMK di bawah Standar dan Perlindungan Hukum bagi Pekerja 2024-03-19T09:18:01+08:00 Fadia Denesa Aurallya D fadcar2018@gmail.com Deddy Effendy deddyeffendy60@yahoo.com <p><strong>ABSTRACT. </strong>Wages are workers' rights which are received and expressed in the form of money as compensation from employers to workers which are determined and paid according to a work agreement, work agreement or legislation as a right for workers, workers' protection of wages should be a concern. When workers are given wages below the minimum wage, of course this will cause problems. The labor law and other regulations stipulate that employers must pay wages to their workers with minimum wage provisions. If workers have been hired and given wages below the minimum wage provisions, this certainly does not reflect the existence of legal protection that accommodates the interests and welfare of these workers. The purpose of this research is to determine the application of criminal law for entrepreneurs who pay wages below the minimum wage standard and legal protection for workers. The research method used is normative juridical, namely analyzing based on laws and regulations that are related to legal issues. which is being researched, then the legal sources used by researchers are 1. primary legal materials: Laws of the Republic of Indonesia, Civil Code, Law No. 13 of 2003, Government Regulation No. 2, 2022 concerning Job Creation and other related regulations. 2. secondary, namely through books, journals that are related to the problem being studied. 3.Tresier materials that provide information about primary and secondary legal materials. The data collection technique method in this research is literature and interview sessions. Based on the results, the author then analyzes the collected data and then reviews and discusses them using qualitative analysis methods</p> <p><strong>ABSTRAK</strong>. Upah merupakan hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bntuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan kerja atau perundang-undangan sebagai hak bagi para pekerja, perlindungan&nbsp; pekerja terhadap upah sudah seharunya menjadi perhatian. Ketika pekerja diberikan upah di bawah upah minimum,tentunya hal itu akan menimbulkan persoalan. Dalam undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan lainnya telah diatur bahwa pengusaha harus membayarkan upah terhadap para pekerjanya dengan ketentuan upah minimum. Apabila pekerja telah dikerjakaan dan diberikan upah di bawah ketentuan upah minimum,tentu tidak mencerminkan adanya perlindungan hukum yang mengakomodir kepentingan dan kesejahteraan terhadap para pekerja terssebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Penerapan Hukum Pidana Bagi Pengusaha Yang Membayar Upah di Bawah Standar UMK dan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja .Metode penelitian yang digunakan Spesifikasinya adalah yuridis normatif, yaitu menganalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan dan regulasi yang ada kaitannya dengan isu hukum yang sedang diteliti, kemudian sumber hukum yang digunakan peneliti adalah 1.bahan hukum primer : Undang-undang Republik Indonesia, Kitab Hukum Perdata, Undang-undang No.13 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 2, tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan peraturan lainnya yang terkait. 2.sekunder&nbsp; yaitu melalui buku, jurnal yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. 3.Tresier bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. Untuk metode tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kepustakaan dan sesi wawancara dari hasil tersebut baru penulis melakukan analisis data yang terkumpul kemudian di telaah dan dibahas dengan menggunakan metode analisis secara kualitatif.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-25T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9669 Pelestarian Warisan Alam berdasarkan World Heritage Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage 1972 dan Implementasinya di Indonesia Dihubungkan dengan Pengelolaan Geopark Ciletuh sebagai Unesco Global Geopark 2024-03-19T09:18:01+08:00 Fathania Mediana Putri 10040016239@unisba.ac.id Neni Ruhaeni Neniruhaeni@unisba.ac.id <p><strong>Abstract. </strong></p> <p>To ensure that Geopark management field policies are appropriate, Ciletuh Geopark conservation is carried out in accordance with the World Heritage Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage. The aim of this research is to evaluate the way the government manages the Ciletuh Geopark. Primary, secondary and tertiary legal materials are analyzed as secondary data in a normative juridical research approach. This research uses qualitative juridical analysis techniques, literature reviews, interviews, and descriptive analysis as data collection methods.The findings of this research indicate that the plans established for the management of the Ciletuh Geopark comply with applicable international conventions and also the arrangements made by the government. However, there are still problems that hinder its optimal and effective management, such as still depending on APBD funds rather than special funds.</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Untuk menjamin kebijakan lapangan pengelolaan Geopark telah tepat, maka konservasi Geopark Ciletuh dilakukan sesuai dengan Konvensi Warisan Dunia Mengenai Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi cara pemerintah mengelola Geopark Ciletuh. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dianalisis sebagai data sekunder dalam pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan teknik analisis yuridis kualitatif, tinjauan pustaka, wawancara, dan analisis deskriptif sebagai metode pengumpulan data.Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa rencana yang ditetapkan dalam pengelolaan Geopark Ciletuh telah mematuhi konvensi internasional yang berlaku dan juga pengaturan yang dibuat oleh pemerintah. Namun masih terdapat permasalahan yang menghambat pengelolaannya secara optimal dan efektif, seperti masih bergantung pada dana APBD dibandingkan dana khusus.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-25T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9743 Penegakan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pertambangan Emas Tanpa Izin di Desa Cihambali Kabupaten Lebak Provinsi Banten 2024-03-19T09:18:01+08:00 Didin Bahrudin jurdolfast@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Cihambali Village is a village in Cibeber District whose people carry out gold mining activities without permits. Gold mining without a permit in Cihambali Village, Lebak Banten Regency has become an activity carried out by all groups, including children who are not yet of working age. This causes impacts such as environmental damage, children's rights not being fulfilled and negative impacts on children's health. Based on this phenomenon, the problem in this research is formulated as follows: what are the factors behind children becoming gold miners without permits? and how is the law enforced against children as perpetrators of the crime of gold mining without a permit in terms of Law No. 3 of 2020 concerning Mineral and Coal Mining and Law No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System? The research method used in this research is Normative Juridical using descriptive analytical specifications, sources and data collection techniques through literature study using secondary data sources consisting of primary, secondary and tertiary legal materials, with the data analysis method used is analysis. qualitative juridical. From the results of research in order to overcome the factors that cause children to become illegal gold miners, namely economic, educational, social, topographic and indigenous community factors. So there are several legal provisions that can be taken by law enforcers in an effort to tackle mining activities carried out by children, namely diversion provisions in the form of job training. Apart from that, if the criminal act of gold mining committed by a child has caused serious damage to the forest area environment, then criminal measures must be enforced.</p> <p><strong>Abstrak</strong>.Desa Cihambali merupakan desa di Kecamatan Cibeber yang masyarakatnya melakukan kegiatan pertambangan emas tanpa izin. Pertambangan emas tanpa izin di Desa Cihambali Kabupaten Lebak Banten menjadi suatu aktivitas yang dilakukan oleh semua kalangan termasuk anak yang masih belum masuk pada usia kerja. Sehingga menyebabkan dampak seperti kerusakan lingkungan, hak anak yang tidak terpenuhi dan dampak buruk pada kesehatan anak. Berdasarkan fenomena tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi anak menjadi penambang emas tanpa izin ? dan bagaimana penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pertambangan emas tanpa izin ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif dengan menggunakan spesifikasi desktiptif analsis, sumber dan tekhnik pengumpulan data yang melalui studi kepustakaan dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif. Dari hasil penelitian dalam rangka menanggulangi faktor-faktor penyebab anak menjadi penambang emas ilegal yaitu faktor ekonomi, pendidikan, sosial, topografi dan masyarakat adat. Sehingga ada beberpa ketentuan hukum yang bisa diambil oleh penegak hukum dalam upaya menanggulangi aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh anak yaitu dengan ketentuan diversi berupa pelatihan kerja, serta dapat dikenakan pidana tergantung pada dampak yang ditimbulkan.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9744 Perlindungan Hukum bagi Konsumen Atas Pengguna Enchanced Smart Architecture Frame (Esaf) oleh Pt Astra Honda Motor pada Sepeda Motor Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2024-03-19T09:18:00+08:00 dito mulyo laksono ditomulyo8@gmail.com Jejen Hendar jejen.hendar@unisba.ac.id <p>ABSTRACT- Motorbikes are a transportation option that is very popular with the public, especially considering the increasing level of traffic jams. They come in a variety of different categories and offerings, creating diversity in motorbike choices for consumers. One of the motorbike developments which has recently become a trending topic on several social media platforms is the Honda eSAF motorbike frame. This research aims to analyze the legal protection of consumers that exists in the Enhanced Smart Architecture Frame (eSAF) case by PT Astra Honda Motor from Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The data collection technique used in this research is secondary legal sources in the form of books, articles, papers and various other references. Legal protection for consumers regarding the use of the Enhanced Smart Architecture Frame (eSAF) by PT Astra Honda Motor on motorbikes has been proven in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection which provides a strong foundation for protecting consumer rights. Based on this law, consumers have the right to obtain clear and accurate information regarding eSAF features as well as the right to obtain products that comply with the promised quality standards. This legal protection also provides security to consumers.</p> <p>ABSTRAK- Sepeda motor menjadi pilihan transportasi yang sangat diminati oleh masyarakat, terutama mengingat tingkat kemacetan yang semakin meningkat. Mereka datang dengan berbagai kategori dan penawaran yang berbeda, menciptakan keragaman dalam pilihan sepeda motor bagi konsumen. Salah satu perkembangan motor yang belakang ini menjadi trending topik di beberapa platform sosial media adalah rangka motor Honda eSAF.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum konsumen yang ada dalam kasus Enhanced Smart Architecture Frame (eSAF) oleh PT&nbsp; Astra Honda Motor dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber hukum sekunder berupa buku, artikel, makalah, dan berbagai referensi lainnya. Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap penggunaan Enhanced Smart Architecture Frame (eSAF) oleh PT Astra Honda Motor pada sepeda motor, telah terbukti dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memberikan fondasi kuat untuk melindungi hak-hak konsumen. Dengan mendasarkan pada undang-undang ini, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai fitur eSAF serta hak untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan standar kualitas yang dijanjikan. Perlindungan hukum ini juga memberikan keamanan kepada konsumen.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9745 Studi Komparasi Perlindungan Warga Sipil dalam Perang Ditinjau dari Perspektif Hukum Humaniter Internasional dan Siyasah Harbiyah 2024-03-19T09:18:00+08:00 Rafly Raihansyah kataapiw@gmail.com Fariz Farrih Izadi farizizadii@gmail.com <p>ABSTRACT-This research aims to conduct a comparative study on the protection of civilians in war from the perspectives of International Humanitarian Law (IHL) and <em>Siyasah Harbiyah </em>(Islamic Law about warfare). The current context of wars, such as the Gaza War and the conflict between Ukraine and Russia, emphasizes the importance of understanding and implementing protection measures for civilians. In this approach, the research employs a juridical comparative method to analyze legal regulations from International Humanitarian Law and <em>Siyasah Harbiyah</em>. This qualitative method involves collecting data from various sources, such as legal regulations, legal documents, and court decisions. The research results are expected to provide a better understanding of the concept of civilians in war according to International Humanitarian Law and <em>Siyasah Harbiyah</em>. Additionally, this comparative study is anticipated to identify differences and similarities in the protection of civilians, contributing to the development of knowledge in <em>Siyasah Harbiyah</em> and International Humanitarian Law. In practical terms, this research is expected to provide information and recommendations to parties involved in armed conflicts and international institutions to enhance efforts in protecting civilians during war. Moreover, a deeper understanding of these concepts can assist decision-makers in raising awareness of the importance of safeguarding human rights, especially in situations of armed conflict.</p> <p>ABSTRAK-Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi komparatif terhadap perlindungan warga sipil dalam perang dari perspektif Hukum Humaniter Internasional dan <em>Siyasah Harbiyah</em>. Konteks perang saat ini, seperti Perang Gaza dan konflik antara Ukraina dan Rusia, menunjukkan pentingnya pemahaman dan pentingnya implementasi perlindungan terhadap warga sipil. Dalam pendekatan ini, penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis komparatif untuk menganalisis peraturan hukum dari Hukum Humaniter Internasional dan <em>Siyasah Harbiyah</em>. Metode Pendekatan ini menggunakan cara kualitatif, melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber, seperti peraturan hukum, dokumen hukum, dan keputusan pengadilan.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep warga sipil dalam perang menurut Hukum Humaniter Internasional dan <em>Siyasah Harbiyah</em>. Selain itu, studi komparatif ini juga diharapkan dapat mengidentifikasi perbedaan dan persamaan dalam perlindungan warga sipil, serta memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan tentang <em>Siyasah Harbiyah</em> dan Hukum Humaniter Internasional. Dalam konteks praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan lembaga-lembaga internasional untuk meningkatkan upaya perlindungan warga sipil selama perang. Selain itu, pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep ini dapat membantu pengambil keputusan dalam meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya melindungi hak-hak asasi manusia, terutama dalam situasi konflik bersenjata.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9756 Restorative Justice dalam Tindak Pidana Penipuan pada Kasus Investasi Bodong Dihubungkan dengan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif 2024-03-19T09:18:00+08:00 Nanda Thalia Prayogi nandaxxxtp@gmail.com Edi Setiadi edi.setiadi@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. Ilegal investment schemes, commonly known as Ponzi or pyramid schemes, often harm communities and can have significant social consequences. Conventional legal approaches to dealing with Ponzi schemes typically focus on criminal prosecution and legal sanctions, but this approach may be less effective in addressing the social impact and necessary recovery. Restorative justice, an alternative approach to conflict resolution, emphasizes repairing relationships, recovering losses, and shared responsibility. In the context of Ponzi schemes, the implementation of restorative justice can be an innovative and beneficial model. This study uses a normative legal method with a qualitative research type and the data collection technique uses relevant primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the discussion show that the restorative approach may involve mediating processes between victims and perpetrators of Ponzi schemes, focusing on mutual understanding, apologies, and compensation. Additionally, it can involve parties affected on a broader scale, such as communities that fall victim to Ponzi schemes. This approach seeks justice not only through punishment but also by creating space for rehabilitation and social recovery. Therefore, restorative justice can be an effective tool in handling Ponzi scheme cases, restoring public trust, and promoting collective well-being. However, it is essential to consider the challenges and limitations in implementing the restorative approach in this context. . By incorporating elements of restorative justice into addressing Ponzi schemes, communities can achieve a more holistic and sustainable form of justice.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Investasi bodong atau skema investasi ilegal seringkali merugikan masyarakat dan dapat menimbulkan dampak sosial yang signifikan. Pendekatan hukum konvensional untuk menangani pelanggaran investasi bodong cenderung fokus pada penuntutan pidana dan sanksi hukum, tetapi pendekatan ini mungkin kurang efektif dalam mengatasi dampak sosial dan pemulihan yang diperlukan. Restorative justice, atau keadilan restoratif, adalah suatu pendekatan alternatif dalam penyelesaian konflik yang menekankan perbaikan hubungan, pemulihan kerugian, dan tanggung jawab bersama. Dalam konteks investasi bodong, penerapan restorative justice dapat menjadi suatu model yang inovatif dan bermanfaat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan jenis penelitian kualitatif dan Teknik pengumpulan datanya menggunakan bahan hukum primer, sekunder, serta tersier yang relevan. Hasil pembahasan menunjukan bahwa pendekatan restoratif dapat melibatkan proses mediasi antara korban dan pelaku investasi bodong, dengan fokus pada pemahaman bersama, permintaan maaf, dan kompensasi. Selain itu, dapat melibatkan pihak-pihak yang terdampak secara luas, seperti masyarakat yang menjadi korban investasi bodong. Pendekatan ini tidak hanya mencari keadilan melalui hukuman, tetapi juga menciptakan ruang untuk rehabilitasi dan pemulihan sosial. Oleh karena itu, restorative justice dapat menjadi alat yang efektif dalam menangani kasus investasi bodong, mengembalikan kepercayaan masyarakat, dan mempromosikan kesejahteraan Bersama. Meskipun demikian, penting untuk mempertimbangkan tantangan dan keterbatasan dalam menerapkan pendekatan restorative. Dengan menggabungkan elemen restorative justice dalam penanganan investasi bodong, masyarakat dapat mencapai keadilan yang lebih holistik dan berkelanjutan.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9757 Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 2024-03-19T09:18:00+08:00 Aditya Kazuya Pratama adityaaiden15@gmail.com Edi Setiadi edi.setiadi@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. The issue of law enforcement related to human trafficking, especially involving underage individuals, has become a global concern, including in Indonesia. Addressing the complexity and challenges of detecting present-day human trafficking necessitates regulations that are more responsive to current conditions. This study uses a normative legal method with a qualitative research type and the data collection technique uses relevant primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the discussion show that despite existing legal provisions concerning human trafficking in Indonesia, they are considered inadequate. Even though there are two articles within the Criminal Code (KUHP) that can be utilized for certain actions related to human trafficking, namely Article 297 concerning the trafficking of women and underage boys and Article 324 concerning debt bondage, the application of these articles has limitations that require specific attention.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Masalah penegakan hukum terkait perdagangan manusia, terutama anak di bawah umur, telah menjadi perhatian utama di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dalam era teknologi yang maju, praktik perdagangan manusia saat ini seringkali sulit terdeteksi karena tersembunyi di balik kegiatan yang sah dan dapat menyeberangi batas-batas negara. Meskipun terdapat ketentuan hukum terkait perdagangan manusia di Indonesia, namun dinilai belum cukup memadai. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan jenis penelitian kualitatif dan Teknik pengumpulan datanya menggunakan bahan hukum primer, sekunder, serta tersier yang relevan. Hasil pembahasan menunjukan bahwa pengaturan hukum terkait perdagangan manusia di Indonesia memiliki keterbatasan. Meskipun ada dua pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bisa digunakan untuk sebagian tindakan yang terkait dengan perdagangan manusia, yakni Pasal 297 tentang perdagangan perempuan dan anak laki-laki di bawah umur, serta Pasal 324 tentang budak belian, namun penerapan pasal-pasal ini memiliki keterbatasan yang perlu mendapat perhatian khusus.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9759 Wewenang Kepala Desa dalam Pengelolaan Dana Desa pada Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa Berdasarkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 2024-03-19T09:17:59+08:00 Ghefiranisa Tsuraya ghefiranisa.ts@gmail.com Fabian Fadhly Jambak fabian.fadhly.j@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong></p> <p>The village head is the head of village government administration who has authority. Regulation of the village head's authority in managing village funds in goods/services procurement activities is regulated in the Regulation of the Goods and Services Procurement Policy Institute Number 12 of 2019 concerning Guidelines for Procedures for Procurement of Goods and Services in Villages. This regulation aims to ensure that village heads can implement their authority and avoid abuse of authority. The cause of the vulnerability to misuse is a lack of understanding of village budget management, so that village heads and village officials arbitrarily use village funds for personal interests. In order to avoid various forms of abuse of authority, the parties involved in the procurement of goods/services in the village, namely the Village Head, Section Head (Kasi) / Head of Affairs (Kaur), Activity Implementation Team (TPK), Providers and also the Community must cooperate with each other. work together and know their duties, functions and authority so that the process of implementing the procurement of goods/services sourced from village funds is in accordance with good governance.</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kepala desa merupakan kepala penyelenggaraan pemerintahan desa yang mempunyai wewenang. Pengaturan wewenang kepala desa dalam pengelolaan dana desa pada kegiatan pengadaan barang/jasa di atur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa. Peraturan ini bertujuan agar kepala desa dapat mengimplementasikan wewenangnya dan terhindar dari penyalahgunaan wewenang. Penyebab rentannya terjadi penyalahgunaan adalah kurangnya pemahaman terhadap pengelolaan anggaran desa, sehingga kepala desa dan perangkat desa sewenang-wenang menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi. Agar terhindar dari berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang, Pihak-pihak yang terlibat di dalam pengadaan barang/jasa di desa yaitu Kepala Desa, Kepala Seksi (Kasi) /Kepala Urusan (Kaur), Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), Penyedia dan juga Masyarakat harus saling bekerja-sama dan mengetahui tugas,fungsi dan wewenangnya agar proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang bersumber dari dana desa tersebut sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik.</p> <p>&nbsp;</p> <p>Kata kunci : Kepala desa, Wewenang, Pengelolan Dana Desa, dan Pengadaan Barang/Jasa</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9762 Penegakan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Dikalangan Mahasiswa Di Tinjau Dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 2024-03-19T09:17:59+08:00 Syireen Humaira hcilennn@gmail.com Dini Dewi Heniarti dini.dewiheniarti@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong></p> <p>Narcotics are a group of substances that generally have a risk of addiction for users if used continuously. Currently, the use of narcotics is often abused by society, especially students. Abuse in the use of narcotics refers to the use of drugs or dangerous substances for purposes other than medicinal purposes, and is carried out without following the instructions or prescribed dosage. Every year narcotics abuse always increases among teenagers and students. Data from the National Narcotics Agency (BNN) states that there has been an increase in the prevalence of drugs among pupils and students. In 2019, it was recorded at 1.1 percent, then increased to 1.38 percent in 2021. This research aims to find out the limits of narcotics abuse in view of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics regarding narcotics abuse among students and to find out about how the law is enforced by the authorities. law and higher education in preventing and dealing with narcotics abuse. This research uses a normative juridical approach with research specifications that are descriptive analysis. This research data was collected through a literature study using secondary data and the data analysis used was qualitative juridical. The results of this research indicate that the criminal act of narcotics abuse is activities related to narcotics without permission, control and supervision from authorized institutions, thereby violating statutory regulations. Narcotics abusers, including addict victims, are considered perpetrators of narcotics crimes which are only punished with imprisonment without considering the negative impacts. To prevent and overcome narcotics abuse among students, various efforts are needed from higher education institutions, such as the requirement for a Drug Free Certificate, outreach, cooperation and supervision. Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics is expected to suppress the distribution and use of narcotics in Indonesia.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Narkotika merupakan suatu kelompok zat yang umumnya mempunyai resiko untuk kecanduan bagi penggunanya bila digunakan secara terus menerus. Penggunaan narkotika pada saat ini sudah sering disalahgunakan oleh kalangan masyarakat terutama mahasiswa. Penyalahgunaan dalam penggunaan narkotika merujuk kepada penggunaan obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan maksud yang bukan untuk tujuan pengobatan, dan dilakukan tanpa mengikuti petunjuk atau dosis yang telah ditentukan. Setiap tahun penyalahgunaan narkotika selalu meningkat dikalangan remaja dan mahasiswa. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pada 2019 tercatat 1,1 persen kemudian naik menjadi 1,38 persen di 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batasan penyalahgunaan narkotika dilihat dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap penyalahgunaan narkotika dikalangan mahasiswa serta untuk mengetahui tentang bagaimana penegakan hukum dari aparat hukum dan perguruan tinggi dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkotika. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Hasil dari penelitian ini bahwa batasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini merupakan kegiatan yang berkaitan dengan narkotika tanpa izin, pengendalian, dan pengawasan dari lembaga yang berwenang, sehingga melanggar peraturan perundang-undangan. Penyalahguna narkotika, termasuk korban pencandu, dianggap sebagai pelaku tindak pidana narkotika yang hanya dihukum dengan pidana penjara tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. Untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa, diperlukan berbagai upaya dari pergutuan tinggi, seperti syarat Surat Keterangan Bebas Narkoba, sosialisasi, kerjasama, dan pengawasan. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diharapkan dapat menekan peredaran dan penggunaan narkotika di Indonesia.</p> <h1><a name="_Toc156822053"></a>ABSTRACT</h1> <p>Narcotics are a group of substances that generally have a risk of addiction for users if used continuously. Currently, the use of narcotics is often abused by society, especially students. Abuse in the use of narcotics refers to the use of drugs or dangerous substances for purposes other than medicinal purposes, and is carried out without following the instructions or prescribed dosage. Every year narcotics abuse always increases among teenagers and students. Data from the National Narcotics Agency (BNN) states that there has been an increase in the prevalence of drugs among pupils and students. In 2019, it was recorded at 1.1 percent, then increased to 1.38 percent in 2021. This research aims to find out the limits of narcotics abuse in view of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics regarding narcotics abuse among students and to find out about how the law is enforced by the authorities. law and higher education in preventing and dealing with narcotics abuse. This research uses a normative juridical approach with research specifications that are descriptive analysis. This research data was collected through a literature study using secondary data and the data analysis used was qualitative juridical. The results of this research indicate that the criminal act of narcotics abuse is activities related to narcotics without permission, control and supervision from authorized institutions, thereby violating statutory regulations. Narcotics abusers, including addict victims, are considered perpetrators of narcotics crimes which are only punished with imprisonment without considering the negative impacts. To prevent and overcome narcotics abuse among students, various efforts are needed from higher education institutions, such as the requirement for a Drug Free Certificate, outreach, cooperation and supervision. Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics is expected to suppress the distribution and use of narcotics in Indonesia.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9763 Pemecahan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Perorangan Lebih dari 5 (Lima) Bidang di Desa Babakancaringin Cianjur dalam Terwujudnya Kepastian Hukum 2024-03-19T09:17:59+08:00 Syah Abdul Ghani ghanizein21@gmail.com Lina Jamilah lina.jamilah@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong> .The process of splitzing land ownership certificates is regulated in the Regulation of the Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 1 of 2010 concerning Service Standards and Land Regulations. In practice, the application process for splitzing the certificate of ownership of individual land more than 5 (five) fields in Babakancaringin Cianjur Village is accepted by the Cianjur Regency Land Office. This research aims to find out the process of splitzing the certificate of ownership of individual land more than 5 (five) fields in Babakancaringin Cianjur Village is in accordance with the applicable provisions and to find out the legal protection for land buyers against the split certificate of ownership of individual land more than 5 (five) fields in Babakancaringin Cianjur Village in the realization of legal certainty. The research method used in this research is the normative juridical approach method. Research specification is descriptive analytical. The research stage was carried out by conducting library research and interviews as supporting material for secondary data and data analysis was carried out using qualitative juridical methods. The results of this study found that the process of splitzing the Certificate of Ownership on individual land in Babakancaringin Cianjur Village is not in accordance with the applicable provisions, which are contained in the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs / Head of BPN of the Republic of Indonesia Number 1 of 2010 concerning Service Standards and Land Regulations in Appendix II concerning the Split / Separation of Individual Land Fields and Legal Entities. In addition, Legal Protection for land buyers in Babakancaringin Cianjur Village is the provision of Land Ownership Certificates in the realization of legal certainty.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>ABSTRAK.</strong>&nbsp;Proses pemecahan Sertifikat Hak Milik atas tanah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Dalam praktik proses permohonan pemecahan Sertifikat Hak Milik atas tanah perorangan lebih dari 5 (lima) bidang di Desa Babakancaringin Cianjur diterima oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemecahan Sertifikat Hak Milik atas tanah perorangan lebih dari 5 (lima) bidang di Desa Babakancaringin Cianjur sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli tanah terhadap pemecahan sertifikat Hak Milik atas tanah perorangan lebih dari 5 (lima) bidang di Desa Babakancaringin Cianjur dalam terwujudnya kepastian hukum. Metode penelitian yang digunakan metode yuridis normatif. Spesifikasi Penelitian yang digunakan deskriptif analitis. Tahap penelitian dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan dan wawancara, analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif. Hasil dari penelitian bahwa Proses pemecahan Sertifikat Hak Milik atas tanah perorangan di Desa Babakancaringin Cianjur tidak sesuai ketentuan yang berlaku, yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan Lampiran II tentang Pemecahan/Pemisahan Bidang Tanah Perorangan dan Badan Hukum. Selain itu, Perlindungan Hukum bagi pembeli tanah di Desa Babakancaringin Cianjur adalah pemberian Sertifikat Hak Milik atas tanah dalam terwujudnya kepastian hukum.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9766 Kajian terhadap Putusan Hakim Nomor. 5/Pid.Sus-Anak/2018/Pn.Mbn di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan 2024-03-19T09:17:59+08:00 Alika Zahra Aurelia aureliaalikazahra02@gmail.com M. Husni Syam mhsyam58@unisba.ac.id <p>abstrak</p> <p>Pelecehan seksual merupakan isu yang mendesak, tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun juga menimpa anak-anak di bawah umur, bahkan dalam lingkup keluarga. Kondisi ini dapat berpotensi menyebabkan kehamilan yang memengaruhi kesehatan mental dan fisik korban, mengarah pada opsi aborsi sebagai solusi. Meskipun aturan terkait aborsi dan pengecualiannya telah ada di Indonesia, kasus di Jambi menunjukkan keputusan hakim yang memberikan hukuman kepada korban perkosaan incest yang melakukan aborsi, melalui putusan pengadilan no. 5/pid.sus.anak./2018/pn.mbn, yang dianggap tidak adil oleh korban, memunculkan pertanyaan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dasar atau latar belakang mengapa hakim memberikan hukuman kepada korban, meskipun telah ada aturan yang mengatur pengecualian aborsi, seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan mengeksplorasi apakah aborsi akibat perkosaan incest dapat dianggap sebagai indikasi medis untuk penghapusan pemidanaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan metode kualitatif untuk menganalisis putusan pengadilan, serta untuk pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. data primer, data sekunder, serta data tersier akan digunakan dalam penelitian ini. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap penyebab keputusan hakim dan menghindari terulangnya kejadian serupa di masa depan. Dalam konteks ini, pemidanaan bukanlah tujuan utama yang lebih diutamakan adalah perbaikan kondisi, perlindungan anak, dan penerapan prinsip-prinsip landasan pertimbangan hakim, seperti kepastian hukum, asas hukum, dan keadilan hukum.</p> <p>&nbsp;</p> <p>abstract&nbsp;</p> <p><em>Sexual harassment is an urgent issue, not only affecting adults, but also affecting minors, even within the family. This condition can potentially cause pregnancy which affects the victim's mental and physical health, leading to the option of abortion as a solution. Although regulations regarding abortion and exceptions already exist in Indonesia, the case in Jambi shows the judge's decision to punish incest rape victims who have abortions, through court decision no. 5/pid.sus.anak./2018/pn.mbn, which is considered unfair by the victim, raises research questions. This research aims to identify the basis or background why the judge sentenced the victim, even though there are regulations governing exceptions to abortion, as stated in the Criminal Code (KUHP) and Law number 17 of 2023 year’s concerning Health in Indonesia. In addition, this research will also explore whether abortion resulting from incestuous rape can be considered a medical indication for the abolition of punishment. This research uses a normative juridical approach and qualitative methods to analyze court decisions, as well as to collect data using literature study. Primary data, secondary data and tertiary data will be used in this research. It is hoped that this research can provide an understanding of the causes of the judge's decisions and avoid the recurrence of similar incidents in the future. In this context, punishment is not the</em>an hukum, aborsi, korban perkosaan<em>&nbsp;main objective, the priority is to improve conditions, protect children, and apply the basic principles of the judge's considerations, such as legal certainty, legal principles, and legal justice.</em></p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9769 Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Kebakaran Hutan dan Lahan Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan 2024-03-19T09:17:58+08:00 Sindi Mulia sindimulia012@gmail.com Dini Dewi Heniarti dini.dewiheniarti@gmail.com <p>ABSTRAK. Hutan dan lahan sebagai sumber keyakaan alam milik Indonesia dianggap sebagai modal dasar pembangunan ekonomi nasional dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan hukum mengenai perlindungan hutan dan lahan salah satunya diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Namun pada faktanya, tuntutan hutan sebagai paru-paru dunia semakin sulit diharapkan. Kebakaran hutan dan lahan telah menjadi peristiwa tahunan di Indonesia, yang mana sebagian besar disebabkan oleh orang dan korporasi baik disengaja atau karena kealpaanya. Banyaknya kasus kebakaran yang terjadi, menjadi bukti bahwa Indonesia belum serius mengatasi permasalahan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana pelaku kebakaran hutan dan lahan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan kebijakan kriminal sebagai penanggulangan tindak pidana kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan menggunakan data sekunder, keseluruhan data diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penetian ini diketahui bahwa bentuk pertanggungjawaban pidana pelaku kebakaran hutan dan lahan dibedakan menjadi orang dan korporasi baik karena kesengajaan atau kealpaan. Pertanggungjawaban pidana korporasi ialah sanksi pidana pokok ditambah 1/3 lebih berat dari pada pertanggungjawaban pidana orang perorangan. Kebijakan kriminal sebagai upaya penanggulangan tindak pidana kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan melalui upaya <em>penal </em>dan <em>non penal</em>. Dengan penerapan hukum pidana, pencegahan tanpa pidana dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa.</p> <p>ABSTRACT.</p> <p><em>Forests and land as sources of natural wealth belonging to Indonesia are considered the basic capital for national economic development and are used as much as possible for the prosperity of the people. One of the legal provisions regarding forest and land protection is regulated in Law Number 41 of 1999 concerning Forestry. However, in fact, the demands of forests as the lungs of the world are increasingly difficult to hope for. Forest and land fires have become an annual event in Indonesia, most of which are caused by people and corporations, either intentionally or through negligence. The large number of fire cases that occur is proof that Indonesia is not yet serious about addressing this problem. This research aims to determine the form of criminal liability for perpetrators of forest and land fires in relation to Law Number 41 of 1999 concerning Forestry and criminal policies for dealing with criminal acts of forest and land fires. This research uses a normative juridical approach with research specifications that are descriptive analysis. This research data was collected through literature study using secondary data, all data was processed and analyzed qualitatively. The results of this research show that the form of criminal liability for forest and land fire perpetrators is differentiated into individuals and corporations, whether on purpose or negligence. Corporate criminal liability is the basic criminal sanction plus 1/3 more severe than the criminal liability of an individual. Criminal policy as an effort to overcome criminal acts of forest and land fires can be carried out through penal and non-penal measures. By implementing criminal law application, prevention without punishment, influencing views of society on crime and punishment.</em></p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9773 Perlindungan Hukum terhadap Data Pribadi Pengguna Jasa Trasportasi Online di Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi 2024-03-19T09:17:58+08:00 Sitarini Satianti Soewarno sitarinisatianti@gmail.com Dini Dewi Heniarti dini.dewiheniarti@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu pengaruh revolusi industri 4.0, salah satu permasalahan yang terjadi akibat pertumbuhan teknologi dalam menjalankan aktivitas bisnis adalah penyalahgunaan data pribadi pengguna jasa transportasi online. Perhatian terhadap Perlindungan Data Pribadi belum sepenuhnya diakomodasi baik oleh penyedia layanan maupun pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kasus kebocoran data pribadi pengguna salah satu produk layanan transportasi online di Indonesia. Pada tanggal 17 Oktober 2022, pemerintah dan DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum Data Pribadi Pengguna Jasa Transportasi Online di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi dan mengetahui tanggung jawab Pengendali Data Pribadi terhadap Data Pribadi Pengguna Jasa Transportasi Online di Indonesia. Indonesia dalam hal Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan studi literatur. Analisis data yang digunakan adalah yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap pengguna jasa transportasi online di Indonesia terbagi menjadi bentuk preventif dan represif. Perlindungan hukum ini mengatur bahwa kebocoran Data Pribadi milik Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 Ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana Pasal 22 Ayat (5), yang akibatnya batal demi hukum. Tanggung jawab Pengendali Data Pribadi adalah memberikan pemberitahuan tertulis paling lambat 3 x 24 jam kepada pengguna dan lembaga pemilik Data Pribadi. Apabila terjadi kasus kebocoran Data Pribadi yang mengganggu pelayanan publik dan/atau berdampak serius terhadap kepentingan Pengguna, Pengendali Data Pribadi wajib mengumumkan kebocoran Data Pribadi tersebut kepada Pengguna jasa transportasi online di Indonesia.</p> <p><strong>Abstract</strong>. The rapid growth of information and communication technology is one of the influences of the industrial revolution 4.0, one of the problems that occurs due to the growth of technology in carrying out business activities is the misuse of personal data of users of online transportation services. Attention to Personal Data Protection has not been fully accommodated either by service providers or by the government. This is proven by several cases of leakage of personal data of users of one of the online transportation service products in Indonesia. On October 17 2022, the government and the House of Representatives of the Republic of Indonesia passed Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. This research aims to determine the legal protection of Personal Data for Users of online transportation services in Indonesia in terms of Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection and determine the responsibility of Personal Data Controllers for the Personal Data of Users of online transportation services in Indonesia in terms of Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. This research uses a normative juridical approach with research specifications that are descriptive analysis. This research data was collected using a literature study. The data analysis used is qualitative juridical. The results of this research state that legal protection for users of online transportation services in Indonesia is divided into preventive and repressive forms. This legal protection regulates that leaks of Personal Data belonging to Personal Data Subjects as stated in Article 57 Paragraph (2) may be subject to administrative sanctions, as in Article 22 Paragraph (5), the consequences of which are null and void. The responsibility of the Personal Data Controller is to provide written notification no later than 3 x 24 hours to the user and the institution holding the Personal Data. If a case of leakage of Personal Data occurs that disrupts public services and/or has a serious impact on the interests of Users, the Personal Data Controller is required to announce the leakage of Personal Data to Users of online transportation services in Indonesia.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9776 Perlindungan Hukum bagi Pencipta dari Film Warkop DKI yang Diparodikan Tanpa Izin dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 2024-03-19T09:17:58+08:00 Farhan Ramadhiansyah farhanramadhiansyah70@gmail.com Asep Hakim Zakiran asep.hakim@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong></p> <p>In general, copyright is the part of intellectual property that receives the most extensive protection. Based on Law Number 28 of 2014 which regulates that creators have the right to economic rights to their creations. Rapid technological developments in cyberspace have created a special space for creative individuals to produce expressive works, one of which is parody content. The aim of this research is legal protection for creators and copyright holders of parody content in the Warkop DKI case. This paper uses normative legal research methods through a regulatory approach and a case approach. This research concludes that it is divided into two legal protections for copyright violations in the form of parody content in the Warkop DKI case, namely preventive legal protection which aims to prevent violations from occurring so that copyright recording and registration is carried out. Furthermore, repressive legal protection is resolved in the form of legal remedies through litigation and non-litigation.</p> <p><strong>&nbsp;</strong><strong>Abstrak</strong></p> <p>Secara umum, hak cipta merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang mendapat perlindungan paling luas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang mengatur bahwa pencipta berhak atas hak ekonomi ciptaannya. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dunia maya telah menciptakan ruang tersendiri bagi individu kreatif untuk menghasilkan karya-karya ekspresif, salah satunya adalah konten parodi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perlindungan hukum terhadap pencipta dan pemegang hak cipta atas konten parodi pada kasus Warkop DKI. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melalui pendekatan peraturan secara perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terbagi menjadi dua perlindungan hukum atas pelanggaran hak cipta yang berupa konten parodi pada kasus Warkop DKI, yaitu perlindungan hukum preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa sehingga dilakukannya pencatatan dan pendaftaran hak cipta. Selanjutnya, perlindungan hukum represif yang dalam penyelesaiannya berupa upaya hukum penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dan nonlitigasi</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9777 Perlindungan Hukum bagi Konsumen dari Penggunaan Bahan Beracun Formalin sebagai Bahan Tambahan Pangan oleh Pelaku Usaha Berdasarkan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 2024-03-19T09:17:57+08:00 Arsyaldi Dzikri Riza arsyaldiarsy@gmail.com Asep Hakim Zakiran asep.hakim@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. Food Additional Material are ingredients that are added to food to affect the nature or shape of food. Food Additional Material are regulated in Law Nunber 8 Year 1999 Concerning Consumer Protection and regulation of the Ministry of Health Number 033 Year 2012 Concerning Food Additional Material whose purpose is to provide legal protection for consumers such as toxic ingredients Formaldehyde in food. The research method used is juridical normative with article analysis and qualitative approach. The results showed that the need for Internal and external legal protection in order to prevent actions that harm consumers.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Bahan Tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk Pangan. Bahan Tambahan Pangan diatur penggunaannya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan yang tujuannya untuk memberikan Perlindungan Hukum bagi Konsumen seperti dari bahan beracun Formalin pada pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan analisis pasal dan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian menunjukan bahwa perlunya perlindungan hukum Internal dan Eksternal agar dapat mencegah tindakan yang merugikan Konsumen.</p> <p>Kata Kunci : Konsumen, Pelaku Usaha, Bahan Tambahan Pangan, dan Formalin.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9778 Implementasi Penggantian Kerugian atas Wanprestasi yang Dilakukan Pengembang Apartemen Meikarta kepada Konsumen 2024-03-19T09:16:32+08:00 Tiara Salzhabilla tiarasalzhabilla@gmail.com Yeti Sumiyati yeti@unisba.ac.id Rimba Supriatna rimba@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> This research aims to analyze the implementation of compensation for defaults made by the Meikarta developer to its consumers after the court decision Number 162/Pdt.G/2020/PN Ckr and the efforts that consumers can take in order to claim their right to receive compensation. In the process of enforcing the protection of consumer rights, the consumer (Djuara Pirmaton) won the compensation claim in the form of compensation in the amount of Rp. 415,716,086 cannot be implemented, because the judge did not grant the request for confiscation of the account guarantee. And consumers experience legal uncertainty regarding the type of execution, bankruptcy legal action, and/or judicial review legal action. The approach method used in this research is the case study approach. This approach refers to the legal norms contained in laws and regulations and court decisions as well as the value of justice that exists in society, descriptive analysis research, namely by describing applicable laws and regulations linked to legal theories and implementation practices. positive law in the judge's decision. Payment of compensation cannot be implemented immediately when the judge decides 162/Pdt.G/2020/PN.Ckr, because the decision is not accompanied by formal procedural law regarding the procedures for how compensation of IDR 415 million is transferred to the victim consumer. Judge Number 162/Pdt.G/2020/PN.Ckr has rejected the confiscation of collateral for the Nobu bank account owned by PT MSU, and granted compensation, this is not a progressive step for the judge.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait implementasi penggantian kerugian atas wanprestasi yang dilakukan pengembang meikarta kepada konsumennya pasca putusan pengadilan Nomor 162/Pdt.G/2020/PN Ckr dan Upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam rangka menuntut haknya mendapatkan ganti rugi. Dalam proses penegakan terhadap perlindungan hak konsumen di tempuh dengan menggunakan ranah keperdataan, yaitu ganti rugi dengan gugatan wanprestasi, namun gugatan ganti rugi yang dimenangkan oleh konsumen (Djuara Pirmaton) berupa ganti rugi sebesar Rp. 415.716.086 tidak dapat dilaksanakan, karena permohonan sita jaminan rekening tidak dikabulkan hakim. Dan konsumen menadapatkan ketidak pastian hukum terkait jenis eksekusi, upaya hukum kepailitan, dan atau upaya hukum peninjauan kembali. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan <em>case study</em>. Pendekatan tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta nilai keadilan yang ada dalam masyarakat, penelitian deskriptif analisis yaitu dengan cara menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif dalam putusan hakim. Pembayaran ganti rugi tidak dapat langsung diimplementasikan seketika saat putusan 162/Pdt.G/2020/PN.Ckr oleh hakim, karena putusan tersebut tidak disertai dengan hukum acara formil tentang tata cara bagaimana ganti rugi sebesar Rp.415 Juta di alihkan pada konsumen korban. Hakim Nomor 162/Pdt.G/2020/PN.Ckr telah menolak sita jaminan rekening bank nobu yang dimiliki oleh PT MSU, dan mengabulkan ganti rugi, hal tersebut bukan langkah progresif hakim.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9780 Analisis Yuridis Penerapan Hukum terhadap Tindak Pidana Human Trafficking Penyedia Jasa Seks Komersial melalui Aplikasi Media Elektronik Ditinjau dari Aspek Hak Asasi Manusia 2024-03-19T09:16:32+08:00 Sahna Eka Putra Perkasa sahnaeka123@gmail.com Eka Juarsa eka.juarsa@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. Prostitution or other forms of sexual exploitation, but also include other forms of exploitation, such as forced labor or forced service, slavery, or slavery like practices. As a form of repression/countermeasures against trafficking, the government created and enacted Law Number 21 of 2007 concerning the Eradication of Trafficking in Persons. The defendant, a pimp named Fanny Wijaya alias Fanny, committed a trafficking crime in which the defendant participated in assisting or facilitating the trafficking business in the form of commercial sex / prostitution.<em>. </em>Based on this, this study aims to determine the factors that cause human trafficking in commercial sex providers based on the decision of Banjarmasin District Court Number 1128 / Pid.Sus / 2017 / PN.&nbsp;And To determine law enforcement for perpetrators of human trafficking in commercial sex service providers based on the decision of PN Banjarmasin Number 1128 / Pid.Sus / 2017 / PN in terms of human rights aspects. This research is Descriptive Analysis.&nbsp;While the data used in this study are secondary data obtained from the results of the literature and using the Qualitative Descriptive analysis method. Therefore, it was found that the factors causing trafficking in persons are opportunity, economic, educational, and socio-cultural factors.&nbsp;Economic and educational factors are the largest contributing factors to trafficking offenses.&nbsp;And the criminal act of trafficking in people must be considered an extraordinary crime, because it degrades the dignity and dignity of man as a creature of God Almighty which means a violation of human rights.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Pemerintah menciptakan dan menetapkan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Contoh kasus nyata dimana seorang germo, melakukan tindak pidana berupa menyediakan pelayanan jasa seks komersil melalui aplikasi media elektronik berupa <em>Whatsapp dan Black Berry Messenger </em>(BBM) di Banjarmasin. Terdakwa yang seorang germo bernama Fanny Wijaya alias Fanny melakukan tindak pidana perdagangan orang dimana terdakwa turut andil sebagai membantu atau pemulus usaha perdagangan orang berupa penyedia jasa seks komersil/prostitusi sebagai germo melalui aplikasi media elektronik whatsapp dan BBM. Berdasarkan hal tersebut, penilitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan melakukan tindak pidana perdagangan orang (<em>Human Trafficking</em>) dalam Penyedia Seks Komersial berdasarkan putusan PN Banjarmasin Nomor 1128/Pid.Sus/2017/PN. Dan Untuk mengetahui penegakan Hukum bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang (<em>Human Trafficking</em>) dalam penyedia jasa seks komersial berdasarkan putusan PN Banjarmasin Nomor 1128/Pid.Sus/2017/PN ditinjau dari aspek Hak Asasi Manusia. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif dan penelitian ini bersifat Deskriptif Analisis. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil kepustakaan dan menggunakan metode analisis Deskriptif Kualitatif Maka diperoleh hasil bahwa Falktor penyebalb terjaldinyal tindalk pidalnal perdalgalngaln oralng aldallalh falktor kesempaltaln, ekonomi, pendidikaln, daln sosiall budalyal. Falktor ekonomi daln pendidkaln aldallalh falktor terbesalr penyebalb terjaldinyal tindalk pidalnal perdalgalngaln oralng. Dan Tindalk pidalnal perdalgalng oralng (<em>tralfficking in persons</em>) halrus dialnggalp sebalgali kejalhaltaln yalng lualr bialsal, kalrenal merendalhkaln halrkalt daln malrtalbalt malnusial sebalgali malkhluk Tuhaln Yalng Malhal Esal yalng beralrti pelalnggalraln HALM</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9781 Pertanggungjawaban Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Spa Pijat Sesama Jenis (Homoseksual) Di Kota Medan Dihubungkan Dengan UU Nomer 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus : No.3317/Pid.B/2020/Pn.Md 2024-03-19T09:16:32+08:00 Muhamad Akbar Rafly Astadipura astadipura.rafly.akbar@gmail.com Chepi Ali Firman chepialifirmanzakaria@gmail.com <p><strong>Abstract. </strong>Human trafficking has evolved into a more modern form of human trade. One case of human trafficking occurred in Medan City, as in the case of Decision No. 3317/Pid.B/2020/Pn.Mdn. In this case, the modus operandi used for human trafficking was in the form of same-sex spa masseurs (homosexual). The judge's sentence imposed on the defendant was a 3-year prison term and a fine of Rp 120,000,000, or in default, an additional 1-month imprisonment. This is far from the maximum punishment stipulated in Article 2 paragraph (1) of Law Number 21 of 2007 concerning the Eradication of the Criminal Act of Trafficking in Persons, which is 15 years imprisonment and a maximum fine of Rp 600,000. This research aims to determine the legal accountability of perpetrators of the crime of trafficking in persons of the same sex and to identify the forms of legal protection for victims of the crime of human trafficking. The method used by the author is the normative juridical approach. Normative juridical research is an approach to the review of legislation. The accountability of perpetrators of the crime of human trafficking falls into a specific criminal act. If we look at the elements of the actions carried out by the defendant A Meng Als Ko Amin, they violate several provisions related to sexual deviations, illegal efforts such as same-sex massage spas, and most importantly, the crime of human trafficking. Legal protection for victims of human trafficking is contained in Articles 44 to 51, which stipulate the rights granted to victims of the crime of human trafficking. Human trafficking is one of the worst acts that threaten the dignity and humanity of individuals. The form of human trafficking is not only as an object for sexual gratification but has evolved into forms of forced labor, slavery, and other forms such as recruitment, transportation, transfer, harboring, or receipt of persons, by means of threat or use of force, or other forms of coercion, abduction, fraud, deception, abuse of power or vulnerability, giving or receiving payments or benefits to obtain consent from a person in authority over another person, for the purpose of exploitation.</p> <p><strong>Abstrak. </strong>Perdagangan orang telah berkembang menjadi bentuk lebih modern dari perdagangan manusia. Salah satu kasus perdagangan orang terjadi di Kota Medan seperti dalam kasus Putusan No. 3317/Pid.B/2020/Pn.Mdn, dalam kasus ini modus perdagangan orang yang digunakan yaitu sebagai pekerja spa pijat sesama jenis (homo seksual). Vonis hakim yang dijatuhkan pada terdakwa yaitu pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebanyak Rp 120.000.000,- subs 1 bulan penjara, dimana hal tersebut sangat jauh dari hukuman maksimal yang terdapat didalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600.000,-. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang sesama jenis dan mengetahui bentuk perlindungan hukum pada korban tindak pidana perdagangan orang. Metode yang penulis gunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan pada tinjauan&nbsp; terhadap perundang-undangan. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perdagangan orang, bahwa hal tersebut masuk kedalam tindak pidana khusus. Jika melihat unsur-unsur perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa A Meng Als Ko Amin melanggar beberapa ketentuan dalam ketentuan penyimpangan seksual, usaha illegal berupa spa pijat sesama jenis, dan yang terutama yaitu tindak pidana perdagangan orang. Perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perdagangan orang terdapat didalam pasal 44 sampai pasal 51 yang berisi tentang hak-hak korban yang diberikan sebagai korban tindak pidana perdagangan orang. Perdagangan manusia merupakan salah satu tindakan yang paling buruk dalam&nbsp; mengancam harkat dan martabat manusia. Bentuk dari perdagangan orang bukan hanya sebagai objek pemuasan hasrat seksual saja tetapi telah berkembang menjadi bentuk pekerja paksa, perbudakan, dan bentuk lainnya seperti Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk- bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9782 Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Penganiayaan Oleh Anak Dibawah Umur di Kabupaten Cilacap Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2024-03-19T09:16:09+08:00 Doni Sonjaya donisonjayaaa@gmail.com Chepi Ali Firman Zakaria chepialifirmanzakaria@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Dengan mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, skripsi ini menyelidiki pertanggungjawaban pidana pelaku penganiayaan oleh anak di bawah umur di Kabupaten Cilacap. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perlindungan hukum yang diberikan kepada anak pelaku penganiayaan dan bagaimana hal ini berdampak pada tindakan pidana yang dijatuhkan. Penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan pemeriksaan dokumen perundang-undangan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memungkinkan anak-anak berusia antara 12 dan 18 tahun untuk dijatuhi pidana atas tindak pidana penganiayaan. Namun, pidana yang dijatuhkan terhadap anak memiliki batasan maksimum yang lebih rendah daripada pidana yang dijatuhkan terhadap orang dewasa. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlindungan hukum anak yang menjadi korban kekerasan harus diperkuat. Anak seringkali menjadi korban kekerasan, termasuk kekerasan oleh sesama anak sebaya, meskipun hak-hak anak telah diakui secara nasional. Penelitian ini menyelidiki kasus penganiayaan di lingkungan pendidikan di SMP Negeri 2 Cimanggu di Kabupaten Cilacap, di mana sekelompok siswa menganiaya seorang siswa lainnya. Korban mengalami cedera parah akibat penganiayaan tersebut. Sangat penting untuk melindungi anak-anak sebagai korban dan pelaku kekerasan. Untuk menangani kasus penganiayaan terhadap anak di bawah umur, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 telah dibuat. Namun, perlu ada peningkatan komprehensif dalam perlindungan hukum terhadap anak untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal serta mencegah penganiayaan oleh anak sebayanya.</p> <h2>&nbsp;</h2> <p><strong>Abstract</strong>. By referring to the Criminal Code and Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System, this thesis investigates the criminal responsibility of perpetrators who are permitted by minors in Cilacap Regency. The aim of this research is to study the legal protection provided to children who commit crimes and how this impacts the criminal actions imposed. This normative legal research uses a statutory and context approach. The data used is secondary data collected through library research and examination of relevant statutory and regulatory documents. The results of the research show that Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System allows children aged between 12 and 18 years to be sentenced to criminal sentences on authority. However, penalties imposed on children have a lower maximum limit than penalties imposed on adults. This research also shows that legal protection for children who are victims of violence must be strengthened. National children are often victims of violence, including violence perpetrated by peers, even though children's rights have been recognized.</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9783 Tinjauan Hukuman Mati dalam Kasus Herry Wirawan Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam 2024-03-19T09:16:31+08:00 Muhammad Andita Atma Graha Graha2509@gmail.com Fariz Farrih Izadi farizizadii@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Pelecehan seksual pada anak adalah suatu bentuk kejahatan terhadap anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.Pelecehann seksual ini dapat berupa melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak.Hukum Islam belum mengatur mengenai sanksi untuk menghukum pelaku pemerkosaan,sedangkan Al Qur’an dan Hadist tidak menjelaskan secara jelas mengenai hukuman bagi pelaku pelecehan seksual. Karena Al-Qur’an dan Hadist belum mengatur sanksi perbuatan pelecehan seksual, maka penerpana sanksi bagi pelaku ditentukan dengan hukuman ta’zir, ta’zir sanksi yang diberlakukan kepada pelaku jarimah yang melakukan pelanggaran baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia dan tidak termasuk ke dalam kategori hudud atau kafarat. Tujuan dibuatnya tulisan ini untuk mengkaji bagaimana bentuk pemidanaan dan penetapan pidana khususnya pidana mati terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak,Kemudian penjatuhan pidana mati terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak masih kedepannya masih dapat diberlakukan. Hal tersebut disebabkan sanksi pidana mati hanya diterapkan pada ketentuan-ketentuan tertentu saja.Kemudian kekerasan seksual pada anak merupakan kejahatan yang luar biasa yang menyangkut kemanusiaan, serta adanya pembatasan mengenai kebebasan hak asasi seseorang dan pidana mati tidak lagi menjadi bentuk pidana pokok, melainkan pidana alternatif.</p> <p><strong>ABSTRACT. </strong>Sexual despising is some kind of crime that happened to a child in which adult or older childreen use a child as a sexual stimulating.one example of sexual despising is a sexual intercourse with under age child. Islam's law has not regulate what kind of punishment to assailant, meanwhile Al Quran n hadist didn't explain explicitly about what kind of punishment to suspect of sexual despising. Because it hasn't been in Al Quran or hadist yet, so the punishment given to the suspect is based on what we called ta'zir law, ta'zir punishment are related to Allah rights or humans rights and its not include in hudud or kafarat category, The purpose of this paper is to examine how the forms of punishment and criminal penalties, especially the death penalty against perpetrators of sexual violence against children, Thenthe imposition of the death penalty on perpetrators of sexual violence against children can still be enforced in the future.This is because the death penalty is only applied to certain provisions. Then sexual violence against children is an extraordinary crime that involves humanity, and there are restrictions on the freedom of a person's human rights and the death penalty is no longer a form of basic crime, but an alternative punishment.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9785 Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Uu Ite) terhadap Pelaku Judi Online dan Penegakkan Perjudian Online di Kabupaten Garut 2024-03-19T09:16:31+08:00 Ahya Amalia Deyanti ahyaamalia123@gmail.com Neni Ruhaeni nenihayat@gmail.com <p><strong>Abstract</strong>. This study aims to analyze the implementation and enforcement of criminal law against online gambling perpetrators in Indonesia based on Law Number 19 of 2016 concerning Electronic Information and Transactions. The research method used is normative legal research. Data collected includes regulations related to online gambling, court decisions, and relevant literature. The analysis is conducted by identifying legal provisions governing online gambling, examining the implementation of criminal law enforcement, and evaluating its effectiveness. The research results show that Law Number 19 of 2016 concerning Electronic Information and Transactions has strengthened the legal basis for taking action against online gambling perpetrators, as stipulated in Article 27 Paragraph (2) of the law, which prohibits "Any person who intentionally and without authority distributes and/or transmits and/or makes accessible electronic information and/or electronic documents containing gambling content." However, law enforcement against online gambling still faces several challenges, such as difficulties in identifying perpetrators, tracking financial transactions, and taking enforcement actions in the virtual realm. The conclusion of this study is that criminal law enforcement against online gambling perpetrators based on Law Number 19 of 2016 concerning Electronic Information and Transactions has provided a strong legal basis. Therefore, in enforcing the law against online gambling in Indonesia, it is more appropriate to use Law Number 19 of 2016 concerning Electronic Information and Transactions as the legal basis for criminalizing online gambling actions since in this case, perpetrators who have been proven to commit gambling crimes specifically conduct their illegal activities using internet media.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Fenomena judi <em>online</em> semakin berkembang pesat dengan adanya teknologi internet, yang menyebabkan adanya perubahan dalam praktik perjudian dan menimbulkan berbagai tantangan dalam penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi dan penegakan hukum pidana terhadap pelaku judi <em>online</em> di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang terdiri dari, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judi <em>online</em>, putusan pengadilan, dan literatur terkait. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi ketentuan hukum yang mengatur judi <em>online</em>, melihat implementasi hukum dalam penegakan pidana, dan mengevaluasi efektivitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan dasar hukum untuk menindak pelaku judi <em>online</em>, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (2) dari undang-undang tersebut yang melarang adanya perjudian online. Namun, ketentuan-ketentuan yang telah diatur tersebut belum dapat diimplementasikan pada tataran praktik karena masih menghadapi beberapa tantangan, seperti kesulitan dalam mengidentifikasi pelaku, melacak transaksi keuangan, dan melakukan tindakan penindakan di ranah virtual. yaitu merupakan upaya yang dilakukan melalui usaha yang ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat seperti, sosialisasi atau penyuluhan”.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9791 Analisis Pertimbangan Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak Secara Bersama-Sama yang Mengakibatkan Mati (Studi Putusan Nomor 262/Pid.B/2021/Pn Bandung) 2024-03-19T09:16:31+08:00 Defid Firdausa Poer Defidpoer29@gmail.com Chepi Ali Firman Zakaria chepialifirmanzakaria@gmail.com <p><strong>Abstract</strong>. Child abuse is a deprivation of human rights. In essence, every child has the right to survive, grow, and develop and is entitled to protection from violence and discrimination. Decision number 262/Pid.B/2021/PN.Bdg. due to differences in perception that occur in the judicial process so that judges pay more attention to things that relieve the perpetrator rather than the suffering experienced by the victim. There are several things that need to be studied comprehensively in the crime of child abuse, which results in death, especially in the realization of substantive justice that must be obtained by the victim based on the decision of the panel of judges. The purpose of this research is to find out and understand the analysis of the judge's considerations and the fulfillment of substantive justice for perpetrators of violent crimes committed jointly that resulted in death. Normative juridical approach method, data collection techniques using library research, and qualitative descriptive data analysis methods. The results of this research show that the judge has carried out juridical considerations in the form of in-depth considerations in Article 80, Paragraph 3, of Law Number 35 of 2014; in non-juridical considerations, the panel of judges has carried out several considerations from the defendant's side in the form of mitigating circumstances, but it should be possible. The weight was given because Defendant II is an adult and legally competent, knows the consequences of the actions he committed, and also as a preventive measure so that in the future a similar case does not occur. Then, because there is no jurisprudence, doctrine, or theoretical basis and no legal values that exist in society in making decisions, the decision does not reflect the standard of a good and comprehensive decision in terms of substantive justice, which has consequences for the considerations made by the Panel of Judges that lack solid foundations in terms of belief. judge, legal doctrine, which provides information on the truth, and the sociological basis of living legal values to support the basic principles of the judge's considerations.</p> <p>Abstrak. Penganiayaan terhadap anak merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia. Hakikatnya setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Putusan nomor 262/Pid.B/2021/PN.Bdg. atas perbedaan persepsi yang terjadi dalam proses peradilan sehingga hakim lebih memperhatikan hal yang meringankan pelaku daripada penderitaan yang dialami korban. Ada beberapa hal yang perlu dikaji secara komprehensif dalam kejahatan penganiayaan terhadap anak yang mengakibatkan kematian terkhusus dalam perwujudan keadilan substantif yang harus didapatkan oleh korban atas putusan majelis hakim. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami analisis pertimbangan hakim dan pemenuhan keadilan substantif terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian. Metode pendekatan yuridis normatif, teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dan metode analisis data deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Hakim telah melakukan pertimbangan secara yuridis berupa pertimbangan mendalam pada pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, kemudian dalam pertimbangan non yuridis majelis hakim melakukan beberapa pertimbangan dari sisi terdakwa berupa keadaan yang meringankan, namun seharusnya bisa diberikan pemberatan karena terdakwa II sudah dewasa dan cakap hukum, mengetahui konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan, juga sebagai langkah preventif agar di kemudian hari tidak terjadi perkara serupa. Kemudian, karena&nbsp; tidak ditemukannya yurisprudensi, doktrin, atau dasar teori, dan nilai-nilaiihukum yang ada di masyarakatidalam membuat keputusan, makaiputusan tersebut kurangimencerminkan standariputusan yang baik danikomprehensif dariisegi keadilan substantif yang memiliki konsekuensi padaipertimbangan-pertimbangan yang dibuatioleh Majelis iHakim kurang imendapatkan ilandasan kuatidari segi keyakinan hakim, Doktrinihukum yangimemberikan informasiikebenaran, dasarisosiologis tentanginilai-nilai hukum yang hidup guna mendukungidasaripertimbangan hakim.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9794 Kajian terhadap Putusan Hakim Nomor 1747/Pid.B/2023/Pn. Sby Ditinjau dari Undang Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan 2024-03-19T09:16:30+08:00 Windy Raflyani Dewi windyraflyanikedua@gmail.com M. Husni Syam mhsyam58@unisba.ac.id <p><em>ABSTRACT. Access to healthcare services is a fundamental right guaranteed by the 1945 Constitution. Hospitals play a crucial role in providing healthcare services, improving and maintaining the health of every individual. The Indonesian state fully regulates health services under Law Number 17 of 2020. Despite the regulations, there have been instances of individuals providing healthcare services under fake identities, leading to various forms of crime in the health sector. This research aims to examine the legal implications for hospitals that employ individuals with fake identities to provide health services. Additionally, it intends to determine the criminal liability of individuals who provide health services with fake identities, according to Law Number 17 of 2023. The research method employed is a normative juridical approach with descriptive analysis. The data was collected through literature studies using secondary data, while the data analysis used qualitative juridical methods. The results of this research indicate that hospitals have a responsibility to compensate for losses incurred due to the negligence of their medical personnel, both administratively, civilly, and criminally. On the other hand, individuals who provide healthcare services in hospitals with fake identities will face criminal charges under the law.</em></p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9795 Tinjauan Yuridis Influencer Dibawah Umur yang Tidak Membayar Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan 2024-03-19T09:16:30+08:00 Zahra Humaira Febriyanti zhrhumaira6@gmail.com Abdul Rohman abdul.rohman@unisba.ac.id <p><em>The main source of the state comes from taxes, so the government imposes tax obligations as one of the state obligations for the benefit of the state. Tax is a payable and forced payment payable under tax regulations. Income tax is a tax imposed on taxpayers on income earned in a tax year and has the economic ability received from wherever it comes from to increase wealth. The development in social media is useful for earning income, so endorsement work has emerged, namely to promote products online carried out by underage influencers. So underage influencers earn income from endorsement services, according to tax regulations are obliged to pay tax to the state on the income earned. </em><em>Based on the description above, the author formulates several problems as follows: First, what is the responsibility of underage influencers to the obligation to pay taxes? Second, what are the legal consequences for underage Influencers with taxable income. </em><em>The scientific effort of the research method uses normative juridical research sourced primarily from statutory, secondary, tertiary and library materials as well as research specifications with a descriptive approach of analysts to obtain answers to the problems studied. </em><em>Based on the results of the study, the responsibility of underage influencers for the obligation to pay taxes under the UU PPh is the income of immature children, regardless of the source of income and whatever their work will be combined with their parents' taxes in the same tax year. </em><em>Legal consequences for underage Influencers with taxable income not paying taxes tax legislation will be subject to administrative sanctions increased by 50%. Under civil law, the sanction will be transferred to the parent because it is under his supervision. For dispute resolution to taxpayers due to a tax assessment letter that is subject to administrative sanctions in the form of an increase but the taxpayer does not agree, it can resolve tax dispute resolution by submitting an objection to the Directorate General of Taxes. </em></p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9797 The Provision Of Employment Opportunities For Workers With Disabilities According To Law Number 8 Of 2016 On Persons With Disabilities Jo. Law Number 13 Of 2003 On Labor In Pt. Sinar Desa Rawa, Cingambul District, Majalengka Regency 2024-03-19T09:16:27+08:00 Putri Erina Reyhana putrierinar123@gmail.com Deddy Effendy deddyeffendy@unisba.ac.id <p>People with disabilities have different conditions, some have physical disabilities, mental disabilities, and a combination of physical and mental disabilities. The condition of people with disabilities affects their ability to participate in society, so they need support and assistance from others. People with disabilities also face greater difficulties than non-disabled people, such as barriers in accessing public services, education, health, and employment. To provide employment opportunities for people with disabilities, the government, state-owned and private companies, and civil society must ensure the elimination of various legal and social barriers in employing people with disabilities. This study aims to find out how the Implementation of the Right to Get a Job for Workers with Special Needs at PT. Sinar based on Law number 8 of 2016 concerning Persons with Disabilities which is related to Law number 13 of 2003 concerning Labor and to find out the efforts of the company in providing facilities for Persons with Disabilities.The method used in this study uses a normative juridical approach, which is research conducted by examining and comparing literature sources in the form of Labor Law and various kinds of literature and research specifications, namely descriptive analytical, which is an analysis of the applicable legal provisions and analyzed using relevant legal policy theories.Based on the research results, it is known that PT. Sinar in Majalengka Regency has not implemented what is mandated in Law Number 8 of 2016 concerning Persons with Disabilities. The right to get a job for people with disabilities has not been fulfilled and is not in accordance with what is mandated in Law Number 13 of 2003 concerning Labor. There is still discrimination against people with disabilities in the company. The company’s efforts in providing facilities for workers with disabilities have not been fulfilled, and are not in accordance with the law number 8 of 2016 concerning persons with disabilities regarding the company’s efforts in providing assistive devices to support work and accessibility for people with disabilities.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9803 Studi Kasus Jual Beli Akun di Game Online sebagai Kejahatan Penipuan Ditinjau dari Perspektif Kriminologi 2024-03-19T09:16:30+08:00 Fauzan Bintang Nurzaman fauzanbintang67@gmail.com Dian Alan Setiawan dianalan.setia@yahoo.com <p><strong>ABSTRACT-</strong> Technological advances cause a variety of crimes, one of which is online fraud, with the development of the current fraud mode using the mode of buying and selling accounts in online games. Fraud with the mode of buying and selling accounts in online games is criminally different from fraud in general in the Criminal Code, but uses criminal rules in the ITE Law. Fraud by buying and selling accounts in online games has occurred several times in the territory of Indonesia. So that to see efforts to overcome criminal acts of fraud in buying and selling accounts in online games cannot only be based on the perspective of criminal law, but must also be seen in criminological studies. Criminological studies are useful to describe thoroughly, so that the crime of buying and selling accounts in online games can be handled effectively. This study aims to determine the factors that cause the rise of cybercrime which prioritizes the crime of fraudulent buying and selling of accounts in online games, the effectiveness of law enforcement in efforts to tackle cybercrime, and the obstacles faced by police officers in their countermeasures. Then reveal the modus operandi carried out by the perpetrator in committing fraud in buying and selling online game accounts, through this internet media making a gap and weakness where it is not known by consumers, the perpetrator will plunge the victim to follow the method planned by the perpetrator conothnya take back the game account that has been sold to the detriment of consumers Based on the results of the study, it is known that in revealing the motives of the perpetrators of criminal fraud with the mode of buying and selling accounts in online games requires a criminological point of view which finally found out that the factors causing the perpetrators to commit fraud crimes are due to low public legal awareness, the lack of adequate facilities, the lack of firmness of law enforcement officials, and a weak security system, then regarding the method carried out, among others, in the form of falsifying proof of transfer, account boosting services, hackback and phishing. The approach method used is normative juridical, the research specification in this research is descriptive analytical, the data collection technique in this research is literature study and the analysis method in this research uses qualitative analysis method.</p> <p><strong>ABSTRAK-</strong> Kemajuan Teknologi menyebabkan terjadinya beraneka ragam kejahatan salah satunya penipuan secara online, dengan berkembangnya zaman modus penipuan pada saat ini menggunakan modus jual beli akun di <em>game online</em>. Penipuan dengan modus jual beli akun di <em>game online</em> ini secara kaidah pidana berbeda dengan penipuan pada umumnya dalam KUHP, namun menggunakan kaidah pidana dalam Undang-Undang ITE. Penipuan dengan jual beli akun di <em>game online</em> ini sudah beberapa kali terjadi di wilayah Indonesia. Sehingga untuk melihat upaya penanggulangan tindak pidana penipuan jual beli akun di <em>game online</em> ini tidak hanya bisa berdasarkan kacamata hukum pidana, tapi juga harus dilihat secara kajian kriminologi. Kajian kriminologi berguna untuk menjabarkan secara menyeluruh, sehingga kejahatan jual beli akun di <em>game online</em> dapat ditangani secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan maraknya <em>cybercrime</em> yang utamakan pada kejahatan penipuan jual beli akun di <em>game online</em>, efektivitas penegakan hukum dalam upaya penanggulangan tindak pidana <em>cybercrime</em>, serta kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam upaya penanggulangannya. Kemudian mengungkap modus operandi yang dilakukan oleh pelaku dalam melakukan penipuan jual beli akun <em>game online</em>, melalui media internet ini menjadikan&nbsp; adanya suatu celahdan kelemahan dimana hal tersebut tidak diketahui oleh konsumen, pelaku akan menjerumuskan korban untuk mengikuti modus operandi yang telah direncanakan oleh pelaku conothnya mengambil kembali akun game yang sudah dijual sehingga merugikan konsumen Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam mengungkap motif pelaku tindak pidana penipuan dengan modus jual beli akun di <em>game online</em> membutuhkan sudut pandang kriminologi yang akhirnya diketahui faktor penyebab pelaku melakukan kejahatan penipuan ialah dikarenakan rendahnya kesadaran hukum masyarakat, kurangnya fasilitas yang memadai, kurang tegasnya aparat penegak hukum, dan sistem keamanan yang lemah, kemudian mengenai modus operandi yang dilakukan antara lain dalam bentuk pemalsuan bukti transfer, jasa boosting akun, <em>hackback</em> dan <em>phising</em>. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini studi kepustakaan serta metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9804 Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Provinsi Aceh Ditinjau dari Hukum Pidana Nasional dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat 2024-03-19T09:16:29+08:00 Dekia Celsa Madila dekiacmadila@gmail.com Fariz Farrih Izadi farizizadii@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Sexual violence is a form of crime that insults and tarnishes human dignity. The national criminal law regulates provisions regarding sexual violence in Law Number 12 of 2022 with 9 (nine) types of sexual violence. The Qanun Jinayat regulates 2 (two) types of sexual violence. The formulation of the problem in this research includes: What are the differences in the types of criminal acts of sexual violence in the national criminal law and Aceh Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law and what forms of accountability exist for perpetrators of sexual violence crimes in terms of the national criminal law and Aceh Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law. The goal is to find out what has been described in the formula. The research method used is a normative juridical method with a qualitative approach. The results of this research are Law no. 12 of 2022 accommodates 9 (nine) types of sexual violence with levels of punishment that depend on the consequences obtained by the victim. Meanwhile, Qanun Jinayat is only limited to regulating sexual harassment and rape, the elements of which are in harmony with those in Islamic law. Regarding the form of accountability for perpetrators of sexual violence, the national criminal law and Qanun Jinayat have differences in the objectives of the punishment.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Kekerasan seksual merupakan suatu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan. Hukum pidana nasional mengatur ketentuan mengenai kekerasan seksual dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2022 dengan 9 (sembilan) jenis kekerasan seksual. Adapun Qanun Jinayat mengatur 2 (dua) jenis kekerasan seksual. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: Bagaimana perbedaan jenis tindak pidana kekerasan seksual dalam hukum pidana nasional dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat serta Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku tindak pidana kekerasan seksual ditinjau dari hukum pidana nasional dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa yang telah diuraikan pada rumusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu Undang – Undang No. 12 Tahun 2022 mengakomodir 9 (sembilan) jenis kekerasan seksual dengan kadar hukuman yang bergantung pada akibat yang didapat oleh korban. Sedangkan, Qanun Jinayat hanya terbatas mengatur jarimah pelecehan seksual dan pemerkosaan yang mana unsur – unsurnya memiliki keselarasan dengan yang ada dalam syari’at Islam. Adapun mengenai bentuk pertanggungjawaban pelaku kekerasan seksual dari hukum pidana nasional dan Qanun Jinayat memiliki perbedaan dalam tujuan pemidanaanya.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9806 Pengawasan Asas Netralitas Aparatur Sipil Negara pada Masa Pemilihan Umum 2024 Pasca Dihapuskannya Komisi Aparatur Sipil Negara dalam Pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara 2024-03-19T09:16:29+08:00 M. Fahmi Muwahid fahmimuwahid457@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Netralitas Aparatur Sipil Negara merupakan salah satu asas penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN didasarkan pada asas netralitas, “asas netralitas” adalah bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun, dalam rangka penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, netralitas ASN menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Hal ini mengingat bahwa Pemilu merupakan momen penting dalam demokrasi yang harus berjalan secara demokratis dan bebas dari intervensi pihak manapun. Namun, dalam revisi UU ASN yang disahkan pada tanggal 3 Oktober 2023, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang sebelumnya menjadi lembaga pengawas netralitas ASN dihapuskan ditengah masa pemilihan Umum 2024. Metode penelitian ini adalah Yuridis Normatif yang bersumber utama dari data sekunder dibantu data primer sebagai tambahan dan penelitian ini berisifat deskriptif analitis yang bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diteliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Masa Pemilihan Umum 2024 dilaksanakan sesuai dengan SKB 5 K/L Nomor 2 Tahun 2022. Implikasi dari dihapuskannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berpotensi meningkatnya pelanggaran netralitas ASN, Hal tersebut karena pemindahan tugas pengawasan ASN kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang merupakan jabatan politik sehingga sangat rawan sekali potensi politisasi terhadap pegawai ASN.</p> <p><strong>Abstract</strong>. Neutrality of the State Civil Service is one of the important principles in the administration of democratic government. This is confirmed in Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus that the implementation of ASN policies and management is based on the principle of neutrality, the "principle of neutrality" is that every ASN employee does not take sides from any form of influence and does not take sides with anyone's interests, in In order to hold the 2024 General Election (Pemilu), the neutrality of ASN is one of the things that needs to be considered. This is because elections are an important moment in democracy which must run democratically and free from interference from any party. However, in the revision of the ASN Law which was passed on October 3 2023, the State Civil Apparatus Commission (KASN), which was previously the ASN neutrality monitoring institution, was abolished in the middle of the 2024 general election. This research method is Normative Juridical which is primarily sourced from secondary data assisted by primary data In addition, this research contains an analytical descriptive nature which aims to obtain answers to the problems studied using qualitative descriptive methods. The results of this research are that supervision of the neutrality of the State Civil Apparatus during the 2024 General Election is carried out in accordance with SKB 5 K/L Number 2 of 2022. The implications of the abolition of the State Civil Apparatus Commission (KASN) have the potential to increase violations of ASN neutrality, this is due to the transfer of duties ASN supervision of Civil Service Development Officers (PPK) which is a political position so that it is very vulnerable to the potential for politicization of ASN employees.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9807 Tinjauan Penerepan Prinsip Tanggung Jawab Negara dalam Kasus Spartly Island antara Filipina dan China 2024-03-19T09:16:29+08:00 Ikhwan Ahmad Fiqqih ikhwanahmad7@gmail.com Irawati hirawati@unisba.ac.id <p>China's territorial claim over the Spratly Islands, particularly concerning its rich natural resources and escalating military activities, has created tension in the region, notably affecting the sensitivity of the Philippines. The legal actions taken by the Philippines in the International Tribunal, based on UNCLOS, resulted in a verdict affirming the lack of legal basis for China's claims and denying China any entitlement to an Exclusive Economic Zone within the Spratly Islands. Moreover, it was found that China had damaged the ecosystem in the Spratly Islands through activities such as overfishing and the construction of artificial islands. Despite the binding nature of the ruling, China has refused to accept or respect it. This research explores the implications arising from China's rejection of the ruling on the integrity of international maritime law, which has become an integral part (jus cogens). UNCLOS, as a crucial milestone in territorial sovereignty delineation, reinforces legal principles above a nation's economic or political strength. China, as a signatory to UNCLOS, has ratified this convention, yet its post-verdict stance raises questions about its consistency in adhering to widely recognized principles.The principle of responsibility for the violation of agreements can be applied in the context of China's rejection of the court's decision, where China is one of the participating countries and has ratified UNCLOS. As a participating state in the Convention, China is formally obligated to comply with the provisions of the convention based on the principle of Pacta Sunt Servanda and good faith. The Arbitration Court, as stipulated in UNCLOS, has jurisdiction, embodied as a compromissory clause or a specific arbitration clause, in case of disputes regarding the interpretation and application of the convention among the parties. This jurisdiction empowers the court to settle disputes that arise. As a dispute resolution institution, the arbitration court has the authority to decide on the disputes brought before it. The decisions issued by the arbitration are final and binding on all parties involved.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Klaim territorial China terhadap Pulau Spratly, terutama dalam konteks sumber daya alam yang kaya, serta aktivitas militer yang terus meningkat, telah menciptakan ketegangan di kawasan, khususnya menyentuh sensitivitas Filipina. Tindakan hukum Filipina di Mahkamah Arbitrase Internasional, berdasarkan UNCLOS, menghasilkan putusan yang menegaskan kurangnya landasan hukum dari klaim China dan tidak ada apapun di Kepulauan Spartly yang memberikan Cina hak Zona Ekonomi Ekslusif serta telah merusak ekosistem di Kepulauan Spartly dengan aktivitas seperti penangkapan ikan berlebihan dan menciptakan pulau buatan. Meski putusan tersebut mengikat, China menolak untuk menerima dan menghormatinya.Penelitian ini menggali implikasi yang muncul dari penolakan China terhadap putusan tersebut terhadap kehormatan hukum laut internasional yang telah menjadi bagian integral (jus cogens). UNCLOS, sebagai tonggak penting dalam pembagian kedaulatan teritorial, menegaskan prinsip hukum di atas kekuatan ekonomi atau politik suatu negara. China, sebagai negara peserta UNCLOS, telah meratifikasi konvensi ini, namun sikapnya pasca-putusan menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi pelaksanaannya terhadap prinsip-prinsip yang diakui secara luas.Prinsip tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian dapat diterapkan dalam konteks kasus Penolakan China terhadap putusan mahkamah, yang mana China merupakan salah satu negara peserta dan telah meratifikasi UNCLOS, maka sebagai negara peserta Konvensi China berkewajiban secara formal untuk mematuhi isi ketentuan konvensi didasarkan dengan Asas Pacta Sunt Servanda dan itikad baik (good faith). Mahkamah Arbitrase sebagaimana ketentuan UNCLOS memiliki yuridiksi, yang tertuang sebagai clause compromissiore atau klausula tambahan arbitrase yang bersifat khusus, apabila timbul sengketa mengenai interpretasi penerapan konvensi antara para pihak. Yuridiksi tersebut memberikan mahkamah kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Sebagai lembaga penyelesaian sengketa mahkamah arbitrase memiliki kedudukan untuk memutuskan sengketa yang diajukan kepadanya. Keputusan yang dikeluarkan arbitrase tersebut bersifat final dan mengikat bagi semua pihak yang terlibat</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9809 Promblematika Pencegahan dan Penangan Tindakan Perundungan di Lingkungan Sekolah Mengacu pada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 2024-03-19T09:16:29+08:00 Giyo Sastra Manggali giyosastra2002@gmail.com Abdul Rohman abdul.rohman@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRAK:</strong> Perundungan di lingkungan sekolah merupakan isu serius yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada siswa, baik secara fisik maupun psikologis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis problematika pencegahan dan penanganan tindakan perundungan di lingkungan sekolah dengan merujuk pada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus di beberapa sekolah. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen terkait kebijakan pencegahan dan penanganan perundungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa masalah dalam implementasi kebijakan tersebut, termasuk keberwenangan tim pencegah dan penanganan kekerasan di sekolah yang menjadikan hambatan dalam melaksanakan program pencegahan. Hasil penelitian yang di peroleh dari wawancara dengan bidang kesiswaan di sekolah menunjukkan adanya beberapa masalah dalam implementasi kebijakan tersebut, salah satunya yaitu kurangnya sosialisasi mengenai adanya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah dan hal ini menjadikan hambatan dalam melaksanakan program pencegahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa problematika dalam pencegahan dan penanganan tindakan perundungan di lingkungan sekolah seperti kurangnya sosialisasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 kepada seluruh warga sekolah dan kurangnya koordinasi antara pemerintah, sekolah dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan tindakan perundungan di lingkungan sekolah. Pada penelitian ini juga mengusulkan perbaikan kebijakan dan tindakan konkret untuk meningkatkan efektivitas pencegahan serta penanganan perundungan di lingkungan sekolah, sesuai dengan ketentuan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023.</p> <p><strong>ABSTRACT: </strong>Bullying in the school environment is a serious issue that has the potential to have a negative impact on students, both physically and psychologically. The purpose of this study is to analyze the problems of preventing and handling bullying in the school environment with reference to Permendikbudristek Number 46 of 2023. This research uses a qualitative method with a case study approach in several schools. Data were obtained through interviews, observations, and document analysis related to bullying prevention and handling policies. The results showed that there were several problems in implementing the policy, including the authority of the violence prevention and handling team at school which made obstacles in implementing the prevention program. Research results obtained from interviews with the field of student affairs at school show that there are several problems in implementing the policy, one of which is the lack of socialization regarding the existence of Permendikbudristek Number 46 of 2023 concerning the prevention and handling of violence in schools and this makes obstacles in implementing prevention programs. The results showed that there were several problems in preventing and handling bullying in the school environment such as the lack of socialization of Permendikbudikristek Number 46 of 2023 to all school members and the lack of coordination between the government, schools and law enforcement officials in preventing and handling bullying in the school environment. This study also proposes policy improvements and concrete actions to increase the effectiveness of preventing and handling bullying in the school environment, in accordance with the provisions of Permendikbudikristek Number 46 of 2023.</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9810 Penegakan Hukum Tindak Pidana Money Politic oleh Partai pada Pemilihan Umum Ditinjau dari Undang Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum 2024-03-19T09:16:27+08:00 Malvin Muhamad Dicaprio malvindicaprio.md@gmail.com Edi Setiadi rektorunisba17@gmail.com <p style="font-weight: 400;">ABSTRAK-Penelitian ini berfokus kepada penegakan hukum terhadap tindak pidana <em>money politic</em> yang dilakukan oleh partai ditinjau dari Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum, terdapat kesalahan dari Bawaslu dalam mengambil keputusan terhadap kegiatan membagikan uang di Masjid menggunakan amplop berlogo partai. Tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi bagaimana penyelesaian tindak pidana <em>money politic</em> ditinjau dari Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan melalui pendekatan perundang-undangan dan menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknis studi litelatur. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat kesalahan dalam pengambilan keputusan penegakan hukum terhadap tindak pidana <em>money politic</em> yang dilakukan oleh partai ditinjau dari Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum yang dilakukan oleh Bawaslu. kegiatan pembagian uang di Masjid terbukti merupakan Tindak Pidana <em>money politic</em> karna memangku kepentingan partai. Bawaslu sebagai pengawas dalam kegiatan berkampanye telah salah dalam mengambil keputusan dengan menyebutkan bahwa kegiatan pembagian uang di Masjid menggunakan amplop berlogo partai bukanlah tindak pidana <em>money politic</em>, sedangkan menurut Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum hal tersebut merupakan tindak pidana <em>money politic</em>. diharapkan kedepannya Bawaslu lebih cermat lagi dalam mengambil keputusan dalam hal yang serupa atau sama.</p> <p style="font-weight: 400;"><em>ABSTRACT-</em><em>This research focuses on law enforcement against criminal acts of money politics committed by parties in terms of Law No. 7 of 2017 concerning general elections. There was an error by Bawaslu in making a decision regarding the activity of distributing money at mosques using envelopes with party logos. The aim of this research is to provide information on how to resolve money politics crimes in terms of Law No. 7 of 2017 concerning general elections. This research method uses a normative juridical method, using a statutory approach and using data collection techniques using literature study techniques. This research proves that there are errors in law enforcement decisions regarding money politics crimes committed by parties in terms of Law No. 7 of 2017 concerning general elections carried out by Bawaslu. The activity of distributing money at the mosque was proven to be a criminal act of money politics because it served the interests of the party. Bawaslu as the supervisor in campaign activities made the wrong decision by stating that the activity of distributing money in mosques using envelopes with party logos was not a criminal act of money politics, whereas according to Law No. 7 of 2017 concerning general elections this was a criminal act of money politics. It is hoped that in the future Bawaslu will be more careful in making decisions on similar or similar matters.&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;&nbsp;</em></p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9814 Pengambilan Kembali Harta Wakaf oleh Wakif di Kecamatan Cimahi Tengah Ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 2024-03-19T09:16:28+08:00 Raisya Putri Ziad Sakti raisyaputriziad@gmail.com Deddy Effendy deddyeffendy60@yahoo.com <p><strong>Abstrak.</strong> Pelaksanaan wakaf di Indonesia masih terdapat berbagai penyimpangan. Salah satu penyimpangan yang terjadi yaitu terkait pengambilan kembali harta wakaf oleh wakif di Kelurahan Cimahi, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengambilan kembali harta wakaf oleh wakif di Kecamatan Cimahi Tengah ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf serta Akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini, yaitu menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, Pengambilan Kembali Harta Wakaf oleh Wakif baik dari hadis maupun mayoritas para ulama fiqih serta Undang-Undang Wakaf tidak diperbolehkan. Akibat hukum dari pengambilan kembali harta wakaf oleh wakif yaitu dalam Hukum Islam, hukumnya haram, dan wakif akan mendapatkan dosa yang besar, selain itu menimbulkan harta wakaf seolah-olah bukan merupakan harta wakaf, dan lepas dari hak seorang nazir untuk mengelola. Adapun menurut Undang-Undang Wakaf, akibat hukumnya, wakif tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melanggar Pasal 40 Undang-Undang Wakaf sehingga dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.</p> <p><strong><em>Abstract.</em></strong> <em>The implementation of waqf in Indonesia still has various irregularities. One of the irregularities that occurred was related to the taking back of waqf property by waqif in Cimahi Village, Cimahi Tengah District, Cimahi City. This study aims to determine the retrieval of waqf assets by waqifs in Cimahi Tengah District in terms of Islamic Law and Law Number 41 of 2004 concerning Waqf and its legal consequences. The research method used by the author in this research, namely using a normative juridical approach method Based on the results of the research, the taking back of waqf property by the waqif both from the hadith and the majority of fiqh scholars and the Waqf Law is not allowed. The legal consequences of taking back waqf property by the waqif are that in Islamic Law, the law is forbidden, and the waqif will get a big sin, besides that it creates waqf property as if it is not waqf property, and escapes the right of a nazir to manage it. As for the Waqf Law, the legal consequences are that the wakif has committed an unlawful act by violating Articles 40 of the Waqf Law so that he can be subject to criminal sanctions with imprisonment as stipulated in Article 67 of Law Number 41 of 2004 concerning waqf.</em></p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9815 Analisis Yuridis Putusan Bebas terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap Anak 2024-03-19T09:16:28+08:00 Ulya Nadhira Putri ulyanadira44@gmail.com Dian Alan Setiawan dian.alan@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRACT-</strong>Cases of sexual violence against children often occur in society. One form of criminal sexual violence is rape. Rape is when a man forces a woman to have sexual relations outside of marriage using violence. In criminal law, the act of rape is regulated in Book Two (II) Chapter the legal phenomenon under study. This research also uses a normative juridical approach. Normative juridical approach, namely a way of researching legal research carried out on library materials. This research aims to evaluate the judge's considerations in deciding cases in Decision Number 254/Pid.sus/2023/PN Mks) and to determine legal protection for child victims of sexual violence. The act of rape is regulated in Book Two (II) Chapter PN Mks is not quite right.</p> <p><strong>ABSTRAK- </strong>Kasus pelecehan seksual mempengaruhi banyak anak di masyarakat, salah satu bentuk pelecehan seksual adalah penegakan hukum. Penelitian ini fokus pada penelitian hukum empiris dengan menggunakan KUHP dan pasal 35 Tahun 2014. Metodenya meliputi penjelasan rinci terhadap fenomena hukum yang diteliti dan menggunakan pendekatan yurisprudensi normatif. Kajian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi potensi kerugian dari pelanggaran SK Nomor 254/Pid.sus/2023/PN Mks dan memahami dampak hukum terhadap anak yang mengalami pelecehan seksual<strong>. </strong></p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9823 Pemutusan Hubungan Diplomatik Antara Iran dengan Albania Terkait Adanya Kasus Serangan Siber Ditinjau Dari Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan Diplomatik 2024-03-19T09:16:27+08:00 Azizah Dzakiah Nurhakiki azizah.nurhakiki@gmail.com Mohammad Husni Syam husnisyam@gmail.com <p><strong>Abstrak.</strong>&nbsp;Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain. Hukum Internasional mengkoordinasi dan memfasilitasi kerjasama antar negara negara yang saling tergantung satu sama lain. Praktik Hukum Internasional tidak dapat terpisahkan dari masalah diplomasi, politik dan sikap, pola atau kebijakan hubungan luar negeri. Metode Pendekatan Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum dan data sekunder melalui inventarisasi hukum positif. Penelitian hukum yuridis normatif adalah suatu pendekataan yang mengkaji, menguji dan menerapkan asas-asas hukum serta prinsip-prinsip umum hukum internasional. Konvensi Wina 1961 mencakup aspek hukum diplomatik sebagai ketetapan hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik yang didasarkan pada kesepakatan dan diatur dalam instrument hukum sebagai kodifikasi kebiasaan dan kemajuan hukum internasional. Pasal 2 Konvensi Wina 1961 membentuk dasar hubungan diplomatik, yang menetapkan bahwa ikatan diplomatik dan tugas permanen harus dibentuk. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa: Konvensi Wina 1961 tidak mengatur bagaimana hubungan diplomatik antara Iran dan Albania dapat diputuskan. Sementara itu, aturan kebiasaan internasional menentukan bagaimana hubungan perjanjian internasional berakhir.</p> <p><strong>Kata kunci: </strong><em>hubungan diplomatik, perjanjian internasional, negara. </em></p> <p><strong>Abstract. </strong>International law is the overall rules and principles governing relationships or issues that cross state borders between states and states, states and other non-state legal subjects or non-state legal subjects with each other. International Law coordinates and facilitates cooperation between states that are interdependent on each other. The practice of International Law cannot be separated from the problems of diplomacy, politics and attitudes, patterns or policies of foreign relations. Approach Method The research method used by the author in this legal research is to use a normative juridical approach method, namely research on legal principles and secondary data through an inventory of positive law. Normative juridical legal research is an approach that examines, tests and applies legal principles and general principles of international law. The 1961 Vienna Convention covers aspects of diplomatic law as an international legal provision governing diplomatic relations based on agreements and regulated in legal instruments as a codification of customs and international legal progress. The basis of diplomatic relations is Article 2 of the 1961 Vienna Convention, which stipulates that diplomatic ties and permanent duties must be established. Based on the above description, it can be concluded that: The 1961 Vienna Convention does not regulate the procedure for the termination of diplomatic relations between Iran and Albania. Meanwhile, customary international law determines the termination of diplomatic relations.</p> <p><strong>Keywords: </strong><em>diplomatic relations, international agreements, states.</em></p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9824 Implementasi Penegakan Hukum Pidana dalam Program E-Tilang untuk Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Berlalu Lintas di Kota Bandung 2024-03-19T09:16:09+08:00 Yudha Wino Prihandoko pyudhawino@gmail.com Dini Dewi Heniarti diniheniarti@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Kesadaran hukum masyarakat dalam berlalu lintas memiliki peranan penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban di jalan raya. Dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum tersebut, Pemerintah Kota Bandung telah mengimplementasikan program E-Tilang. Program ini merupakan digitalisasi proses tilang yang memanfaatkan teknologi kamera CCTV untuk mendeteksi pelanggaran lalu lintas. Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi penegakan hukum pidana dalam program E-Tilang di Kota Bandung dan dampaknya terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam berlalu lintas.</p> <p><strong><em>ABSTRACK </em></strong></p> <p><em>Public legal awareness in traffic plays an important role in maintaining security and order on the road. In an effort to increase legal awareness, the Bandung City Government has implemented the E-Tilang program. This program is a digitization of the ticketing process that utilizes CCTV camera technology to detect traffic violations. This thesis aims to evaluate the implementation of criminal law enforcement in the E-Tilang program in Bandung City and its impact on public legal awareness in traffic.</em></p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10138 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS TINDAKAN PENYEBARAN KONTEN PORNOGRAFI MELALUI WEBSITE KELAS BINTANG DALAM KASUS RUMAH PRODUKSI FILM PORNO DAN UPAYA PENGAWASANNYA 2024-03-19T09:16:13+08:00 Silvia Nurul Fatimah 10040020056 silvianurul58@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Dalam era digital yang semakin berkembang, penyebaran konten pornografi melalui internet, khususnya melalui <em>website</em> kelas bintang, telah menjadi isu yang mendesak dan menimbulkan tantangan hukum yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan menganalisis masalah pertanggungjawaban pidana yang terkait dengan pelibatan rumah produksi film porno, para pelaku penyebar konten, dan upaya pengawasan pemerintah. Penelitian ini mengidentifikasi masalah pertanggungjawaban pidana yang melibatkan berbagaipihak yang terlibat dalam industri film porno, termasuk produser, aktor, dan penyebar konten.&nbsp; Penelitian ini juga membahas upaya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap aktivitas penyebaran konten pornografi. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan dan studi kasus untuk memahami implementasi hukum dalam konteks nyata, penelitian ini menyelidiki berbagai aspek tanggung jawab hukum para pelaku serta kendala dan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengawasi dan mengendalikan penyebaran konten pornografi di dunia maya. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang aspek-aspek hukum yang terlibat dalam tindakan penyebaran konten pornografi melalui <em>website</em> kelas bintang. Selain itu, penelitian ini menawarkan wawasan terkait upaya-upaya konkret yang dapat diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan mengatasi masalah ini secara efektif. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan penyebaran konten pornografi di era digital saat ini.</p> <p><strong>Kata Kunci: Pornografi, <em>Cybercrime</em>, Pertanggungjawaban Pidana.</strong></p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p><strong><em>Abstract. </em></strong><em>In the growing digital era, the dissemination of pornographic content through the internet, especially through star-class websites, has become an urgent issue and poses complex legal challenges. This research aims to explore and analyze criminal liability issues related to the involvement of pornographic film production houses, content disseminators, and government supervision efforts. This research identifies criminal liability issues involving various parties involved in the pornographic film industry, including producers, actors, and content disseminators.&nbsp; It also discusses the government's supervision of pornographic content dissemination activities. Using a normative approach to relevant legislation and case studies to understand the implementation of the law in a real context, this research investigates various aspects of the legal liability of the perpetrators as well as the constraints and challenges faced by the government in supervising and controlling the spread of pornographic content in cyberspace. The results of this research provide an in-depth understanding of the legal aspects involved in the act of disseminating pornographic content through star-class websites. In addition, it offers insights into the concrete measures that can be taken by the government to improve surveillance and effectively address this issue. As such, this research makes an important contribution to our understanding of the legal aspects relating to the dissemination of pornographic content in today's digital age.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Pornography, Cybercrime, Criminal Liability.</em></strong></p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9830 Perlindungan Hukum bagi Pemilik Merek Stussy atas Peniruan Merek oleh Pelaku Usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis 2024-03-19T09:16:28+08:00 Rizal Wiranata rizalwiranata070@gmail.com Neni Sri Imaniyati neni.sri@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRAK: </strong>Perkembangan kegiatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang signifikan. Perkembangan tersebut memberi kesempatan kepada pelaku usaha menggunakan reputasi dari merek yang sudah terkenal guna mendapatkan keuntungan dengan cara memperdagangkan barang tiruan dengan tujuan keuntungan pribadi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami tentang pengaturan perlindungan merek dari pelanggaran merek dalam bentuk peniruan merek dan untuk memahami tentang bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik merek terdaftar dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini bahwa perlindungan preventif hak atas merek melalui mekanisme pengajuan permohonan pendaftaran, penolakan merek, dan pencabutan merek. Perlindungan hukum represif diberikan apabila telah terjadi pelanggaran hak atas Merek melalui proses penegakan hukum melalui gugatan perdata berupa ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut atau gugatan pidana kepada Pengadilan Niaga.</p> <p><strong><em>ABSTRACT: </em></strong><em>The development of trade in goods and services in Indonesia in recent years has increased significantly. This development provides an opportunity for business actors to use the reputation of a well-known trademark to gain profits by trading counterfeit goods with the aim of personal gain. This study aims to understand the regulation of trademark protection from trademark infringement in the form of trademark imitation and to understand the form of legal remedies that can be taken by registered trademark owners in connection with Law Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analysis research specifications. This research data is collected by literature study using secondary data and data analysis used is qualitative juridical. The result of this research is that the preventive protection of trademark rights through the mechanism of filing an application for registration, refusal of trademark, and revocation of trademark. Repressive legal protection is provided if there has been an infringement of rights to the Trademark through the process of law enforcement through a civil lawsuit in the form of compensation and / or cessation of all acts related to the use of the Trademark or criminal lawsuit to the Commercial Court.</em></p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9826 Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di PT Timah Persero Tbk untuk Menyediakan Pelayanan Pendidikan Masyarakat Bangka Belitung sebagai Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahu 2024-03-19T09:16:26+08:00 Razaqa Dhafin Zumirrqof 10040020047@unisba.ac.id Ratna Januarita ratna.januarita@unisba.ac.id Jejen Hendar jejen.hendar@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> Corporate Social Responsibility (CSR) means a company's commitment to contribute to the welfare of society. CSR obligations are contained in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 47 of 2012 concerning Social and Environmental Responsibility of Limited Liability Companies (PP Social and Environmental Responsibility of PT). Bangka Belitung Province (Babel) has a problem in education, namely the top dropout rate in Indonesia in 2022. PT Timah Persero Tbk (PT Timah) implements CSR obligations in the aspect of education. This research uses normative juridical method. The objectives of this research are to: (1) explain the regulation of CSR in Babel in relation to Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (UUPT); (2) explain the implementation of CSR by PT Timah to provide education services in Babel in relation to the PP on Social and Environmental Responsibility of PT. The results of this study: (1) CSR regulations in Babel are regulated in the Bangka Belitung Islands Province Regional Regulation Number 7 of 2012 concerning Corporate Social and Environmental Responsibility which refers to the UUPT, the regional regulation is more specific in regulating CSR compared to the UUPT, especially in the aspect of regulating funds and guidelines for CSR programs. (2) The implementation of CSR by PT Timah in the aspect of education is rated well, but there is no data disclosure regarding the implementation of the scholarship program by PT Timah, so the public cannot evaluate and analyze the data to develop things that have the opportunity to provide benefits.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) artinya komitmen perusahaan untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Kewajiban TJSP terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT). Provinsi Bangka Belitung (Babel) bermasalah di bidang pendidikan yaitu tingkat putus sekolah teratas di Indonesia dalam tahun 2022. PT Timah Persero Tbk (PT Timah) melaksanakan kewajiban TJSP pada aspek pendidikan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menjelaskan pengaturan TJSP di Babel dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT); (2) menjelaskan implementasi TJSP oleh PT Timah untuk menyediakan pelayanan pendidikan di Babel dihubungkan dengan PP Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT. Hasil penelitian ini: (1) Peraturan TJSP di Babel diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan yang mengacu pada UUPT, Perda tersebut lebih spesifik mengatur TJSP dibandingkan dengan UUPT khususnya pada aspek pengaturan dana dan pedoman program TJSP. (2) implementasi TJSP oleh PT Timah pada aspek pendidikan ternilai baik, namun tidak ada keterbukaan data mengenai pelaksanaan program beasiswa oleh PT Timah, sehingga publik tidak bisa mengevaluasi dan menganalisis data untuk mengembangkan hal-hal yang berpeluang memberikan kebermanfaatan.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9827 Perlindungan Hukum bagi Pencipta Ilustrasi Komik Digital yang Diunggah Kembali Tanpa Izin Melalui Aplikasi Tiktok Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 2024-03-19T09:16:26+08:00 Fatma Az-zahra fatmaazzahra1501@gmail.com Neni Sri Imaniyati neni.sri@unisba.ac.id Muhammad Ilman Abidin muhammadilmanabidin@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong><br><em>The ease of accessing things via the internet is often misused by irresponsible people for personal gain. Such as the phenomenon of re-uploading digital comic illustration works through the TikTok application without the permission of the relevant parties which causes losses to the creator. This study aims to determine the legal protection for creators of digital comic illustrations that are uploaded again without permission through the TikTok application based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and to understand the legal remedies that can be taken by creators in the event that their digital comic illustration works are uploaded again without permission through the TikTok application based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analysis research specifications. The research data was collected by literature/literature study using secondary data and the data analysis used was qualitative juridical. The result of this research is that preventive legal protection is given automatically to the creator of digital comic illustrations after his work is declared and published in accordance with Article 1 Paragraph (1) UUHC. Repressive legal protection is regulated in Article 54 of the UUHC in the form of final penalties such as fines, imprisonment, and additional penalties imposed after a dispute or violation occurs. Legal remedies taken in the event of a dispute are based on Article 95 UUHC through the Commercial Court litigation route and non-litigation route through alternative dispute resolution and arbitration institutions.</em></p> <p><br><strong>Abstrak</strong><br>Kemudahan mengakses sesuatu melalui internet sering kali disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab demi keuntungan pribadi. Seperti fenomena pengunggahan kembali karya ilustrasi komik digital melalui aplikasi TikTok tanpa izin pihak terkait yang menimbulkan kerugian bagi pencipta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum perlindungan hukum bagi pencipta ilustrasi komik digital yang diunggah kembali tanpa izin melalui aplikasi TikTok berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta dalam hal hasil karya ilustrasi komik digitalnya diunggah kembali tanpa izin melalui aplikasi TikTok berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Hasil dari penelitian ini bahwa perlindungan hukum secara preventif diberikan secara otomatis kepada pencipta ilustrasi komik digital setelah hasil karyanya dideklarasikan dan dipublikasikan sesuai dengan Pasal 1 Ayat (1) UUHC. Perlindungan hukum secara represif diatur dalam Pasal 54 UUHC yang berupa hukuman akhir seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang dijatuhkan setelah perselisihan atau pelanggaran terjadi. Upaya hukum yang dilakukan apabila terjadi sengketa yaitu berdasarkan Pasal 95 UUHC melalui jalur litigasi Pengadilan Niaga serta jalur non-litigasi melalui alternatif penyelesaian sengketa dan lembaga arbitrase.<br><br><strong>Kata Kunci</strong>: <em>Perlindungan Hukum, Komik Digital, TikTok</em></p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9828 Tinjauan Yuridis terhadap Klinik Kecantikan Tanpa Izin Praktik Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 2024-03-19T09:16:26+08:00 M Gulfie Agung Majid muhammadgulfie@gmail.com Ade Mahmud ade.mahmud@unisba.ac.id <p>ABSTRACT- <em>Beauty clinics are one of the facilities that many people are interested in taking care of their personal beauty. However, not all beauty clinics have a valid practice license. This can pose risks to society, such as medical malpractice. This research aims to examine the juridical review of beauty clinics without practice permits which are linked to Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practices in conjunction with Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. This is because beauty clinic practice is a medical practice that must be carried out by health workers who have the competence and license to practice. Article 28 paragraph (1) of Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practice states that medical practice can only be carried out by health workers who have competence and a practice permit. This can be done by increasing socialization and law enforcement against beauty clinic practices without a practice license. This research uses a descriptive method, which means it provides a detailed description of the case.</em></p> <p>ABSTRAK- Klinik kecantikan merupakan salah satu sarana yang banyak diminati oleh masyarakat untuk merawat kecantikan diri. Namun, tidak semua klinik kecantikan memiliki izin praktek yang sah. Hal ini dapat menimbulkan risiko bagi masyarakat, seperti terjadinya malpraktik kedokteran. Penelitian ini menggunakan Metode Deskriptif yang berarti memberikan gambaran rinci tentang kasus tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tinjauan yuridis terhadap klinik kecantikan tanpa izin praktek yang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini dikarenakan praktik klinik kecantikan merupakan praktik kedokteran yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan izin praktek. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa praktik kedokteran hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan izin praktek. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sosialisasi dan penegakan hukum terhadap praktik klinik kecantikan tanpa izin praktek.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9831 Ketentuan Pemberian Izin Usaha Penambangan Nikel berdasarkan Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Implementasinya di Kabupaten Konawe Kepulauan Provinsi Sulawesi Tenggara 2024-03-19T09:16:25+08:00 Salsabila Khansha Salsabilakhansha@gmail.com Frency Siska frencysiska@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRACT</strong></p> <p>Every individual has the right to enjoy physical and mental well-being, have decent housing, and live in a healthy environment in accordance with the 1945 Constitution. The right to protect and preserve nature has been regulated by laws oriented toward the interests of nature. The importance of nature lies in the obligation to preserve it. Despite Indonesia, especially Southeast Sulawesi, being rich in mineral resources such as nickel, the management of natural resources must comply with environmental laws and regulations. Coastal areas and small islands, including Wawonii Island, need to be preserved. However, the granting of mining permits on Wawonii Island has previously resulted in negative impacts on the local environment and community. The nickel mining company, PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), resumed operations on Wawonii Island in 2018, creating controversy by violating regulations, such as the prohibition of mineral mining on small islands that could harm the environment and surrounding communities. The local government of Konawe Regency issued a Regional Regulation (Perda) supporting mining activities, despite conflicting with higher legal regulations. The impacts of PT GKP's activities, such as water pollution, have led to a clean water crisis, forcing residents to buy bottled water. Residents filed a lawsuit in the Administrative Court (PTUN) Kendari, and the Supreme Court (MA) annulled the Regional Regulation supporting mining on Wawonii Island. Nevertheless, PT GKP filed a judicial review against Law No. 27/2007, which prohibits mining activities on small islands. This research aims to analyze the provisions for granting nickel mining business permits in the coastal areas of Konawe Regency based on the Environmental Protection and Management Law. Additionally, the study aims to analyze criminal accountability for damage to water sources on the coastal areas due to nickel mining activities, based on the Environmental Protection and Management Law. The research results are expected to contribute both theoretically and practically. Theoretically, the research is expected to contribute to scientific knowledge, especially in the context of granting mining permits on small islands. Practically, the research findings are expected to serve as a foundation for local governments, mining companies, and communities to understand and address the environmental damage resulting from nickel mining activities in Konawe Regency.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9892 Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Peretasan Data Pribadi Nasabah BPJS Kesehatan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi 2024-03-19T09:16:23+08:00 Putri Regina Andar Yogi Tuna tputriregina@gmail.com Eka Juarsa eka.juarsa@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> <em>The utilization of technological advancements aims to improve the effectiveness and efficiency of public services, educate the nation, and provide opportunities for everyone to advance their ideas and abilities through the use of technology. However, behind the increasingly advanced and developed technology, technology not only has a positive impact on society but also negative impacts that cannot be separated from the use of technology itself. In 2021, the government through the Ministry of Health created the e-HAC or Electronic Health Alert Card application and made it mandatory for all people traveling outside the city to register. However, on July 15, 2021, there was a leak of personal data originating from e-HAC that had been hacked. The leaked personal data ranged from National Identity Numbers (NIK), telephone numbers, as well as details regarding COVID-19 test results and a number of places visited. In Indonesia, there is Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection which regulates the protection of personal data, control of personal data, processing of personal data, sanctions, and procedures for resolving disputes and legal proceedings related to personal data protection. The perpetrators of hacking and dissemination of personal data of BPJS Kesehatan customers can be charged under Article 65 Paragraph (1) in conjunction with Paragraph (2) in conjunction with Paragraph (3) with the criminal provisions of each article being a maximum of 5 (five) years imprisonment and a maximum fine of IDR 5,000,000,000.00 (five billion rupiahs), a maximum of 4 (four) years imprisonment and a maximum fine of IDR 4,000,000,000.00 (four billion rupiahs), and a maximum of 5 (five) years imprisonment and a maximum fine of IDR 5,000,000,000.00 (five billion rupiahs). Therefore, the author is interested in conducting research with the aim of knowing and understanding law enforcement and criminal responsibility against perpetrators of personal data hacking of BPJS Kesehatan customers based on Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. The research method used is a normative juridical approach, with a descriptive analysis research type, data collection techniques through library research, and qualitative analysis methods.</em></p> <p><strong>Abstrak.</strong> Pemanfaatan kemajuan teknologi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, mencerdaskan kehidupan bangsa, membuka kesempatan yang luas bagi setiap orang memajukan pikiran dan kemampuan dengan pemanfaatan teknologi dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, dibalik semakin maju dan berkembangnya teknologi ini, teknologi tidak hanya memberikan dampak positif bagi masyarakat melainkan juga dampak negatif yang tidak luput dari pemanfaatan teknologi itu sendiri. Pada Tahun 2021 pemerintah melalui kemenkes membuat aplikasi e-HAC atau <em>Electronic Health Alert Card</em> dan mewajibkan seluruh masyarakat yang bepergian ke luar kota wajib mendaftar. Namun pada tanggal 15 Juli 2021, terjadi kebocoran data-data pribadi yang berasal dari e-HAC yang telah diretas. Data-data pribadi yang bocor tersebut mulai dari Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, serta detail mengenai hasil tes COVID-19 dan sejumlah tempat yang dikunjungi. Di Indonesia sendiri, berlaku Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang mengatur tentang perlindungan data pribadi, pengendalian data pribadi, pemrosesan data pribadi, sanksi-sanksi serta tata cara penyelesaian sengketa dan hukum acara yang berkenaan dengan perlindungan data pribadi. Pelaku peretasan dan penyebaran data pribadi nasabah BPJS Kesehatan dapat dijerat kedalam Pasal 65 Ayat (1) juncto Ayat (2) juncto Ayat (3) dengan ketentuan pidana masing-masing pasalnya adalah dengan&nbsp;&nbsp; pidana&nbsp;&nbsp; penjara&nbsp;&nbsp; paling&nbsp;&nbsp; lama&nbsp;&nbsp; 5&nbsp;&nbsp; (lima)&nbsp;&nbsp; tahun&nbsp;&nbsp; denda&nbsp;&nbsp; paling&nbsp;&nbsp; banyak&nbsp;&nbsp; Rp. 5.000.000.000,00 &nbsp;(lima&nbsp; miliar&nbsp; rupiah), pidana&nbsp; penjara&nbsp; paling&nbsp; lama&nbsp; 4&nbsp; (empat)&nbsp; tahun dengan denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah), dan pidana penjara paling lama 5 (lima) dengan denda paling banyak&nbsp; Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami penegakan hukum dan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana peretasan data pribadi nasabah BPJS Kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode pendekatan yuridis normatif, jenis penelitian yang diterapkan deskriptif analisis, teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan, metode analisis kualitatif.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9899 Kedudukan Harta Kekayaan dalam Perkawinan Poligami berdasarkan Perspektif Hukum Islam dan KUH Perdata 2024-03-19T09:16:22+08:00 Widi Restu Anengsih restuwidi225@gmail.com Husni Syawali s3husnisyawali@gmail.com <p><strong>Abstract. </strong>In terms of fulfilling needs as social creatures, humans need a family. Thus, marriage is one of the many goals of human life, both men and women generally yearn for marriage. In marriage, it is appropriate that at the same time, a man only has one woman as his wife, as well as a woman, only has one man as her husband. However, it turns out that besides the principle of monogamy, polygamy and polyandry are also known. Polygamy is a man marrying more than one woman at the same time. However, the Court can give permission to a husband to have more than one wife, this permission is given if polygamy is desired by the parties concerned. In this research, the occurrence of polygamous marriages triggers joint property. Based on Article 119 of the Civil Code, it is stated that from the time a marriage takes place, according to the law there is joint property between husband and wife, as far as this is concerned there are no other provisions in the marriage agreement. Joint assets, as long as the marriage lasts, cannot be eliminated or changed by agreement between the husband and wife. Apart from that, based on Article 94 Paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law, it is stated that joint assets from the marriage of a husband who has more than one wife, each of them is separate and independent. It is necessary to know the cause of equal distribution of joint assets according to the first, second, third and so on wives. Therefore, the author conducted research with the aim of knowing and understanding the position of marital assets in polygamous marriages based on the perspective of Islamic Law and the Civil Code and the responsibility of husband and wife in polygamous marriages regarding marital assets based on Islamic Law and the Civil Code. The research method used is a normative juridical approach, research specifications are analytical descriptive, research data collection techniques are based on literature, and the analysis method is qualitative analysis.</p> <p><strong>Abstrak. </strong>Dalam hal memenuhi kebutuhan sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan adanya suatu keluarga. Dengan demikian perkawinan merupakan salah satu dari banyak tujuan hidup manusia, baik laki-laki maupun perempuan secara umum akan mendambakan sebuah perkawinan. Dalam perkawinan, sudah selayaknya jika pada saat bersamaan, seorang pria hanya memiliki seorang wanita sebagai istrinya, begitupun seorang wanita, hanya memiliki seorang pria sebagai suaminya. Namun ternyata, disamping asas monogami tersebut, juga dikenal poligami dan poliandri. Poligami yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang perempuan dalam waktu yang sama. Akan tetapi Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang, izin ini diberikan apabila poligami ini dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, terjadinya perkawinan poligami yang memicu adanya harta bersama. Berdasarkan Pasal 119 KUHPerdata disebutkan bahwa sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka&nbsp; menurut&nbsp; hukum&nbsp; terjadi&nbsp; harta bersama&nbsp; antara&nbsp; suami&nbsp; istri,&nbsp; sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah&nbsp;&nbsp; dengan suatu persetujuan antara suami istri. Selain itu, berdasarkan Pasal 94 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing‐masing terpisah dan berdiri sendiri. Hal tersebut perlu diketahui penyebab terjadinya pemerataan harta bersama yang sesuai bagi pihak istri pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Maka dari itu, penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami kedudukan harta perkawinan dalam perkawinan poligami berdasarkan perspektif Hukum Islam dan KUHPerdata dan pertanggungjawaban suami istri dalam perkawinan poligami terhadap harta kekayaan dalam perkawinan berdasarkan Hukum Islam dan KUHPerdata. Adapun metode penelitian yang digunakan berupa metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis, teknik pengumpulan data penelitian berdasarkan kepustakaan, dan metode analisis berupa analisis kualitatif.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9870 Perlindungan Hukum Konten Kreator pada Platform Youtube terhadap Pengunggahan Ulang Video di Instagram Tanpa Izin Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 2024-03-19T09:16:25+08:00 Mochamad Arsya Nugraha arsya.bbi@gmail.com Neni Sri Imaniyati nenisriimaniyati@unisba.ac.id Muhammad Ilman Abidin muhammadilmanabidin@unisba.ac.id <p>ABSTRACT<em>. Every thought of a person can be developed into a Work of Creation, which is then channeled through digital platforms by the creator. The ease of the public in accessing and utilizing the internet does not rule out the possibility of copyright infringement. With this, this study aims to identify legal protection for content creators on the Youtube platform against reuploading videos on Instagram without permission, reviewed by Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and understand the legal consequences arising from unauthorized reuploads in the perspective of Copyright Law. This research uses a normative juridical approach method with research specifications that are descriptive analysis. Data collection in this study through literature study (libarary reasearch). The result of this research is a form of legal protection for content creators, namely Preventive Legal Protection, through protection from the government and authorized institutions in preventive measures before violations occur and Repressive Legal Protection, settlement of violations through lawsuits to the court. As a result of Copyright Infringement, the creator can conduct a complaint, subpoena to mediation to the Commercial Court, after passing several processes the authorities will request compensation by taking all or part of the income from the income from the perpetrator to confiscate evidence but if this does not provide a deterrent effect for the perpetrator then the creator can withdraw this case into criminal law by imposing fines and criminal penalties prison. </em></p> <p><strong>ABSTRAK. </strong>Setiap olah pikir seseorang dapat dikembangkan menjadi suatu Karya Cipta, yang kemudian disalurkan melalui <em>platform </em>digital oleh pencipta. Kemudahan terhadap masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan internet tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya suatu pelanggaran Hak Cipta. Dengan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perlindungan hukum bagi konten kreator pada platform Youtube terhadap pengunggahan ulang video di Instagram tanpa izin ditinjau Undang – undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta serta memahami akibat hukum yang ditimbulkan dari pengunggahan ulang (<em>reupload</em>) tanpa izin dalam perspektif Undang – undang Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan (<em>libarary reasearch</em>). Hasil dari peneliatian ini adalah bentuk perlindungan hukum bagi konten kreator yaitu Perlindungan Hukum Preventif, melalui pengayoman dari pemerintah dan lembaga berwenang dalam tindakan pencegahan sebelum terjadinya pelanggaran dan Perlindungan Hukum Represif, penyelesaian pelanggaran melalui gugatan kepengadilan. Akibat hukum dari Pelanggaran Hak Cipta, pencipta dapat melakukan delik aduan, somasi hingga mediasi ke Pengadilan Niaga, setelah melewati beberapa proses pihak berwenang akan melakukan permintaan ganti rugi&nbsp; dengan mengambil seluruh atau sebagian penghasilan dari pendapatan dari pelaku hingga melakukan penyitaan barang bukti tetapi jika hal tersebut tidak memberikan efek jera bagi pelaku maka pencipta dapat menarik kasus ini kedalam hukum pidana dengan pemberian sanksi denda dan hukuman pidana penjara.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9898 Kajian Viktimologi terhadap Anak sebagai Korban Pelecehan Seksual (Studi Putusan Nomor 1173/PID.SUS/2021/PN BDG) 2024-03-19T09:16:22+08:00 Nurul Nirmala Nisa nurulnisaa98@gmail.com Dian Andriasari diancahaya2020@gmail.com <p><strong><em>Abstract. </em></strong>Children are the next generation who can be the object and subject of human resource development and must be safeguarded for their development, in order to create the quality of the nation's successors who are able to continue the vision and mission of the nation. The issue of legal protection and rights for children is one side of the approach to protecting Indonesian children. Although normatively there are many laws and regulations that protect children from arbitrary actions from other parties, including from parents, in reality there are still many children who are treated arbitrarily, including from acts that can destroy the future of children.</p> <p>The purpose of this research is to find out how legal protection efforts against children who are victims of sexual abuse. This research uses a qualitative approach with the type of case study research and juridical-normative. This research was conducted with a descriptive-analytical research method. Data collection techniques in this study used observation and through legal literature.</p> <p><strong>Abstrak. </strong>Anak merupakan generasi penerus yang dapat menjadi objek dan subjek pembangunan sumber daya manusia serta harus dijaga perkembangannya, agar tercipta kualitas penerus bangsa yang mampu melanjutkan visi dan misi bangsa. Masalah perlindungan hukum dan hak-hak nya bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Walaupun secara normative telah banyak peraturan Perundang-undangan yang melindungi anak atas tindakan sewenang-wenangan dari pihak lain, termasuk dari orang tua, namun dalam kenyataanya masih banyak anak yang diperlakukan sewenang-wenang termasuk dari tindak-tindakan yang dapat mengahancurkan masa depan anak.</p> <p>Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual anak dibawah umur Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus serta yuridis-normatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi serta melalui literatur hukum.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9894 Implikasi Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam Pembangunan Ibu Kota Nusantara terhadap Sumber Penghasilan Masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2024-03-19T09:16:23+08:00 Ratih Septri Anisa ratih.s.anisa@gmail.com Ratna Januarita ratna.januarita@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRACT</strong>. In August 2019, President Joko Widodo said that the National Capital would be moved from DKI Jakarta Province to East Kalimantan Province. The relocation of the capital city caused protests and concerns from local communities in Penajam Paser Utara Regency who felt that their rights were not guaranteed by law, especially in relation to Forestry Cultivation Areas (KBK). The purpose of this research is to determine employment arrangements in Penajam Paser Utara Regency in the context of developing the Indonesian Capital City in connection with the Principle of Balance of Progress and National Economy in Law Number 25 of 2007 concerning Capital Investment and regional readiness to provide employment opportunities in the development of the Nusantara Capital City is connected with Legal System Theory. This research is normative juridical research using a qualitative approach method, descriptive analytical research specifications and using qualitative data analysis methods with literature studies from secondary data, especially relevant legislation and legal literature. The results of this research are that the employment regulations in North Penajam Paser Regency do not yet fully specifically regulate the relationship between employment and affected local communities and regarding regional readiness there is still a need for appropriate action taken by the local government to improve and increase community participation in supporting development Nusantara Capital City in Penajam Paser Utara Regency.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Pada bulan Agustus 2019 silam, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa akan dilakukan pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota ini menimbulkan protes dan kekhawatiran dari masyarakat lokal di Kabupaten Penajam Paser Utara yang merasa tidak dijamin hak-haknya dalam undang-undang, terutama terkait dengan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan ketenagakerjaan di Kabupaten Penajam Paser Utara dalam rangka pembangunan Ibu Kota Nusantara dihubungkan dengan Asas Keseimbangan Kemajuan dan Ekonomi Nasional dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan kesiapan daerah untuk menyediakan kesempatan kerja dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara dihubungkan dengan Teori Sistem Hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, spesifikasi penelitian analitis deskriptif serta mengunakan metode analisis data kualitatif dengan studi kepustakaan dari data sekunder, terutama peraturan perundang-undangan dan literatur hukum yang relevan. Hasil penelitian ini adalah pengaturan ketenagakerjaan yang terdapat di Kabupaten Penajam Paser Utara belum sepenuhnya mengatur secara spesifik tentang keterkaitan ketenagakerjaan dengan masyarakat lokal yang terdampak dan terkait kesiapan daerah masih perlu adanya tindakan tepat yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat untuk memperbaiki dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung pembangunan IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9909 Tanggung Jawab Pemerintah dalam Pengawasan Pelaksanaan Sanksi Pencabutan Izin Lingkungan Hidup terhadap Pt. Sawit Inti Prima Perkasa Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2024-03-19T09:16:22+08:00 Althaaf Miqdad Scholles althaafm1@gmail.com Frency Siska frency08siska81@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> A<em> good and healthy environment is the right of every person. This can be achieved if people have an awareness of the importance of preserving the environment. The difference in people's mindset in viewing the environment allows people to commit violations. </em><em>With this matter, this research aims to have an insight into the supervision of the implementation of environmental permit revocation sanctions against PT Sawit Inti Prima Perkasa in relation to Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management and other environmental law enforcement efforts that can be taken against PT Sawit Inti Prima Perkasa in relation to Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analytical research specifications. Data collection in this research is through literature study. The result of this research is that the implementation of supervision carried out by the government by appointing environmental supervisory officials to oversee the compliance of the business responsible for the permits owned and orders in administrative sanctions that have been applied, to then be able to provide recommendations for follow-up law enforcement if declared disobedient, the responsible person can be subject to more severe administrative sanctions if disobedient which only applies up to the suspension of business licenses. Environmental law enforcement efforts can also be through criminal law enforcement if the person responsible for the business is indicated to have committed an environmental crime, and civil law enforcement which can be carried out by resolving disputes by filing a lawsuit either by an aggrieved individual, environmental organization, government or through a group representative lawsuit, to hold the business responsible, especially in terms of compensation.</em></p> <p><strong>Abstrak. </strong>Lingkungan hidup yang baik sehat merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang. Hal tersebut dapat dicapai apabila masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya melakukan upaya pelestarian terhadap lingkungan hidup. Adanya perbedaan pola pikir masyarakat dalam memandang lingkungan hidup memungkinkan masyarakat untuk melakukan pelanggaran. Dengan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk memahami pengawasan pelaksanaan sanksi pencabutan izin&nbsp;lingkungan hidup terhadap PT. Sawit Inti Prima Perkasa dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta upaya penegakan hukum lingkungan hidup yang lain dapat ditempuh terhadap PT. Sawit Inti Prima Perkasa dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh pemerintah dengan menunjuk pejabat Pengawas lingkungan hidup untuk mengawasi ketaatan penanggungjawab usaha terhadap perizinan yang dimiliki serta perintah dalam sanksi administratif yang telah diterapkan, untuk kemudian dapat memberikan rekomendasi tindak lanjut penegakan hukum apabila dinyatakan tidak taat,&nbsp; penanggungjawab dapat dikenakan sanksi adminstratif lebih berat apabila tidak taat yang hanya berlaku sampai hingga pembekuan izin berusaha. Upaya penegakan hukum lingkungan hidup juga dapat melalui penegakan hukum pidana apabila penanggungjawab usaha terindikasi melakukan suatu tindak pidana lingkungan hidup, dan penegakan hukum perdata yang dapat dilakukan dengan penyelesaian sengketa dengan mengajukan gugatan baik oleh perorangan yang dirugikan, organisasi lingkungan hidup, pemerintah serta melalui gugatan perwakilan kelompok, untuk meminta tanggung jawab dari penanggungjawab usaha, khususnya dalam hal ganti rugi.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9897 Perlindungan Hukum terhadap Merek Vans Off The Wall Pasca Putusan Mahkamah Agung Nomor 823k/Pdt.Sus-Hki/2016 Ditinjau dari Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis 2024-03-19T09:16:23+08:00 Nabila Hasna Fakhira nabilahasnaa08@gmail.com Jejen Hendar jejen.hendar@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRACK</strong></p> <p>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; <em>Legal protection of trademarks is one of the important aspects of intellectual property law. Trademarks are a valuable asset for businesses, as they can be used to distinguish their products or services from those produced by other businesses.</em> <em>In the era of global trade, trademark infringement is becoming increasingly common. One of the most famous cases is the infringement of the Vans Off The Wall trademark by the Vans OFF The Top trademark. This case was resolved through the legal system, but violations of the Vans OFF The Top trademark are still found in the market.</em> <em>This </em><em>study</em><em> aims to analyze the legal protection of the Vans Off The Wall trademark after the Supreme Court ruling No. 823K/PDT.Sus-HKI/2016.</em></p> <p><em>&nbsp;The results of the study show that the legal protection of the Vans Off The Wall trademark is still not optimal. This is due to several factors, including</em><em> l</em><em>ack of supervision and monitoring of trademark violations by the Directorate General of Intellectual Property Rights</em><em>, t</em><em>he regulations governing trademark protection in Indonesia are still not comprehensive</em><em> and l</em><em>ack of public awareness of the importance of legal protection of trademarks.</em> <em>Based on the results of the study, the author provides several recommendations, including</em><em> t</em><em>he Directorate General of Intellectual Property Rights should improve supervision and monitoring of trademark violations</em><em>, t</em><em>he government should develop more comprehensive regulations to protect trademarks</em><em> and t</em><em>he public should be more aware of the importance of legal protection of trademarks.</em></p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Perlindungan hukum terhadap merek merupakan salah satu aspek penting dalam hukum kekayaan intelektual. Merek merupakan aset berharga bagi pelaku usaha, karena dapat digunakan untuk membedakan produk atau jasa yang dihasilkannya dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha lain. Pada era perdagangan global, pelanggaran hak merek semakin marak terjadi. Salah satu kasus yang terkenal adalah pelanggaran merek Vans Off The Wall oleh merek Vans OFF The Top. Kasus ini telah diselesaikan melalui jalur hukum, namun masih saja ditemukan pelanggaran merek Vans OFF The Top di pasaran. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap merek Vans Off The Wall pasca putusan Mahkamah Agung Nomor 823K/Pdt.Sus-HKI/2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap merek Vans Off The Wall masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu kurangnya pengawasan dan pengamatan terhadap pelanggaran merek oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, regulasi yang mengatur perlindungan merek di Indonesia masih kurang komprehensif, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan hukum terhadap merek. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan beberapa rekomendasi, antara lain direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual harus meningkatkan pengawasan dan pengamatan terhadap pelanggaran merek, pemerintah harus menyusun regulasi yang lebih komprehensif untuk melindungi merek serta masyarakat harus lebih sadar akan pentingnya perlindungan hukum terhadap merek.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9875 Pertanggungjawaban Hukum Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap Tindakan Salah Tangkap (Error In Persona) Disertai Penganiayaan terhadap Anak 2024-03-19T09:16:24+08:00 Fauziah Balqis Sitorus fauziahbalqis909@gmail.com Chepi Ali Firman Zakaria chepialifirmanzakaria@gmail.com <p>Kepolisian Republik Indonesia merupakan pemerintahan negara yang berfungsi untuk menjaga ketertiban, keamanan dalam lingkungan masyarakat, mengayomi dan melayani masyarakat. Kepolisian adalah lembaga yang diberi wewenang oleh negara dalam penegakan hukum. Penyidik adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan proses penyidikan. Tindakan salah tangkap atau kekeliruan pada saat proses penangkapan sudah beberapa kali terjadi. Seperti yang terjadi pada dua siswa SMA di Pasangkayu, Sulawesi Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertanggungajwaban hukum penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap tindakan salah tangkap yang disertai penganiayaan terhadap anak serta perlindungan bagi anak yang menjadi korban salah tangkap atau error in persona yang terjadi di Pasangkayu Sulawesi Barat ditinjau dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Metode yang penulis gunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan pada tinjauan terhadap perundang-undangannya. Pertanggungjawaban hukum yang diberikan kepada penyidik terhadap tindakan salah tangkap disertai penganiayaan akan menjalankan sidang kode etik profesi kepolisian, serta perlindungan hukum yang diberikan pada anak berupa bantuan hukum dan bantuan lainnya.&nbsp;</p> <p>The Indonesian National Police is a state government that functions to maintain order, security in the community, protect and serve the community. The police are institutions authorized by the state in law enforcement. Investigators are officials authorized by law to carry out the investigation process. Wrongful arrests or mistakes during the arrest process have occurred several times. As happened to two high school students in Pasangkayu, West Sulawesi. This study aims to determine how the legal responsibility of investigators of the Indonesian National Police for wrongful arrest accompanied by persecution of children and protection for children who are victims of wrongful arrest or error in persona that occurred in Pasangkayu, West Sulawesi in review with Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection. The method that the author uses is a normative juridical approach. Normative juridical research is an approach to the review of the legislation. Legal responsibility given to investigators for wrongful arrest accompanied by persecution will carry out a police professional code of ethics hearing, as well as legal protection provided to children in the form of legal aid and other assistance.&nbsp;</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9888 Perlindungan Hukum Peserta Arisan Online Akibat Tindakan Wanprestasi Penyedia “Arisan Online” Berdasarkan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2024-03-19T09:16:24+08:00 Kiki Rizki Ananda kikirizkyananda6533@gmail.com Rimba Supriatna Ananda rimba@unisba.ac.id <p>The development of communication technology gave birth to various phenomena in society, one of which is the phenomenon of online arisan. Previously, arisan was often found in the midst of Indonesian society and was carried out conventionally by holding meetings between its members. Nowadays, arisan can be found online through various social media with various types and ways of implementation.</p> <p>In arisan, there is an engagement relationship between arisan members and the relevant arisan chairman or owner. In general, arisan is carried out only with an oral agreement between the members and the chairman. Online arisan activities are not free from various problems such as the negligence of the parties in carrying out their obligations.</p> <p>Therefore, this thesis will specifically discuss the case in verdict Number 2/Pdt.G.S/2021/PN Trt regarding protection due to default actions of online arisan providers and the application of Law by Judges in verdict Number: 2/Pdt/G.S/2021/PN Trt against compensation claimed by online arisan participants for default by online arisan providers based on Book III of the Civil Law.</p> <p>This research uses normative juridical research methods by using laws and regulations as primary legal materials and qualitative research types. The research specification is descriptive analytical to obtain a comprehensive description and analysis by describing the laws and regulations.</p> <p>The results of this study show that the form of legal protection given to online arisan participants is repressive legal protection in the form of rules related to online arisan formulated in the Civil Law. Repressive legal protection in the form of compensation. The profit fee agreed by the parties in the agreement was not fulfilled by the judge on the grounds of the principle of justice of the online arisan provider. In this case, the Judge's application of law is inconsistent in his considerations. On the other hand, the Judge's decision is made based on his authority as stipulated in the Judicial Power Act.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9885 Hubungan Hukum Antara Penerbit dan Pengguna E-Wallet Dana Dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2024-03-19T09:16:24+08:00 Arina Nurhasanah arinanurhasanahh@gmail.com Sri Poedjiastuti sipoed11@gmail.com <p>Pemanfaatan teknologi sebagai bentuk kemajuan telah menjadi hal yang umum di masyarakat pada era sekarang. Contohnya adalah penggunaan <em>e-wallet</em> sebagai sarana elektronik untuk menyimpan dan mengelola uang. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan hukum antara pengguna dan penerbit <em>e-wallet</em> DANA dengan mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode&nbsp;&nbsp; penelitian&nbsp;&nbsp; yang digunakan&nbsp;&nbsp; adalah&nbsp;&nbsp; metode&nbsp;&nbsp; pendekatan&nbsp;&nbsp; peraturan&nbsp;&nbsp; perundang-undangan <em>(statute approach),</em> dan pendekatan konseptual <em>(conceptual&nbsp; approach)</em> dengan dihubungkan dengan kasus dan peristiwa yang diangkat. Jenis&nbsp; penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang mengkaji berdasarkan sumber data sekunder baik berupa bahan&nbsp; hukum&nbsp; primer, sekunder, dan tersier yang dikumpulkan dengan&nbsp; teknik&nbsp; studi <em>pustaka (library&nbsp; research).</em> Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan hukum antara pengguna dan penerbit <em>e-wallet</em> DANA dapat dikategorikan sebagai hubungan kontraktual atau perjanjian baku berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian baku merupakan salah satu bentuk perjanjian tidak bernama yang diatur oleh ketentuan umum yang tercantum pada Buku III. Dalam hubungan ini, pengguna dan penerbit <em>e-wallet</em> DANA terlibat dalam perjanjian di mana pengguna memberikan persetujuan untuk menggunakan layanan yang disediakan secara sepihak oleh penerbit. Penerbit <em>e-wallet</em> DANA bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh pengguna, baik itu akibat wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Sebagai pelaku usaha, penerbit <em>e-wallet</em> juga memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan produk dan layanan yang ditawarkan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, penerbit <em>e-wallet</em> DANA berkewajiban memberikan ganti rugi kepada pengguna jika terjadi pelanggaran terhadap kewajiban tersebut.</p> <p>The utilization of technology as a form of progress has become common in society in the present era. One example is the use of e-wallets as an electronic means to store and manage money. This thesis aims to analyze the legal relationship between users and the e-wallet provider DANA by referring to the Civil Code. The research method employed is the statutory approach and the conceptual approach, supported by relevant cases and events. This study is a normative juridical research with a descriptive-analytical specification that examines secondary data sources, including primary, secondary, and tertiary legal materials, collected through library research techniques. The research findings indicate that the legal relationship between users and the e-wallet provider DANA can be categorized as a contractual relationship or standard agreement based on Article 1313 of the Civil Code. In the Civil Code, a standard agreement is one form of unnamed agreement regulated by general provisions stated in Book III. In this relationship, users and the e-wallet provider DANA are involved in an agreement in which users give consent to use the services unilaterally provided by the provider. The e-wallet provider DANA is responsible for compensating users for losses suffered, whether due to breach of contract or unlawful acts. As a business entity, the e-wallet provider also has an obligation to ensure the security of products and services offered, in accordance with the provisions of Consumer Protection Law No. 8 of 1999. Therefore, the e-wallet provider DANA is obliged to provide compensation to users in case of any violation of these obligations.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9832 Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Ciamis Ditinjau dari Hukum Positif 2024-03-19T09:16:25+08:00 Shelly Azzahra Nurseptiani shellyazzahranurseptiani@gmail.com Diana Wiyanti dianawiyanti1@gmail.com <p class="p1"><strong><span class="s1">ABSTRAK</span></strong></p> <p class="p1"><span class="s2">Lembaga perbankan dalam melaksanakan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut diwujudkan melalui analisis kredit 5C, yaitu </span><em><span class="s3">character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy</span></em><span class="s2"><em>.</em> Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran KUR di BRI Cabang Ciamis berdasarkan Hukum Positif. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan cara mengumpulkan dan meneliti data sekunder yang relevan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip kehati-hatian dalam analisis 5C belum memenuhi ketentuan pedoman pelaksanaan KUR, banyak menimbulkan korban dan kerugian. FER sebagai pegawai bank juga telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. BRI Cabang Ciamis harus bertanggung jawab berdasarkan ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini merekomendasikan agar lembaga perbankan khususnya yang bergerak di bidang penyaluran kredit menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dengan cara meningkatkan pengawasan internal dan pengawasan eksternal oleh Otoritas Jasa Keuangan.</span></p> <p class="p1"><strong><span class="s4">ABSTRACT</span></strong></p> <p class="p1"><span class="s2">Banking institutions in carrying out the distribution of People's Business Credit (KUR) must be guided by the principle of prudence. The application of the precautionary principle is realized through 5C credit analysis, namely character, capacity, capital, collateral and economic conditions. The aim of this research is to determine the application of the precautionary principle in distributing KUR at BRI Ciamis Branch based on Positive Law. This research is qualitative using a normative juridical approach by collecting and researching relevant secondary data through literature study. The research results show that the application of the precautionary principle in the 5C analysis has not met the provisions of the KUR implementation guidelines, many victims and losses. FER as a bank employee has also violated the provisions contained in Article 49 paragraph (2) letter a of Law Number 10 of 1998 concerning Amendments to Law Number 7 of 1992 concerning Banking. BRI Ciamis Branch should be held accountable based on the provisions of Article 1367 of the Civil Code. This research recommends that banking institutions, especially those operating in the field of credit distribution, apply the principle of prudence in credit distribution by increasing internal supervision and external supervision by the Financial Services Authority.</span></p> <p class="p1"><span class="s2">&nbsp;</span></p> <p class="p1"><span class="s2">&nbsp;</span></p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9836 Konversi Eigendom Verponding menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tana 2024-03-19T09:16:25+08:00 Annisa Sandira Fadhilah annisasandirafadhilah@gmail.com Arif Firmansyah arifunisba0559@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> After the enactment of UUPA and PP No. 18 of 2021, eigendom rights must be converted into a form of land rights in accordance with these provisions. In reality, there are still those who use eigendom verponding as proof of land ownership, such as a case that has been decided by the Indonesian Supreme Court which granted a lawsuit by a party who has proof of eigendom verponding to be more entitled to register the former eigendom verponding land. Meanwhile, on the land there are houses that have been inhabited for generations for a period of 30 to 50 years and most of them have been issued building use rights certificates or property rights certificates. This research uses normative juridical method, normative legal research type, descriptive-analytical approach, literature study data collection technique and qualitative analysis. This research aims to find out the conversion process of the eigendom verponding case and to find out the legal certainty related to the certificate that has been issued. The result of the research is that the conversion process of the object of dispute in the case was not carried out as stated in the UUPA and the case did not fulfill the provisions of Article 95 of PP No. 18 of 2021 in terms of the conversion process involving land registration. The land certificate that has been issued in this case cannot be considered as a strong evidentiary tool due to the application of a positive negative publication system in Indonesia which results in a lack of legal certainty.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Setelah diberlakukannya UUPA dan PP No 18 Tahun 2021, hak <em>eigendom</em> harus dikonversikan menjadi bentuk hak atas tanah yang sesuai dengan ketentuan tersebut. Pada kenyataannya masih ada yang menjadikan <em>eigendom verponding</em> sebagai tanda bukti kepemilikan tanah, seperti perkara yang telah diputus oleh Mahkamah Agung RI yang mengabulkan gugatan pihak yang memiliki bukti <em>eigendom verponding</em> untuk lebih berhak mendaftarkan tanah bekas <em>eigendom verponding</em> tersebut. Sedangkan, di atas tanah tersebut berdiri rumah-rumah yang sudah didiami secara turun temurun dalam jangka waktu 30 sampai dengan 50 tahun dan sebagian besarnya telah diterbitkan sertifikat hak guna bangunan ataupun sertifikat hak milik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, jenis penelitian hukum normatif, pendekatan deskriptif-analitis, teknik pengumpulan data studi literatur dan analisis kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses konversi <em>eigendom verponding </em>perkara tersebut dan mengetahui kepastian hukum berkaitan dengan sertifikat yang telah diterbitkan. Hasil penelitiannya yaitu proses konversi objek sengketa perkara tersebut tidak dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam UUPA dan perkara tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 95 PP Nomor 18 Tahun 2021 dalam hal proses konversi yang melibatkan pendaftaran tanah. Sertifikat tanah yang telah diterbitkan dalam perkara ini tidak dapat dianggap sebagai alat pembuktian yang kuat karena penerapan sistem publikasi negatif berunsur positif di Indonesia yang mengakibatkan kurangnya jaminan kepastian hukum.</p> 2024-01-27T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9841 Penjualan Obat Sirup yang Mengandung Etilen Glikol (Eg) dan Dietilen Glikol (Deg) yang Merugikan Konsumen Ditinjau dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 2024-03-19T09:16:21+08:00 Pingkan Tirai Meyzha Sastrawinata pingkantiraims23@gmail.com Neni Sri Imaniyati nenisriimaniyati@unisba.ac.id Muhammad Ilman Abidin muhammadilmanabidin@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRAK. </strong>Dunia usaha dengan memanfaatkan teknologi menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa termasuk obat – obatan. Adanya peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen masih banyak kerugian yang terjadi pada konsumen. Hal ini sehubungan dengan ditemukannya kasus penjualan obat sirup yang mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glikol yang menimbulkan kerugian bagi konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum dan upaya hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat kedua bahan tersebut ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian secara studi kepustakaan data sekunder dan analisis data yuridis kualitatif. Hasil dari penelitian ini perlindungan hukum secara internal antara pelaku usaha dan konsumen sangat lemah, dalam perjanjian jual beli secara lisan konsumen hanya membeli produk dari distributor pelaku usaha seperti pada umumnya yang tidak disebutkan hak, kewajiban, tanggung jawab jika terjadi kerugian seperti dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum secara eksternal yaitu kebijakan untuk melindungi pihak yang lemah yaitu konsumen pengguna obat sirup. Adapun kebijakan tersebut adalah Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, panduan Farmakope Indonesia serta adanya Lembaga BPOM. Upaya hukum yang dapat dilakukan yang terdapat dua cara yaitu secara litigasi dan secara kooperatif dengan cara non litigasi seperti negosiasi dan konsiliasi. Kedua cara penyelesaian sengketa tersebut dijelaskan dalam Pasal 45 ayat (2) Undang – Undang Perlindungan Konsumen.</p> <p><em><strong>ABSTRACT. </strong>The business world, by utilizing technology, produces various goods and/or services including medicines. The existence of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection still causes many losses to consumers. This is in connection with the discovery of cases of sales of syrup drugs containing Ethylene Glycol and Diethylene Glycol which caused losses to consumers. This research aims to determine legal protection and legal remedies for consumers who experience losses due to these two substances in terms of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The research uses a normative juridical approach, research specifications are descriptive analysis. Research data consists of secondary data literature study and qualitative juridical data analysis. The results of this research are that internal legal protection between business actors and consumers is very weak, in verbal sales and purchase agreements consumers only buy products from distributors of business actors, as in general there is no mention of rights, obligations or responsibilities in the event of a loss as in the Law. Consumer protection. External legal protection is a policy to protect the weak, namely consumers who use syrup drugs. These policies are Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection, Law Number 17 of 2023 concerning Health, Indonesian Pharmacopoeia guidelines and the existence of the BPOM Institute. There are two legal remedies that can be taken, namely by litigation and cooperatively by non-litigation methods such as negotiation and conciliation. These two methods of resolving disputes are explained in Article 45 paragraph (2) of the Consumer Protection Law.</em></p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9844 Perlindungan Hukum terhadap Hak-Hak Pekerja yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Secara Sepihak oleh Pekerja Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja 2024-03-19T09:16:21+08:00 Adisa Nur Awaliyah adisanurawaliyah31@gmail.com Rini Irianri Sundary rinisundary@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pemutusan Hubungan Kerja merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan yang sering mengakibatkan perbedaan paham antara pengusaha dan pekerja. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Putusan Nomor 91/Pdt.Sus-PHI/2023/Pn. Bdg mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak yang dilakukan oleh PT Aurora Wold Cianjur selaku Tergugat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prosedur dalam melakukan pemutusan hubungan kerja dan perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh pengusaha ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui pendekatan undang-undang dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang berarti dalam penelitian ini menarik kesimpulan setelah data-data yang diperoleh dianalisis. Kemudian, metode dan teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta metode analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemutusan hubungan kerja yang terjadi dalam kasus ini dilakukan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja belum sesuai dengan rasa keadilan dan ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.</p> <p><strong>Abstract</strong></p> <p>Termination of employment is one of the labour issues that often results in differences of understanding between employers and employees. This research is motivated by the author's interest in Decision Number 91/Pdt.Sus-PHI/2023/Pn. Bdg regarding the unilateral termination of employment (PHK) carried out by PT Aurora Wold Cianjur as the Defendant. This study aims to analyse the procedures in conducting termination of employment and legal protection of the rights of workers who experience unilateral termination of employment by employers in terms of Law Number 13 of 2003 concerning Manpower jo. Law Number 6 Year 2023 on The Job Creation Law. The approach method in this research is carried out using a normative juridical approach through a statutory approach with descriptive analytical research specifications, which means that this research draws conclusions after the data obtained is analysed. Data collection methods and techniques using literature studies using secondary data sources consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials, and data analysis methods using qualitative analysis. The results of this study indicate that the termination of employment that occurred in this case was carried out unilaterally without a determination from the industrial relations dispute resolution institution and legal protection of workers' rights has not been in accordance with a sense of justice and the provisions in the Job Creation Law.</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9845 Analisis Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Ketatanegaraan Indonesia 2024-03-19T09:16:21+08:00 Aris Rismawan arisrismawan20221@gmail.com Efik Yusdiansyah efikyusdi@gmail.com <p><strong>Abstrak. </strong>Pemberhentian hakim konstitusi Aswanto oleh DPR yang melanggar mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 12 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2012 tentang tata cara pemecatan hakim konstitusi, hal ini jelas akan mengganggu prinsip <em>checks and</em> balances yang semestinya lembaga-lembaga tersebut tidak saling campur tangan dalam tugas masing-masing. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu 1) untuk menganalisis proses pemberhentian hakim MK oleh DPR akankah memengaruhi prinsip-prinsip keseimbangan kekuasaan dalam sistem Ketatanegaraan di Indonesia; 2) untuk menganalisis adanya peran kekuasaan DPR terhadap pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi berdasarkan Sistem Ketatanegaraan Pemberhentian hakim Aswanto yang melanggar aturan menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip <em>Checks and balances</em>, mengancam proses penegakan keadilan dan independensi lembaga, merusak integritas demokrasi 1). Pemberhentian hakim MK oleh DPR tanpa mengikuti mekanisme menunjukkan ketidakpahaman DPR terhadap aturan, melanggar <em>check and balances</em>, dan mengancam integritas demokrasi. 2). Pasca reformasi dalam ketatanegaraan Indonesia, DPR dan MK memiliki peran vital dalam menerapkan <em>checks and balances </em>sesuai UUD 1945.</p> <p><strong><em>Abstract. </em></strong><em>The dismissal of constitutional judge Aswanto by the DPR, which violates the mechanisms stipulated in Law Number 7 of 2020 amending Law Number 24 of 2003 on the Constitutional Court and Article 12 of Constitutional Court Regulation Number 4 of 2012 regarding the procedures for dismissing constitutional judges, clearly disrupts the principles of examination and balance. Ideally, these institutions should not interfere with each other's tasks. This research employs a normative juridical method with a literature study technique, collecting secondary legal materials such as primary, secondary, and tertiary legal sources. The study aims to 1) analyze whether the process of dismissing a Constitutional Court judge by the DPR will affect the principles of power balance in Indonesia's Constitutional System; 2) analyze the role of DPR in the dismissal of Constitutional Court judges based on the Constitutional System. The dismissal of Judge Aswanto, in violation of regulations, indicates a breach of checks and balances, threatening the justice enforcement process and the institution's independence, thereby undermining democratic integrity. 1) The DPR's dismissal of a Constitutional Court judge without following the proper mechanism shows a lack of understanding of the rules, violating checks and balances and endangering democratic integrity. 2) Post-reform in Indonesia's constitutional system, the DPR and the Constitutional Court play a vital role in implementing checks and balances according to the 1945 Constitution. The dismissal of Judge Aswanto by the DPR poses a potential violation of these principles</em></p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9849 Tingkat Perceraian yang Tinggi di Pengadilan Agama Kota Bandung Ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 2024-03-19T09:16:20+08:00 Putri Maharani putrimdhanial06@gmail.com Deddy Effendy deddyeffendy60@yahoo.com <p><strong><em>ABSTRACT, </em></strong><em>Marriage is a strong contract to obey God's commands and carrying it out is a form of worship. Any attempt to trivialize marital relations by making divorce easier is deeply hated by Islam. Article 39 of Law number 1 of 1974 concerning Marriage states that it is mandatory to reconcile both parties before starting a divorce trial in court. In fact, divorce cases in Indonesia continue to increase from year to year. In 2021, the city of Bandung was recorded as the region with the most divorce certificate holders. This research aims to determine the causes of the high divorce rate in PA Bandung and to determine the efforts made to minimize the high divorce rate.</em> <em>This research uses a normative juridical approach method with descriptive analysis research specifications, namely focusing on facts in the field related to positive law. The data collection technique used is literature study to process primary, secondary and tertiary legal materials supported by primary data in the field as a complement.</em> <em>The results of this research show that from research data obtained in PA Bandung, it can be seen that there are several factors that cause divorce in the city of Bandung during September, October and November 2023, including drunkenness, gambling, leaving one of the parties, being sentenced to prison. , polygamy, domestic violence, apostasy, economics, and most of all because of the factors that cause continuous disputes and quarrels. Based on the results of data collection and interviews with several respondents conducted by researchers, efforts to overcome the high divorce rate in PA Bandung can be carried out in several phases, namely the pre-wedding phase, the marriage phase, and the filing a lawsuit phase.</em></p> <p><strong>ABSTRAK, </strong>Perkawinan adalah akad yang kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan salah satu bentuk ibadah. Setiap usaha menyepelekan hubungan perkawinan dengan mempermudah perceraian sangat dibenci oleh Islam. Pasal 39 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa wajib mendamaikan kedua belah pihak sebelum memulai sidang perceraian di pengadilan. Faktanya Kasus perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 Kota Bandung tercatat sebagai wilayah dengan pemilik akta cerai terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tingginya angka perceraian di PA Kota Bandung dan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisir tingginya angka perceraian. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis yaitu memusatkan perhatian kepada fakta dilapangan dikaitkan dengan hukum positif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, adalah studi kepustakaan untuk mengola bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang didukung data primer di lapangan sebagai pelengkap. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari data penelitian yang diperoleh di PA Bandung, dapat diketahui ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian di Kota Bandung selama Bulan September, Oktober dan November 2023 antara lain yaitu karena faktor mabuk, judi, meninggalkan salah satu pihak, dihukum penjara, poligami, KDRT, murtad, ekonomi, dan yang paling banyak karena faktor terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan wawancara kepada beberapa responden yang dilakukan peneliti maka upaya untuk mengatasi tingginya angka perceraian di PA Kota Bandung dapat dilakukan dalam beberapa fase, yaitu fase pranikah, fase menikah, dan fase mengajukan gugatan.</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9848 Pembatalan Perkawinan Poligami karena Tidak Memenuhi Syarat Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 2024-03-19T09:16:20+08:00 Faritsa Asri Afrianti Santri faritsaasri7@gmail.com Fariz Farrih Izadi Farizizadii@gmail.com <p><strong>ABSTRAK: </strong>Perkawinan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membuat keluarga atau membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan terkadang berjalan baik atau tidak, salah satunya fenomena poligami yang mana seorang pria menikahi beberapa wanita. Poligami sering kali menimbulkan masalah sosial, seperti konflik dalam hubungan rumah tangga, tindakan perselingkuhan, tingkat perceraian yang tinggi, dan praktik pernikahan tidak resmi (pernikahan siri) yang dapat berdampak negatif pada status hukum istri dan anak-anak yang terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk memahami keabsahan perkawinan poligami tanpa izin istri pertama dan untuk memahami akibat dari pembatalan perkawinan terhadap para pihak dan keturunannya ditinjau dari Undang-Undarng Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini bahwa perkawinan poligami harus melalui proses permohonan izin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan. Tindakan perkawinan tanpa izin istri pertama juga dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan istri pertama berhak untuk mengajukan pembatalan yang berakibat perkawinan suami istri yang dibatalkan akan menyebabkan keduanya kembali ke kondisi sebelum menikah, sehingga hubungan suami-istri dianggap seolah-olah tidak pernah terjadi dan diberikan surat pernikahan tersebut dibatalkan.</p> <p><strong><em>ABSTRACT: </em></strong><em>Marriage as a physical and mental bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of creating a family or forming a happy and eternal household based on God Almighty. Marriage sometimes goes well or not, one of which is the phenomenon of polygamy where a man marries several women. Polygamy often leads to social problems, such as conflicts in household relationships, acts of infidelity, high divorce rates, and the practice of unofficial marriage (siri marriage) which can have a negative impact on the legal status of the wives and children involved. This research aims to understand the validity of polygamous marriages without the first wife's permission and to understand the consequences of marriage cancellation for the parties and their offspring in terms of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analysis research specifications. This research data is collected by literature/literature studies using secondary data and the data analysis used is qualitative juridical. The result of this study is that polygamous marriages must go through a permit application process in accordance with Government Regulation Number 9 of 1975 concerning the Implementation of the Marriage Law.</em> <em>The act of marriage without the first wife's permission is also considered invalid and does not have permanent legal force based on the Compilation of Islamic Law and the first wife has the right to apply for annulment, which results in the marriage of a husband and wife that is cancelled will cause both of them to return to the condition before marriage, so that the marriage relationship is considered as if it never happened and given the marriage certificate is cancelled.</em></p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9835 Keabsahan Jual Beli Non-Fungible Token (Nft) pada Metaverse yang Dimiliki oleh Ransverse Ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 2024-03-19T09:16:21+08:00 Muhammad Azis Ramdhani Sobari Afiatin muhammadazis2311@gmail.com Neni Sri Imaniyati neni.sri@unisba.ac.id Diana Wiyanti dianawiyanti1@gmail.com <p><strong>ABSTRACT</strong>. The metaverse is a simulated digital environment that combines augmented reality, virtual reality, block chain, and social media to create user interaction areas that mimic the real world. It uses the block chain to ensure the uniqueness of digital goods, and non-fungible tokens (NFT) are unique and non-duplicable cryptographic tokens on the blockchain. NFT represent collectible digital assets with the same value as physical assets. However, Indonesian law does not provide specific rules for the metaverse and NFT. This research aims to describe the validity of buying and selling NFT on the metaverse, using a statutory approach method, conceptual approach method, normative juridical data collection type, analytical descriptive research specifications, and qualitative data analysis techniques. Ransverse, a virtual land buying and selling platform, does not meet the requirements of the "a lawful cause" clause in Indonesian law, as it does not have certification related to Trading Through Electronic Systems (PSME). Indonesian law mandates the use of rupiah as a means of payment for all transactions, including electronic and physical ones. Ransverse transactions are invalid and illegal, violating the principle of legal certainty.</p> <p><strong>ABSTRAK</strong>.&nbsp; Metaverse adalah lingkungan digital simulasi yang menggabungkan <em>augmented reality,</em> <em>virtual reality</em>, <em>blockchain</em>, dan media sosial untuk menciptakan area interaksi pengguna yang meniru dunia nyata. Metaverse menggunakan <em>blockchain</em> untuk memastikan keunikan barang digital, dan <em>non-fungible token</em> (NFT) adalah token kriptografi yang unik dan tidak dapat digandakan pada <em>blockchain</em>. NFT mewakili aset digital yang dapat ditagih dengan nilai yang sama dengan aset fisik. Namun, hukum di Indonesia tidak memberikan aturan khusus untuk metaverse dan NFT. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keabsahan jual beli NFT pada metaverse, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, metode pendekatan konseptual, tipe pengumpulan data yuridis normatif, spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dan teknik analisis data kualitatif. Ransverse, sebuah platform jual beli tanah virtual, tidak memenuhi syarat klausul "suatu sebab yang halal" dalam hukum Indonesia, karena tidak memiliki sertifikasi terkait Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME). Hukum Indonesia mengamanatkan penggunaan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran untuk semua transaksi, termasuk transaksi elektronik dan fisik. Transaksi yang dilakukan oleh Ransverse tidak sah dan ilegal, melanggar asas kepastian hukum.</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9865 Akibat Hukum Jual Beli Tanah Hak Milik dengan Menggunakan Kuitansi bagi Para Pihak di Desa Padaasih Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur 2024-03-19T09:16:20+08:00 Winda Hasna Mulya windahasnam@gmail.com Frency Siska frencysiska@unisba.ac.id <p style="font-weight: 400;"><strong><em>Abstrak, </em></strong>Menurut UUPA jual beli tanah hak milik dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan. Praktiknya di Desa Padaasih jual beli tanah hak milik dilakukan dibawah tangan antar warga desa dengan menggunakan kuitansi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui serta menganalisis akibat hukum jual beli tanah hak milik dengan menggunakan kuitansi bagi para pihak di Desa Padaasih Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur, serta kepastian hukum dalam jual beli tanah hak milik yang menggunakan kuitansi di Desa Padaasih Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian, Akibat hukum jual beli tanah hak milik dengan menggunakan kuitansi bagi para pihak di Desa Padaasih Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur. Menurut Syarifin, akibat hukum adalah dampak yang timbul dari perbuatan hukum subyek terhadap obyek hukum yang disebabkan oleh kejadian hukum tertentu. Apabila dikaitkan dengan jual beli menurut UUPA timbul akibat hukum berupa kepastian hukum, jika dilakukan pendaftaran sesuai ketentuan PP 24/1997. Selanjutnya, jika jual beli hak milik atas tanah dilakukan dengan kuitansi, diatur dalam KUHPerdata bahwa pembeli wajib membayar harga dan berhak menerima tanah dan penjual berhak menerima permbayaran dan wajib menyerahkan tanah.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong><em>&nbsp;</em></strong><strong><em>Abstract, </em></strong><em>According to the UUPA, the sale and purchase of freehold land is carried out in front of a Land Deed Official and registered with the Land Office. In practice in Padaasih Village, the sale and purchase of freehold land is carried out under the hands of villagers using receipts. The purpose of this study is to determine and analyse the legal consequences of buying and selling of freehold land using receipts for the parties in Padaasih Village, Cijati District, Cianjur Regency, and legal certainty in buying and selling freehold land using receipts in Padaasih Village, Cijati District, Cianjur Regency. The results of the study, the legal consequences of buying and selling freehold land using receipts for the parties in Padaasih Village, Cijati District, Cianjur Regency. According to Syarifin, legal effect is the impact arising from the subject's legal action on the legal object caused by certain lega<strong>l </strong>events. If it is related to sale and purchase according to UUPA, legal consequences arise in the form of legal certainty, if registration is carried out in accordance with the provisions of PP 24/1997. Furthermore, if the sale and purchase of land ownership rights is carried out with receipts, it is regulated in the Civil Code that the buyer is obliged to pay the price and is entitled to receive the land and the seller is entitled to receive payment and is obliged to hand over the land. </em></p> <p style="font-weight: 400;">&nbsp;</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9878 Perlindungan Hukum bagi Merchant dalam Hal Barang yang Dikirim Melalui Penyedia Jasa Ekspedisi Tidak Sesuai dengan yang Diterima oleh Penerima Barang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 19 Tah 2024-03-19T09:16:19+08:00 Anggun Pramita anggunpramita31@gmail.com Diana Wiyanti dianawiyanti1@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Dalam era perdagangan elektronik yang terus berkembang, Shopee sebagai salah satu pelaku utama dalam industri <em>e-commerce</em> menawarkan layanan pengiriman yang efisien dan cepat. Namun, dalam proses pengiriman barang, resiko kerusakan atau kerugian barang selalu ada. Kelalaian tersebut merupakan tanggungjawab perusahaan ekspedisi, karena perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami oleh pihak konsumen sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis dan mengetahui mekanisme pengaduan yang dapat dilakukan oleh konsumen apabila mengalami kerugian yang disebabkan oleh perusahaan Shopee maupun Shopee Xpress dan bentuk perlindungan konsumen terhadap kerugian dalam pengiriman barang. Terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan transaksi <em>online</em> di <em>e-commerce</em> dan jasa layanan ekspedisi, akan tetapi masih banyak Pelaku Usaha khususnya jasa ekspedisi yang melaksanakan kegiatan transaksi dengan tidak menggunakan itikad baik. Adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dan mengetahui perlindungan hukum bagi <em>merchant</em> sebagai pelaku usaha di <em>marketplace</em> dan sebagai konsumen yang menggunakan jasa ekspedisi serta upaya hukum dari kerugian yang dialami <em>merchant</em> dalam hal pengiriman barang. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan membandingkan studi kepustakaan primer, sekunder, dan tersier. Dalam permasalahan yang ada, peraturan perundang-undangan saat ini sudah dapat di implementasikan dalam menyelesaikan sengketa terhadap Konsumen. Adapun hasil dari penelitian ini berkenaan dengan perlindungan hukum bagi <em>merchant</em> sebagai konsumen jasa layanan ekspedisi ialah dengan pertanggungjawaban ganti kerugian yang dilakukan oleh pihak Shopee sebagai penyedia <em>marketplace</em> dan sebagai penyedia jasa ekspedisi.</p> <p><strong>&nbsp;Abstract</strong>. In the era of electronic commerce that continues to grow, Shopee as one of the main players in the e-commerce industry offers efficient and fast delivery services. However, in the process of sending goods, the risk of damage or loss of goods always exists. This negligence is the responsibility of the expedition company, because the company has an obligation to compensate for losses experienced by consumers as stated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. This research aims to analyze and determine the complaint mechanism that can be carried out by consumers if they experience losses caused by the Shopee or Shopee Xpress companies and forms of consumer protection against losses in the delivery of goods. There are laws and regulations that regulate online transaction activities in e-commerce and expedition services, however there are still many business actors, especially expedition services, who carry out transaction activities without using good faith. It is hoped that this research will help and determine legal protection for merchants as business actors in the marketplace and as consumers who use expedition services as well as legal remedies for losses experienced by merchants in terms of shipping goods. This research method uses normative juridical by comparing primary, secondary and tertiary literature studies. In terms of existing problems, current laws and regulations can be implemented in resolving disputes against consumers. The results of this research relate to legal protection for merchants as consumers of expedition services, namely the responsibility for compensation for losses carried out by Shopee as a marketplace provider and as an expedition service provider</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9881 Kedudukan Restitusi dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia 2024-03-19T09:16:18+08:00 Shalshabillah Ananda Permana shalshabillahananda@gmail.com Dian Andriasari Diancahaya2020@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Dalam konteks sistem peradilan anak, sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, penyelesaian perkara anak wajib diupayakan melalui diversi dengan menggunakan pendekatan <em>restorative justice.</em> Baik pelaku maupun korban anak harus mendapatkan hak yang sama dalam keputusan diversi. Salah satu dari kesepakatan diversi yang merupakan hak korban adalah restitusi. Namun, pemberian restitusi untuk korban tindak pidana terhadap anak masih dirasa kurang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai kedudukan restitusi dalam sistem peradilan anak di Indonesia. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif. Pengumpulan data dilaksanakan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan, yakni dengan wawancara. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan metode normative serta menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa restitusi berkedudukan sebagai posisi hukum dalam memberikan dari tindakan pemulihan atau penggantian yang harus dilakukan oleh pelaku kejahatan kepada korban atau pihak yang dirugikan.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstract. </strong>In the context of the juvenile justice system, in accordance with the provisions of Law No. 11/2012 on the Juvenile Criminal Justice System, the settlement of juvenile cases must be pursued through diversion using a restorative justice approach. Both child perpetrators and victims must have equal rights in diversion decisions. One of the diversion agreements that is a victim's right is restitution. However, the provision of restitution for victims of criminal acts against children is still considered less than optimal. This research aims to explore the position of restitution in the juvenile justice system in Indonesia. The research uses normative juridical method. Data collection was carried out by literature study and field study, namely by interview. Data analysis was carried out using normative methods and using a qualitative approach. The results of the research state that restitution has a legal position in providing recovery or replacement actions that must be carried out by the perpetrator of the crime to the victim or the injured party.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9880 Tinjauan Kriminologi Perkara Tindak Pidana Penyebaran Video Porno Melalui Media Sosial 2024-03-19T09:16:19+08:00 Hana Regina Jawza hanareginajawza@gmail.com Dian Alan Setiawan dianalan.setia@yahoo.com <p><strong>ABSTRACT</strong>. The Criminological Review of the Crime of Pornography Through Social Media Applications is based on the large amount of pornographic content that is widely spread on social media applications and the public's lack of understanding about the criminal act of pornography itself. The crime of pornography is regulated in Law No. 44 of 2008 concerning pornography, generally stated in article 4 paragraphs (1) and (2). Law Number 19 of 2016 concerning amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. The problem formulation of this research is what are the factors that cause perpetrators to commit the criminal act of distributing pornographic videos via social media and what are the crime prevention efforts against the criminal act of distributing pornographic videos via social media. Using criminal law policy theory and the theory of the causes of crime (criminology). The research method used in this research is the juridical-normative method, namely by examining statutory regulations, legal theories, legal principles, and relevant legal doctrines to answer the legal problems being researched. The results of this research conclude that the factors causing the perpetrators to commit the criminal act of distributing pornographic videos via social media, namely the main motive of the perpetrators, the lack of legal awareness of the perpetrators, and the ease of use of social media. Responding to the existing phenomenon requires legal firmness, especially from officials who act in law enforcement as well as the important role of all levels of society to be aware of the dangers of pornographic content and to be more concerned about the surrounding environment. In tackling the criminal act of distributing pornographic videos via social media, this can be done by protecting victims, monitoring content on social media, counseling and education, as well as strict law enforcement.</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9876 Perlindungan Hukum bagi Pencipta terhadap Duplikasi Foto Produk di Marketplace dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik 2024-03-19T09:16:19+08:00 Carmelia Gelora Agustina geloracarmelia02@gmail.com Arinto Nurcahyono artnur@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong>. Berkembangnya <em>e-commerce</em>&nbsp;di Indonesia memberikan pengaruh yang besar di Indonesia. Pelaksanaan <em>marketplace </em>dalam perkembangannya memberikan ruang bagi orang atau kelompok untuk melakukan pelanggaran hak cipta. Pelanggaran hak cipta yang dapat terjadi di <em>marketplace </em>berupa duplikasi karya fotografi produk yang dilakukan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak ciptanya. Pencipta dalam hal ini pemilik karya fotografi yang dilanggar hak-hak eksklusifnya berupa hak moral dan hak ekonomi dari karya fotografi produk miliknya. Berdasarkan kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji perlindungan&nbsp;hukum bagi pencipta&nbsp;terhadap pelanggaran hak cipta, khususnya dalam duplikasi foto produk tanpa izin di <em>marketplace</em>&nbsp;sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta&nbsp;Jo. Peraturan Pemerintah Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Penelitian ini menggunakan analisis yuridis normatif.. Data sekunder digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan dengan menggunakan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif&nbsp;Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta&nbsp;Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, duplikasi foto produk tanpa izin di <em>marketplace</em><em>&nbsp;</em>secara hukum dapat dikenai pidana sesuai dengan Pasal 113 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang hak cipta dan pertanggungjawaban perdata berdasarkan Pasal&nbsp;9 Ayat (3). Kemudian, pemilik hak cipta berhak mengajukan laporan pidana ke kepolisian atau mengajukan gugatan perdata baik melalui&nbsp;litigasi ke&nbsp;pengadilan niaga Indonesia,&nbsp;ataupun melakukan tindakan represif non-litigasi berupa negoisasi terkait tindakan duplikasi foto produk tanpa izin di <em>marketplace</em>, sebagaimana diatur Pasal 23 Huruf (b) PP PMSE. Mengacu pada Putusan Nomor 45/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst, perlindungan hukum bagi pencipta terhadap duplikasi foto produk harus terlaksana untuk mendapatkan kepastian hukum yang sama dihadapan hukum.</p> <p><strong>Abstract</strong>. The development of e-commerce in Indonesia has had a big influence on Indonesia. The implementation of the marketplace in its development provides space for people or groups to commit copyright violations. Copyright violations that can occur in the marketplace are in the form of duplication of product photography work carried out without permission from the creator or copyright holder. The creator, in this case the owner of the photographic work whose exclusive rights are violated in the form of moral rights and economic rights from the photographic work of his product. Based on the facts above, the author is interested in studying legal protection for creators against copyright infringement, especially in duplicating product photos without permission in the marketplace in accordance with the Jo Copyright Law. Government Regulation of Trading Through Electronic Systems. This research uses normative juridical analysis. Secondary data is used in this research. Secondary data was collected using library research. The research results show that in the perspective of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright Jo. Government Regulation Number 80 of 2019 concerning Trading via Electronic Systems, duplication of product photos without permission in the marketplace can legally be subject to criminal charges in accordance with Article 113 Paragraph (3) and (4) of the Copyright Law and civil liability based on Article 9 Paragraph (3 ). Then, the copyright owner has the right to submit a criminal report to the police or file a civil lawsuit either through litigation to the Indonesian commercial court, or take non-litigation repressive action in the form of negotiations regarding the act of duplicating product photos without permission in the marketplace, as regulated in Article 23 Letter (b) PP PMSE. Referring to Putusan Nomor 45/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst, legal protection for creators against duplication of product photos must be implemented to obtain the same legal certainty before the law.</p> 2024-01-28T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9915 the Analisis terhadap Prosesrecovery Asset di Indonesia berdasarkan United Nation Convention Against Corruption (Uncac) Tahun 2003 2024-03-19T09:16:18+08:00 Muhammad Wildan Rekssaputra wildanrekssa14@gmail.com Syahrul Fauzul Kabir syahrul.fauzul.k@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong>. Masalah korupsi di Indonesia, termasuk pencucian uang dan tindak pidana pencucian uang, menjadi semakin kompleks. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi (UNCAC) 2003 kedalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Uinted Nation Convention Againts Corruption untuk memerangi korupsi. Indonesia juga telah menerapkan berbagai langkah untuk memerangi korupsi, termasuk pembentukan Aset Pemulihan dan penerapan sistem Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance/MLA). Namun, implementasi langkah-langkah ini telah dikritik karena menyebabkan masalah seperti kurangnya konsistensi dalam sistem hukum dan kurangnya transparansi dalam proses pemulihan juga lambannya proses penanganan recovery asset yang terjadi indonesia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana indoensia menerapkan serta mengkonsep proses recovery asset atau pemulihan asset hasil tindak pidana korupsi yang dilarikan keluar negeri dan untuk mengetahui apakah proses hyang dilakukan Indonesia dalam upaya recovery asset sudah sesuai dnegan prosedur yang diterapkan oleh UNCAC 2003. Adapun metode penelitian yang dipakai menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan metode analisis menggunakan yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah Indonesia dalam proses recovery asset dianggap tidak sesuai dengan prosedur yang diterapkan oleh UNCAC seperti tidak aktifnya pemerintah dalam proses pelacakan asset korupsi diluar negeri hingga lamanya proses permohonan MLA atau Mutual Legal Assistance yang dilakukan pemerintah indoensia sebagai negara pemohon.</p> <p><strong>Abstract</strong>. The problem of corruption in Indonesia, including money laundering and money laundering offences, is becoming increasingly complex. Indonesia has ratified the 2003 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) into legislation, namely Law Number 7 of 2006 on the Ratification of the Uinted Nation Convention Against Corruption to combat corruption. Indonesia has also implemented various measures to combat corruption, including the establishment of Recovery Assets and the implementation of the Mutual Legal Assistance (MLA) system. However, the implementation of these measures has been criticised for causing problems such as a lack of consistency in the legal system and a lack of transparency in the recovery process as well as the slow process of handling asset recovery in Indonesia. Therefore, this research aims to find out how Indonesia implements and conceptualises the process of asset recovery or the recovery of assets from corruption crimes that are fled abroad and to find out whether the process carried out by Indonesia in asset recovery efforts is in accordance with the procedures applied by UNCAC 2003. The research method used uses a normative juridical approach by examining secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials with research specifications using descriptive analysis. The data collection technique used in this research is literature study and the analysis method uses qualitative juridical. The results of this study conclude that the actions of the Indonesian government in the asset recovery process are considered not in accordance with the procedures applied by UNCAC such as the inactivity of the government in the process of tracking corruption assets abroad to the length of the MLA or Mutual Legal Assistance application process carried out by the Indonesian government as the applicant country.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9928 Kepastian Hukum Ganti Rugi bagi Masyarakat yang Terdampak Pengadaan Tanah Pembangunan Tol Cisumdawu Keacamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang 2024-03-19T09:16:18+08:00 Linda Triyana lindatriyana405@gmail.com Lina Jamilah lina.jamilah@unisba.ac.id Frency Siska frencysiska@unisba.ac.id <p>Pengadaan tanah merupakan proyek kepentingan umum melibatkan upaya memperoleh tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dengan memberikan kompensasi kepada pemilik yang melepaskan tanah, bangunan, tanaman, dan aset terkait. Seringkali, proses ini menimbulkan konflik di masyarakat khususnya berkaitan dengan ganti rugi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengadaan tanah pembangunan Tol Cisumdawu Kabupaten Sumedang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan kepastian hukum ganti rugi bagi masyarakat yang terdampak pengadaan tanah pembangunan Tol Cisumdawu Kabupaten Sumedang. &nbsp;Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi Penelitian adalah deskriptif analitis. Tahap penelitian dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan dan wawancara sebagai bahan pendukung data sekunder dan Analisis data dilakukan menggunakan metode yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa skripsi ini untuk menjawab permasalahan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012&nbsp; tentang pengadaan tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.&nbsp;</p> <p>ABSTRACT<em>. </em><em>Land acquisition is a public interest project that involves efforts to acquire land by providing peace to owners who release land, buildings, plants and related assets. Often, this process creates conflict in society, especially regarding compensation.Therefore, this research aims to obtain land for the construction of the Cisumdawu Toll Road, Sumedang Regency in accordance with applicable regulations, and ensure legal compensation for communities affected by the land procurement for the construction of the Cisumdawu Toll Road, Sumedang Regency.</em></p> <p>The research methodology uses a normative juridical approach, qualitative research type, descriptive analysis research specifications, data collection methods and techniques in the form of library research to collect secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials, as well as qualitative analysis methods using interpretation. grammatically with a statutory regulatory approach. The research results show that this thesis is to answer the problem so that it does not continue to become a mistake over and over again, so it is important to understand the format, basis and procedures for determining compensation in the context of land acquisition for the public interest.</p> <p><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </strong></p> <p>&nbsp;</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9937 Tanggung Jawab Wali/Orang Tua atas Tindakan Wanprestasi dalam Kegiatan Jual Beli yang Dilakukan oleh Anak di Bawah Umur melalui Platform Digital Ditinjau dari Hukum Positif di Indonesia 2024-03-19T09:16:27+08:00 Farhah Almaas Shafa farhahshafa@gmail.com <p>Penelitian ini mengkaji tanggung jawab orang tua atau wali terhadap tindakan wanprestasi dalam kegiatan jual beli yang dilakukan oleh anak di bawah umur melalui platform digital, dengan fokus pada hukum positif di Indonesia. Dalam hal ini, tanggung jawab dan perlindungan terhadap anak di bawah umur dalam transaksi online menjadi penting. Hal ini karena, karena anak-anak umumnya tidak memiliki pemahaman penuh tentang transaksi online dan rentan menjadi korban penipuan. Dimana, transaksi online seringkali tidak memerlukan verifikasi usia, sehingga anak di bawah umur dapat melakukan transaksi tanpa izin orang tua. Perlindungan ini diperlukan untuk mencegah kerugian dan masalah hukum serta menjaga keselamatan dan hak anak dalam lingkungan digital. Penelitian ini bertujuan untuk memahami tanggung jawab orang tua atau wali terhadap tindakan wanprestasi dalam kegiatan jual bei yang dilakukan oleh anak di bawah umur serta penyelesaian wanprestasi dalam transaksi jual beli yang dilakukan oleh anak di bawah umur melalui platform digital.</p> <p>Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode yuridis kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif melalui deskriptif analisis. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dan lapangan, (wawancara).</p> <p>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Apabila terjadi tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam kegiatan jual beli secara online melalui platform digital , orang tua/wali dapat dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab secara hukum. Orang tua/wali bertanggung jawab penuh atas tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam kegiatan jual beli secara online melalui platfom digital. Peran orang tua/wali juga berkewajiban memberikan pengarahan dan mengawasi akses anak dalam menggunakan internet. Apabila orang tua/wali terbukti lalai dalam mengawasi dan mengontrol tindakan anak di bawah umur dalam kegiatan jual beli online melalui platform digital maka orang tua/wali dapat disanksi secara hukum.Akibat hukum&nbsp; yang ditimbulkan dari transaksi jual beli secara online melalui platform digital yang dilakukan oleh anak di bawah umur adalah perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan.&nbsp; Dalam&nbsp; upaya hukum dalam penyelesaian sengketa jual beli secara online terdapat 2 (dua) jalur yaitu jalur litigasi dan non-litigasi. (melalui mediasi).</p> 2024-01-26T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9944 Pengaturan Asuransi Pengiriman Barang yang Timbul dalam Transaksi melalui E-Commerce di Tokopedia dihubungkan dengan UU ITE Dan Pelaksanaannya oleh Perusahaan Asuransi Tokio Marine Indonesia 2024-03-19T09:16:18+08:00 Andi Rafli andirafli2499@gmail.com Frency Siska frencysiska@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRAK</strong>-Asuransi terdiri dari beberapa jenis, salah satu jenis asuransi yang dapat digunakan oleh kita adalah asuransi pengangkutan atau pengiriman barang. Asuransi pengiriman barang ini memberikan perlindungan atas kerusakan atau kehilangan obyek atau kepentingan yang dapat dipertanggungkan selama dalam proses pengangkutan dari suatu tempat ke tempat lain dengan alat angkutan darat, laut maupun udara. Ganti Rugi yang diberikan oleh pihak penyedia asuransi ini sebesar biaya penggantian barang yang hilang, atau rusak maksimal sebesar nilai pertanggungan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016/Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian Pasal 1 ayat (6). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan asuransi pengiriman barang yang timbul pada transaksi melalui E-commerce Tokopedia menurut UU Perasuransian dan UU ITE pelaksanaannya oleh Perusahaan Asuransi Tokio Marine Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif berdasarkan bahan pustaka dan bahan sekunder yang kemudian hasil dari data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengaturan asuransi pengiriman barang yang timbul dalam transaksi melalui E-commerce di Tokopedia sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, karena berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU ITE mempertegas bahwa transaksi elektronik yang dituangkan kedalam kontrak elektronik bersifat mengikat para pihak dan Sah hukumnya. Maka dari ketentuan pasal tersebut memperjelas adanya keterikatan dari suatu kontrak atau perjanjian yang dilakukan melalui transaksi elektronik adalah sah, karena perjanjian tersebut tetaplah perjanjian sebagaimana perjanjian konvensional yang mengikat para pihak serta melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang terikat didalamnya.</p> <p><strong>ABSTRACT</strong>-Insurance consists of several types, one of the types of insurance that we can use is transportation or delivery of goods. Shipping insurance provides protection against damage or loss of objects or interests that can be borne during the process of transportation from one place to another by means of land, sea or air. Compensation for losses granted by this insurer is the amount of replacement costs for lost goods, or damage is the maximum amount of liability as stipulated in Financial Services Authority Regulation No. 73/POJK.05/2016/On Good Corporate Governance for Insurance Companies Article 1 para. (6). The purpose of this study is to find out the insurance arrangements for the delivery of goods arising from transactions through e-commerce Tokopedia according to the Insurance Act and the ITE Act implemented by the Tokyo Marine Indonesia Insurance Company. This research uses normative juridic methods based on library material and secondary material which results from such data are then qualitatively analyzed. The results of this study show that the arrangement of insurance of delivery of goods arising in transactions through E-commerce in Tokopedia is already in accordance with the regulations in force in Indonesia, because according to Article 18 paragraph (1) of the ITE Act it affirms that the electronic transaction referred to in the electronic contract is binding on the parties and is legally binding.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9947 Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Jasa Tato terhadap Konsumen yang Tertular Hiv melalui Jarum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2024-03-19T09:16:17+08:00 Rangga Nugraha Henri Putra rangganhp2@gmail.com Asep Hakim Zakiran nulis.asephakimzaki@gmail.com <p><strong>ABTSRAK</strong>-Tato merupakan gambar pada kulit tubuh dengan menggunakan alat tajam berupa jarum dan sebagainya yang diberi zat pewarna atau pigmen warna-warni. Efek samping yang dapat timbul dari pembuatan tato salah satunya adalah risiko infeksi dikarenakan penggunaan jarum yang tidak steril atau kandungan zat berbahaya pada tinta yang digunakan. Konsumen mulai terpapar <em>Human Immunodeficiency Virus</em> (HIV). HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang membuat sistem kekebalan tubuh manusia menurun. Virus HIV sampai saat ini belum ditemukan cara penyembuhannya. Salah satu contoh kasus yang terjadi yaitu di kota Manado yaitu ada 23 orang yang tertular HIV melalui jarum suntik tato. Hal tersebut diduga dikarenakan jarum suntik yang digunakan oleh pelaku usaha jasa tato tidak steril dan tidak sesuai dengan SOP yang tertera sebelum melakukan praktik jasa tato. Ketika konsumen tertular HIV akibat penggunaan jarum tato yang tidak sesuai SOP tersebut, maka pelaku usaha memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab sesuai dengan Hak sebagai Konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlandaskan UUD 1945 Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 23. Hukum Perlindungan Konsumen itu diantaranya adalah pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban secara pidana.</p> <p><strong>ABSTRACT</strong>-Tattoos are drawings on the body's skin using sharp tools in the form of needles and so on which are filled with colored dyes or pigments. One of the side effects that can arise from tattooing is the risk of infection due to the use of non-sterile needles or the content of dangerous substances in the ink used. Consumers are starting to be exposed to the Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV is a virus that attacks white blood cells (lymphocytes) in the body, causing the human immune system to decline. Until now, no cure has been found for the HIV virus. One example of a case that occurred was in the city of Manado, where 23 people contracted HIV through tattoo needles. This is thought to be because the syringes used by tattoo service businesses are not sterile and do not comply with the SOPs stated before practicing tattoo services. When consumers contract HIV due to the use of tattoo needles that do not comply with the SOP, business actors have an obligation to be responsible in accordance with their rights as consumers as regulated in the Consumer Protection Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection which is based on the 1945 Constitution, Article 5 Paragraph (1), Article 21 Paragraph (1), Article 27, and Article 23. Consumer Protection Law includes civil liability and criminal liability.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9998 Perlindungan Hukum Bagi Konsumen terhadap Produk Pemutih Badan yang Tidak Memiliki Izin Edar Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 2024-03-19T09:16:13+08:00 Garini Listiana Dewi dewigarin@gmail.com Asep Hakim Zakiran asep.hakim@unisba.ac.id <div class="page" title="Page 8"> <div class="layoutArea"> <div class="column"> <p><strong>Abstrak</strong>. Kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tentu saja menjadi salah satu ancaman bagi konsumen serta para pengguna kosmetik, terlebih kosmetik saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia khususnya bagi kaum wanita. Saat ini, banyak beredar kosmetik yang ilegal baik itu tidak terdapat izin edar maupun mengandung bahan berbahaya termasuk kosmetik lokal maupun impor. Maka dari itu diperlukan adanya Perlindungan Hukum terhadap konsumen agar hak-hak mereka tetap terpenuhi atas kerugian yang mereka alami. Perlindungan konsumen bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bagi para pelaku usaha akan pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. Produk kosmetik dan makanan serta obat-obatan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM yang bertugas mengawasi peredaran kosmetik maupun obat-obatan dan makanan di Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam Penelitian ini ialah Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Konsumen atas peredaran produk kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya. Bagaimana pertanggungjawaban hukum Pelaku Usaha di Indonesia terkait dengan Peredaran Kosmetik ilegal. Metode penelitian pada skripsi ini adalah : Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan sumber bacaan, yakni Undang-Undang, buku-buku, penelitian ilmiah, media massa, jurnal hukum yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam Penelitian ini terdapat data primer dan data sekunder. Field Research (Penelitian Lapangan) yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke Lapangan. Dalam hal ini, peneliti langsung melakukan penelitian ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dengan cara Wawancara. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Perlindungan hukum terhadap konsumen atas peredaran produk kosmetik ilegal adalah dengan cara melakukan pengawasan terus-menerus dan konsumen dapat mengadukan permasalahan yang dialaminyasecara langsung atau membuat laporan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan agar dapat ditindaklanjuti secara hukum dan diberikan sanksi pidana maupun adminsitratif sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku. Pengaturan hukum terkait dengan peredaran kosmetik di Indonesia diantaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Peraturan BPOM Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, dll. Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh masyarakat yakni melalui Pengadilan (Litigasi) dan BPSK (Non-Litigasi).</p> <p>&nbsp;</p> <div class="page" title="Page 9"> <div class="layoutArea"> <div class="column"> <p><strong>Abstract</strong>. Cosmetics that contain harmful ingredients are certainly a threat to consumers and cosmetic users, especially since cosmetics have now become a basic necessity for humans, especially for women. Currently, there are many illegal cosmetics that do not have distribution permits or contain hazardous ingredients, including local and imported cosmetics. Therefore, it is necessary to have legal protection for consumers so that their rights are still fulfilled for the losses they experience. Consumer protection aims to raise awareness for business actors of the importance of consumer protection so that an honest and responsible attitude in business grows. Cosmetic products and food and medicines are supervised by the Food and Drug Supervisory Agency or abbreviated as BPOM which is in charge of overseeing the circulation of cosmetics and medicines and food in Indonesia. The problem raised in this research is how is the legal protection of consumers on the circulation of illegal cosmetic products containing hazardous ingredients. How is the legal liability of business actors in Indonesia related to the circulation of illegal cosmetics. The research methods in this thesis are: Library Research, namely research conducted based on reading sources, namely laws, books, scientific research, mass media, legal journals related to the material discussed in this thesis. In this research there are primary data and secondary data. Field Research, namely by conducting research directly into the field. In this case, researchers directly conducted research at the Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) by means of interviews. The result of the research obtained is that the legal protection of consumers regarding the circulation of illegal cosmetic products is by conducting continuous supervision and consumers can complain about the problems they experience directly or make reports to the Food and Drug Supervisory Agency so that they can be followed up legally and given criminal and administrative sanctions in accordance with the provisions of the applicable law. Legal regulations related to the circulation of cosmetics in Indonesia include Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection, Law Number 36 Year 2009 on Health, BPOM Regulation Number 2 Year 2020 on the Supervision of Production and Distribution of Cosmetics, etc. Legal efforts that can be taken by the public are through the Court (Litigation) and BPSK (Non- Litigation).</p> </div> </div> </div> </div> </div> </div> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9948 Pengaturan Hukum terhadap Karya Seni Rupa Hasil dari Sistem Intelegensi Artifisial Penghasil Gambar (Ai Generated Image) Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 2024-03-19T09:16:17+08:00 Muhammad Raihan Nugraha raihannugraha81@gmail.com <p><strong>Abstrak. </strong>Hadirnya <em>Artificial Intelligence </em>&nbsp;mengakibatkan adanya kekosongan hukum, karena belum pernah sebelum hal tersebut diatur oleh hukum. Cabang hukum yang paling terkena dampak adalah mengenai kekayaan intelektual khususnya lagi hak cipta. Bagaiaman tidak, suatu pembuatan ciptaan khusunya gamar yang biasanya membutuhkan waktu yang lama, dengan adanya hak cipta hanya memerlukan beberapa detik saja setelah kita memasukan perintah pada suatu sistem <em>Artificial Intelligence.</em> Di&nbsp; Indonesia sendiri hak cipta diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dalam Undang-Undang tersebut&nbsp; belum dijelaskan bagaimana penggunaan <em>Artificial Intelligence</em> dalam pembuatah suatu ciptaan. Oleh karenanya diperlukan konstruksi hukum yang ditinjau melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta terhadap fenomena baru ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif dengan menggunakan spesifikasi desktiptif analsis, sumber dan tekhnik pengumpulan data yang melalui studi kepustakaan dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif. Dari hasil penilitian yang sudah dilakukan, suatu karya gambar yang dihasilkan melalui sistem AI dapat dihakciptakan karena memenuhi unsur-unsur ciptaan yaitu orisinalitas dan perwujudan ekspresi. Akan tetapi, sistem AI tidak dapat dijadikan sebagai pemilik dari hak cipta tersebut karena bukan merupakan subjek hukum baik itu manusia atau badan hukum. Mengenai kepemilkan dan tanggung jawab terhadap ciptaan gambar tersebut, ditentukan melalui syarat dan ketentuan dari masing-masing sistem <em>Artificial Intelligence.</em></p> <p><strong>Abstract. </strong>The presence of Artificial Intelligence has resulted in legal gaps because it has never been regulated by the law before. One of the branches of law most affected is intellectual property, especially copyright. This is because the creation of certain works, such as images, which usually takes a long time, can now be accomplished in just a few seconds with the use of Artificial Intelligence. In Indonesia, copyright is regulated by Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. The law does not explicitly explain how Artificial Intelligence is used in the creation of a work. Therefore, a legal construction needs to be examined through Law Number 28 of 2014 concerning Copyright in relation to this new phenomenon. The research method used in this study is normative juridical with descriptive analytical specifications. The sources and techniques of data collection involve literature studies using secondary data sources consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. The data analysis method used is qualitative juridical analysis. From the results of the research conducted, a work of art created through an AI system can be copyrighted because it meets the elements of creation, namely originality and the embodiment of expression. However, the AI system cannot be considered the owner of the copyright because it is not a legal subject, whether human or a legal entity. Regarding ownership and responsibility for the creation of such images, they are determined by the terms and conditions of each Artificial Intelligence system.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9953 Penegakan Hukum terhadap Bangunan di Wilayah Pesisir Pantai Batukaras Kabupaten Pangandaran Dihubungkan dengan Kearifan Lokal 2024-03-19T09:16:17+08:00 Fauzan Zaman Ismail fauzanzamanismail@gmail.com Rini Irianti Sundary riniiriantisundary@unisba.ac.id Fabian Fadhly Jambak fabian.fadhly.j@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong>- Wilayah pesisir pantai merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan, baik perubahan tersebut yang disebabkan oleh alam itu sendiri maupun oleh perbuatan manusia, oleh sebab itu wilayah pesisir perlu dilindungi agar tidak dicemari oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kabupaten Pangadaran merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang memiliki banyak kawasan pantai karena Kabupaten Pangandaran terletak di wilayah pesisir pantai selatan Jawa Barat, salah satu pantai di Kabupaten Pangandaran adalah Pantai Batukaras dan pada kenyataanya terdapat beberapa bangunan yang berdiri di wilayah pesisir pantai dan dalam skripsi ini mencoba melihat fenomena tersebut menggunakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dihubungkan dengan Kearifan Lokal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tetap mengakui dan menghormati masyakat hukum adat yang bermukim di wilayah pesisir pantai dan memberikan wewenang sepenuhnya kepada masyarakat adat di Desa Batukaras dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dari sisi Pemerintah Kabupaten Pangandaran kurang memberikan sosialisasi terhadap masyarakat yang membangun di wilaya pesisir pantai. Dan di sisi masyarakat harus sadar bahwa mendirikan bangunan di wilayah pesisir pantai sangat berbahaya bagi keselematan dan dapat merusak lingkungan di wilayah pesisir pantai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara dengan beberapa orang yang dianggap relevan dalam penelitian ini, dokumentasi, dan observasi langsung. Metode analisis data yang digunakan pada penelitianini menggunakan analisis deskriptif kualitatif.</p> <p><strong>Abstract- </strong>Coastal areas are areas that are vulnerable to change, both those changes caused by nature itself and by human actions, therefore coastal areas need to be protected so as not to be polluted by irresponsible people. Pangadaran Regency is one of the regencies in Indonesia that has many coastal areas because Pangandaran Regency is located in the southern coastal area of West Java, one of the beaches in Pangandaran Regency is Batukaras Beach and in fact there are several buildings that stand in the coastal area and in this thesis try to see the phenomenon using Law No. 1 of 2014 concerning the Management of Coastal Areas and Small Islands associated with Local Wisdom. The results of this study show that Law No. 1 of 2014 still recognizes and respects customary law communities living in coastal areas and gives full authority to indigenous peoples in Batukaras Village in the use of coastal areas and small islands. From the side of the Pangandaran Regency Government, it does not provide socialization to people who build in coastal areas. And on the community side, they must be aware that erecting buildings in coastal areas is very dangerous for safety and can damage the environment in coastal areas. This research uses empirical legal research methods using a qualitative descriptive approach. The data sources used are primary and secondary sources. Data collection methods with interview techniques with several people considered relevant in this study, documentation, and direct observation. The data analysis method used in this study uses qualitative descriptive analysis.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9954 Perlindungan Hukum terhadap Pekerja atas Penetapan Upah Dibawah Upah Minimum di PT X Kota Tangerang berdasarkan Permenaker No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 Jo Uu No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja 2024-03-19T09:16:17+08:00 Faris Al Suddes farisalsuddes14@gmail.com Deddy Effendy pmbmbng.deddyeffendy60@gmail.com <p style="font-weight: 400;"><strong>Abstrak, </strong>Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang didalamnya mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha untuk melakukan Pemenuhan hak upah minumum bagi pekerja. melihat kenyataannya bahwa di Indonesia belakangan 3 tahun ini tersorot di media sosial dengan kasus ditemukannya Pemberian Upah dibawah Upah Minimum kabupaten/kota yang terdapat di Kota Tangerang Selatan dengan tanpa melakukannya sebagaimana Kebijakan Penetapan UMK yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perlindungan hukum terhadap Pekerja atas Pemberian hak upah dibawah UMK menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 Tentang Penetapan Upah Tahun 2023 Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian Deskriptif analitis dan menggunakan jenis data Sekunder. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum bagi Pekerja yang menerima upah dibawah Upah Minimum dapat diberikan Upaya hukum yang pada dasarnya dapat dilakukan melalui perlindungan hukum Preventif dan Refresif sebagai sarana bentuk perlindungan hukum bagi pekerja menurut Permenaker No. 18 Tahun 2022 Tentang Penetapan Upah Tahun 2023 Jo UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Abstract, </strong>The government has issued Law Number 6 of 2023 concerning Job Creation, which regulates the obligations of business actors to fulfill the right to minimum wages for workers. Seeing the fact that in Indonesia in the last 3 years it has been highlighted on social media with the case of the discovery of giving wages below the district/city minimum wage in South Tangerang City without doing so in accordance with the applicable UMK Determination Policy. This research aims to determine the legal protection for workers regarding the granting of wage rights below the UMK according to the Minister of Manpower Regulation Number 18 of 2022 concerning Determination of Wages for 2023 in conjunction with Law Number 6 of 2023 concerning Job Creation. This research uses a normative juridical approach method with descriptive research specifications. analytical and uses Secondary data types. The results of this research conclude that legal protection for workers who receive wages below the minimum wage can be provided with legal measures which can basically be carried out through preventive and repressive legal protection as a means of legal protection for workers according to Minister of Manpower Regulation No. 18 of 2022 concerning Wage Determination in 2023 in conjunction with Law no. 6 of 2023 concerning Job Creation.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9958 Kedudukan Hukum Pembagian Harta Warisan pada Perempuan di Minangkabau dengan Sistem Matrilineal Ditinjau dari Hukum Islam 2024-03-19T09:16:16+08:00 Salsabilla Putri Ananda Salsabillaputri0206@gmail.com Husni Syawali S3husnisyawali@gmail.com <p><strong>ABSTRACT </strong>The Minangkabau kinship system, which adheres to a matrilineal descent, especially in the context of inheritance division, presents a unique situation due to the differences between Minangkabau customary law, which values female heirs, and the Islamic inheritance law, which is bilateral. Despite the philosophy of "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" emphasizing adherence to Islamic Sharia in customs, distinctions arise, particularly concerning the role of women in the ownership and management of inheritance. This research aims to identify the factors that lead to women in Minangkabau receiving more inheritance than men, and to examine the impact from an Islamic legal perspective. The research methodology employed is qualitative normative, utilizing primary, secondary, and tertiary literature data. The research findings indicate that the main factor for women in Minangkabau receiving more inheritance is their elevated status as holders of "amban puruak" and their right to use the inherited property. The distribution of inheritance to women is considered a form of family endowment (wakaf) that holds significant benefits in supporting the economic livelihood of Minangkabau women</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9962 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Video Deepfake Porn Dihubungkan Hukum Pidana Postif Di Indonesia 2024-03-19T09:16:16+08:00 Antika Setia Dewi antikasetiadewii@gmail.com Dian Alan Setiawan dianalan.setia@yahoo.com <p><strong>ABSTRACT</strong>- The development of technology and information has affected many aspects of social life, The development of technology and information is characterized by the emergence of interconnected networks. The internet certainly helps people to facilitate work and other activities. However, with the development of technology and information, there are also growing types of crime in the field, one of which is cybercrime. Cybercrime can be explained as one of the unlawful activities or illegal activities using computer technology carried out through electronic information networks or the internet. One form of cybercrime is the distribution of pornographic content through social media and internet networks, which is then known as cyber pornography. One form of technological advancement that can facilitate engineering is deepfake, which is a technique using artificial intelligence (AI) that can change a person's face in a video. So this research aims to find out how law enforcement on cases that occur due to the criminal act of making and distributing deepfake videos. The factor causing the spread of deepfake porn videos through social media is the perpetrator's personal hatred of public figures or celebrities. As well as law enforcement against the perpetrators of deepfake porn videos in Indonesia, has not been running effectively. This is caused by several factors, namely legal factors, technological factors and also the law enforcement factor itself. So it is necessary to pay attention to special law enforcement regarding the offense of spreading deepfake porn videos.</p> <p><strong>ABSTRAK</strong>- Perkembangan teknologi dan informasi terjadi mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan bersosial, Perkembangan teknologi dan informasi ditandai dengan munculnya internet. Internet tentu membantu masyarakat untuk mempermudah pekerjaan maupun kegiatan lainnya. Namun, dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi, semakin berkembang juga jenis kejahatan dalam bidangnya, salah satunya adalah kejahatan siber. Kejahatan siber dapat dijelaskan sebagai salah satu kegiatan melanggar hukum atau kegiatan ilegal menggunakan teknologi komputer yang dilakukan melalui jaringan informasi elektronik atau internet. Salah satu bentuk dari kejahatan siber adalah penyebaran konten pornografi melalui media sosial dan jejaring internet, yang kemudian dikenal dengan pornografi siber. Salah satu bentuk kemajuan teknologi yang dapat mempermudah perekayasaan yaitu deepfake yang merupakan teknik menggunakan kecerdasan buatan atau artifical intelligence (AI) yang mampu mengubah wajah seseorang dalam video. Faktor penyebab penyebaran video deepfake porn melalui media sosial adalah kebencian pribadi pelaku terhadap tokoh publik atau selebriti. Serta penegakan hukum terhadap pelaku video deepfake porn di Indonesia, belum berjalan secara efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor hukum, faktor teknologi dan juga faktor penegak hukum itu sendiri. Maka perlu diperhatikan penegakan hukum khusus mengenai pelanggaran penyebaran video deepfake porn.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9970 Pembayaran Pidana Uang Pengganti Tindak Pidana Korupsi dan Implikasinya bagi Pengembalian Kerugian Negara 2024-03-19T09:16:16+08:00 Neng Erna Sry Denasty nsrydenasty1107@gmail.com <p style="font-weight: 400;"><strong>Abstrak :</strong></p> <p style="font-weight: 400;">Korupsi dapat menjadi pemicu kemiskinan dan menyebabkan ketidaksetaraan yang merugikan kesejahteraan masyarakat. Pelaku tindak pidana korupsi selain akan dikenai pidana yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, akan dijatuhi pidana uang pengganti sesuai ketentuan Pasal 18 UU Tipikor. Pidana uang pengganti bertujuan untuk mengganti kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh adanya tindak pidana korupsi dengan perhitungan berdasarkan jumlah harta benda hasil perolehan dari korupsi. Uang pengganti mempunyai alternatif pidana subsider yang dapat dijalani oleh pelaku tindak pidana korupsi apabila tidak mampu melunasi jumlah uang pengganti. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim sering menimbulkan ketidakseimbangan antara jumlah uang pengganti yang harus dibayarkan dan pidana subsider yang dijatuhkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui implementasi pidana penjara sebagai subsider dari pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dan implikasi yang disebabkan dari penerapan pidana subsider uang pengganti dalam tindak pidana korupsi terhadap pengembalian kerugian negara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan metode kualitatif yang diuraikan secara deskriptif menggunakan data sekunder dari pengumpulan data studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi pembayaran uang pengganti tidak efektif karena penjatuhan putusan hakim antara uang pengganti dan pidana subsider mengalami ketidakseimbangan yang disebabkan karena tidak adanya pedoman penjatuhan pidana subsider. Pembayaran uang pengganti yang bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara juga memiliki implikasi yang tidak memuaskan karena pidana uang pengganti tetap tidak menutup dan mengembalikan kerugian negara yang disebabkan karena banyaknya pelaku tindak pidana korupsi yang tidak membayar uang pengganti dan lebih memilih untuk menjalani pidana subsider demi aset hasil korupsi yang dihasilkannya tetap aman.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong><em>Abstract :</em></strong></p> <p style="font-weight: 400;">Corruption can trigger poverty and cause inequality that is detrimental to the welfare of society. The perpetrators of corruption crimes, in addition to being subject to the penalties stipulated in Articles 2 and 3 of the Anti-Corruption Law, will be sentenced to replacement money in accordance with the provisions of Article 18 of the Anti-Corruption Law. Replacement money aims to compensate state financial losses caused by the criminal act of corruption with a calculation based on the amount of property resulting from corruption. Replacement money has an alternative subsidiary punishment that can be served by the perpetrator of a corruption crime if he is unable to pay off the amount of replacement money. The verdict imposed by the judge often causes an imbalance between the amount of replacement money that must be paid and the imposed subsidiary punishment. This study aims to determine the implementation of imprisonment as a substitute for replacement money in corruption crimes and the implications caused by the application of replacement money in corruption crimes on the return of state losses. This research uses normative legal research with qualitative methods described descriptively using secondary data from literature study data collection. Based on the results of the research, the implementation of replacement money payment is ineffective because the judge's decision between replacement money and subsidiary punishment is imbalanced due to the absence of guidelines for the imposition of subsidiary punishment. Payment of replacement money which aims to restore state losses also has unsatisfactory implications because replacement money still does not cover and restore state losses due to the large number of perpetrators of corruption who do not pay replacement money and prefer to undergo a subsidiary punishment so that the assets resulting from corruption remain safe.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9972 Implementasi Insentif dan Disinsentif terhadap Pengelolaan Sampah di TPS Kota Bandung berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Instrumen Lingkungan Hidup 2024-03-19T09:16:16+08:00 Adinda Nabila Diva Pramestya pramestyadinda@gmail.com Yeti Sumiyati yeti@unisba.ac.id <p><strong>ABSTRAK.</strong> Pengelolaan sampah merupakan aspek krusial dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan tanggung jawab individu dan pemerintah dalam pengelolaan sampah. Namun, implementasi belum optimal, terutama terlihat dari penumpukan sampah di beberapa kota, termasuk Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis hubungan hukum antara produsen dan konsumen dalam konteks pengelolaan sampah. Hasil penelitian menunjukkan definisi sampah sebagai materi tidak diinginkan yang dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang. Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Instrumen Lingkungan Hidup memberikan landasan hukum untuk memberikan insentif dan disinsentif. Insentif berupa dorongan positif, sementara disinsentif bertujuan mengurangi perilaku negatif terhadap lingkungan. Kajian teori implementasi menyoroti tindakan terencana berdasarkan norma-norma untuk mencapai tujuan, dengan implementasi hukum diukur oleh efektivitasnya dalam mencapai dampak positif. Para ahli teori implementasi, seperti Jones dan Soerjono Soekanto, menekankan perlunya prosedur terinci dan perencanaan yang sungguh-sungguh. Kondisi penumpukan sampah di Kota Bandung menjadi fokus utama, di mana kurangnya optimalisasi implementasi kebijakan berdampak pada keadaan darurat sampah. Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 74 Tahun 2021 memberikan kerangka strategis untuk pengelolaan sampah, termasuk pemberian insentif dan disinsentif.</p> <p><strong>ABSTRACT.</strong> Waste management is a crucial aspect in maintaining environmental sustainability. Law of the Republic of Indonesia Number 18 of 2008 mandates individual and government responsibility in waste management. However, implementation has not been optimal, especially seen from the accumulation of rubbish in several cities, including Bandung. This research uses a normative juridical approach to analyze the legal relationship between producers and consumers in the context of waste management. The research results show that the definition of waste as unwanted material can vary depending on the point of view. The Waste Management Law and Environmental Instruments Government Regulations provide the legal basis for providing incentives and disincentives. Incentives are in the form of positive encouragement, while disincentives aim to reduce negative behavior towards the environment. Implementation theory studies highlight planned actions based on norms to achieve goals, with legal implementation measured by its effectiveness in achieving positive impacts. Implementation theorists, such as Jones and Soerjono Soekanto, emphasize the need for detailed procedures and serious planning. The condition of waste accumulation in the city of Bandung is the main focus, where the lack of optimization of policy implementation has an impact on the waste emergency. Bandung Mayor Regulation Number 74 of 2021 provides a strategic framework for waste management, including providing incentives and disincentives.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9973 Wanprestasi Perjanjian Repurchase Agreement di Pasar Modal yang Berdampak Kerugian Investor Dihubungkan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/Pojk.04/2015 Tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan 2024-03-19T09:16:15+08:00 Muhammad Juniardi Putra mjuniardi28@gmail.com Ratna Januarita ratna.januarita@unisba.ac.id <p><strong>Abstarct</strong>. Guidelines regarding transactions repurchase agreement (REPO) has been regulated by the Financial Services Authority (OJK), but in practice there are still cases where one of the parties experiences losses due to non-compliance with the agreement in practice due to an action that is not in accordance with the agreement. The approach method used in this research is the Normative Juridical approach, namely a legal approach carried out by examining library materials or secondary data. This research is descriptive analytical in nature, which provides a description of an object being studied through the data collected, apart from that the analysis is also carried out based on relevant and latest laws and regulations in order to get answers to the problems being studied. Implementation of a repurchase agreement (REPO) transaction agreement, in this case the seller and buyer must enter into a written agreement that complies with the provisions of Financial Services Authority Regulation Number 9/POJK.04/2015. In relation to liability for default, the aggrieved party can take legal action in Article 1267 of the Civil Code, namely by requesting implementation of the contents of the agreement if it can still be implemented, requesting compensation, requesting cancellation of the agreement as well as compensation. Implementation of the repurchase agreement (REPO) transaction must be based on the agreement. written and implementing GMRA. Meanwhile, Financial Services Authority Regulation Number 9/POJK.04/2015 states that if an event of failure occurs, all parties must complete their obligations in accordance with the procedure for resolving the event of failure as well as the related rights and obligations that have been regulated in the repurchase agreement (REPO) transaction agreement.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9975 Akibat Hukum dari Penyalahgunaan Wewenang oleh Panti Asuhan terhadap Anak Asuh dalam Penggunaan Live Sosial Media (Tiktok) menurut Perspektif Hukum Perlindungan Anak 2024-03-19T09:16:15+08:00 Nissya Maulydha Hikmah nissyamaulydha05@gmail.com Husni Syawali s3husnisyawali@gmail.com <p><strong>Abstract</strong>. Orphanage is a place where human beings are humanized, as this orphanage is a place for nurturing and educating children as an alternative last resort to replace the role of a family that has lost its function. In the current era of technology development, donations or assistance for orphanages given by the public are now done through the use of social media with different platforms such as billboards, Instagram, and TikTok. However, there are still some orphanages that exist without being known because they are not registered with the local Social Services Agency. Due to this, there have been cases of abuse of authority by orphanage managers who solicit contributions or donations using the TikTok platform for personal gain, resulting in the rights of the foster children within the orphanage not being fulfilled.<em>Based on the above description, the writer formulates several issues as follows: First, what is the legal protection for foster children as a result of the misuse of live social media (TikTok) by the managers? Second, how is the implementation of the responsibility of orphanage managers towards foster children from the perspective of child protection law? The purpose of this research is to determine the legal protection provided for foster children and the implementation of the responsibility of orphanage managers according to the perspective of child protection law. </em><em>The research method used is normative juridical, which primarily relies on secondary data supported by primary data as additional sources. This research is descriptive-analytical in nature and is related to legal theory and the implementation of positive law, aiming to obtain answers to the research problems.</em><em>The results obtained indicate that the protection provided for foster children is the action taken by the Social Services Agency, which provides temporary care based on the Child Social Welfare Institution by LKSA, facilitates and supports alternative family-based care in accordance with the National Standards for Child Care. Furthermore, the implementation of accountability for orphanage managers includes a prison sentence of 5 years and additional penalties such as the return of money, goods, or assets that have been diverted or distributed from the Foundation.</em></p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9976 Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dengan Konsumen di Media Sosial dan Perlindungan Hukumnya berdasarkan UU ITE dan UUPK 2024-03-19T09:16:15+08:00 Ashila Azzahra Darmawan ashila.ad2002@gmail.com Yeti Sumiyati yeti@unisba.ac.id M. Ilman Abidin muhammadilmanabidin@unisba.ac.id <p><strong><em>ABSTRACK. </em></strong><em>In Indonesia, legal protection efforts are reflected through the existence of regulations and laws with various forms of protection. Examples are civil law protection, consumer protection, child protection, and so on. Civil law protection in Indonesia is implicitly regulated in civil law provisions which regulate protection efforts for parties who experience losses, usually in the form of compensation. This legal protection applies to the entire community, including business actors and consumers. The relationship between consumers and business actors occurs when business actors provide information about a product to consumers. Business actors will be responsible for information regarding products or services that have been distributed. Likewise, consumers are obliged to be careful with what they buy or use. Currently, relationships between business actors and consumers can occur through social media. Social media is used by business actors to promote the products or services they sell. When promoting or advertising a product or service via social media, business actors need to pay attention to the provisions of applicable laws and regulations. Meanwhile, consumers will make reviews via social media. This is related to Article 28 paragraph (1) of the ITE Law which explains that when disseminating information it is mandatory to comply with the facts, and prohibits the dissemination of information that contains elements of lies or slander. Therefore, consumers who spread reviews via social media that contain elements of lies or slander will be subject to sanctions in accordance with Article 28 paragraph (2) of the ITE Law. The sanctions referred to are contained in Article 243 paragraph (1) of the new Criminal Code. In this article it is explained that the perpetrator can be sentenced to imprisonment for a maximum of 4 (four) years and/or pay a fine of up to category IV.</em></p> <p><strong>ABSTRAK. </strong>Di Indonesia, upaya perlindungan hukum tercermin melalui adanya peraturan dan undang-undang dengan berbagai macam bentuk perlindungan. Contohnya adalah perlindungan hukum perdata, perlindungan konsumen, perlindungan anak, dan sebagainya. Perlindungan hukum perdata di Indonesia secara implisit diatur dalam ketentuan hukum perdata yang mengatur upaya perlindungan bagi pihak yang mengalami kerugian, biasanya dalam bentuk kompensasi. Perlindungan hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat, termasuk pelaku usaha dengan konsumen. Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha terjadi saat pelaku usaha memberikan informasi mengenai suatu produk kepada konsumen. Pelaku usaha akan bertanggung jawab atas informasi mengenai produk atau jasa yang telah disebarkan. Begitu juga dengan konsumen yang berkewajiban untuk berhati-hati dengan apa yang akan dibeli atau digunakan. Saat ini, hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen bisa terjadi melalui media sosial. Media sosial digunakan oleh pelaku usaha untuk mempromosikan produk atau jasa yang dijual. Dalam melakukan promosi atau iklan mengenai suatu produk atau jasa melalui media sosial, pelaku usaha perlu memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan konsumen akan membuat ulasan melalui media sosial. Hal ini berhubungan dengan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menjelaskan bahwa dalam menyebarkan suatu informasi itu wajib sesuai dengan faktanya, dan melarang adanya penyebaran informasi yang mengandung unsur kebohongan atau fitnah. Oleh karena itu, bagi konsumen yang menyebarkan ulasan melalui media sosial yang mengandung unsur kebohongan atau fitnah, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Sanksi yang dimaksud terdapat dalam Pasal 243 ayat (1) KUHP baru. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaku dapat dipidana berupa pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau membayar denda paling banyak kategori IV.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9977 Perlindungan Hukum bagi Konsumen Akibat Penggunaan Kertas Bekas Bertinta sebagai Pembungkus Makanan Berminyak ditinjau dari UUPK Jo. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Jo. Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan 2024-03-19T09:16:14+08:00 Nabila Aulia nabila8aulia@gmail.com Sri Ratna Suminar Sriratnasuminar9@gmail.com <p>Penggunaan kertas bekas bertinta secara berkelanjutan memiliki dampak negatif pada kesehatan karena mengandung Timbal (Pb), bahan yang digunakan sebagai pigmen atau pewarna dalam tinta kertas. Risiko terjadinya pencemaran Timbal ke dalam tubuh meningkat ketika kertas bekas tersebut digunakan sebagai pembungkus makanan berminyak, di mana Timbal dapat larut dan bercampur dengan produk makanan, berpotensi menimbulkan masalah kesehatan bagi konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen dan pengawasan pemerintah terkait penggunaan kertas bekas bertinta sebagai pembungkus makanan berminyak. Fokus penelitian mencakup aspek hukum perlindungan konsumen, regulasi pangan, dan peraturan kemasan pangan yang melibatkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, serta Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yang mengkaji teori, konsep, asas hukum, dan peraturan perundang-undangan terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dan mengevaluasi kewenangan pemerintah dalam mengawasi penggunaan kertas bekas bertinta. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsumen yang mengonsumsi makanan berminyak dari pelaku usaha yang menggunakan kertas bekas bertinta mendapatkan perlindungan hukum preventif sesuai Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan potensi penerapan sanksi terkait kerugian dan pelanggaran standar kemasan makanan. Kewenangan pemerintah, terutama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), diatur dalam undang-undang, dan meskipun telah melarang penggunaan kertas bekas bertinta, masih ditemui ketidakpahaman dari sebagian pelaku usaha, menunjukkan perlunya upaya lebih lanjut untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan terhadap regulasi tersebut.</p> <p><em>The continued use of inked waste paper has a negative impact on health as it contains Lead (Pb), an ingredient used as a pigment or colorant in paper ink. The risk of Lead contamination into the body increases when the waste paper is used as a greasy food wrapper, where Lead can dissolve and mix with food products, potentially causing health problems for consumers. This research aims to examine the legal protection for consumers and government supervision related to the use of inked waste paper as oily food wrappers. The focus of the research includes legal aspects of consumer protection, food regulations, and food packaging regulations involving Law No. 8/1999 on Consumer Protection, Law No. 18/2012 on Food, and Food and Drug Administration Regulation No. 20/2019 on Food Packaging. The approach method used in this research is the normative juridical method, which examines theories, concepts, legal principles, and related laws and regulations. This research aims to identify the legal protection provided to consumers and evaluate the government's authority in supervising the use of inked waste paper. The results of the study concluded that consumers who consume oily food from businesses that use inked waste paper receive preventive legal protection in accordance with Article 4 Paragraph 1 of Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection, with the potential application of sanctions related to losses and violations of food packaging standards. The authority of the government, especially the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM)</em></p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9986 Pembuktian atas Penetapan Anak di Luar Perkawinan yang Sah Tanpa melalui Tes Dna 2024-03-19T09:16:14+08:00 Rico Pratama Arafah darmariko1213@gmail.com Jejen Hendar jejen.hendar@unisba.ac.id <p><strong>Abstrack.</strong> Penelitian ini berfokus kepada pembuktian atas penetapan anak di luar perkawinan yang sah tanpa melalui tes DNA pada putusan Nomor 109/PDT/2022/PT BTN. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban ayah biologis kepada anak di luar perkawinan yang sah tanpa melalui tes DNA dan akibat hukumnya pada Putusan No. 109/PDT/2022/PT BTN ditinjau dari UU Perkawinan dan Putusan MK/46/PUU-VIII/2010. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan undang-undang. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui studi pustaka dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini membuktikan bahwa pertanggungjawaban ayah biologis atas penetapan anak di luar perkawinan yang sah tanpa tes DNA ialah memelihara dan mendidik anak tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan. Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 juga menjadikan ayah biologis wajib bertanggung jawab akibat adanya hubungan keperdataan. Akibat hukum Putusan No. 109/PDT/2022/PT BTN yaitu RA wajib mengakui NKT sebagai anak kandungnya selama RA belum mampu menunjukkan sebaliknya. Pengakuan ini dapat dilakukan melalui akta-akta kelahiran NKT, akta yang dibuat oleh petugas catatan sipil dan dicatat dalam akta kelahiran NKT, serta akta otentik yang kemudian dicatat dalam akta kelahiran NKT sebagaimana Pasal 281 KUHPerdata.</p> <p><strong>Abstract</strong>. This research focuses on proving the legal determination of children outside of marriage without going through a DNA test in decision Number 109/PDT/2022/PT BTN. The purpose of this research is to determine the responsibility of biological fathers to children outside of a legal marriage without going through a DNA test and the legal consequences in Decision No. 109/PDT/2022/PT BTN reviewed from the Marriage Law and Decision MK/46/PUU-VIII/2010. This research method uses a qualitative approach and a legal approach. The data collection technique used was through literature study and analyzed descriptively qualitatively. This research proves that the biological father's responsibility for determining a child out of wedlock as legal without a DNA test is to care for and educate the child as stipulated in Article 45 paragraph (1) of the Marriage Law. Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010 also makes biological fathers obliged to take responsibility due to civil relations. Legal consequences of Decision no. 109/PDT/2022/PT BTN, namely that RA is obliged to recognize NKT as his biological child as long as RA is unable to show otherwise. This recognition can be done through NKT birth certificates, deeds made by civil registration officers and recorded in the NKT birth certificate, as well as authentic deeds which are then recorded in the NKT birth certificate as stated in Article 281 of the Civil Code.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9987 Perlindungan Hukum terhadap Pelapor Penyalahgunaan Narkotika menurut Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2024-03-19T09:16:14+08:00 Thoriq Najmu Tsaqib thoriqumar26@gmail.com Chepi Ali Firman Z chepialifirmanzakaria@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Narcotics have become a big problem at every level of society, because their abuse has had a negative impact on society, the nation and the state. Almost every day the circulation of narcotics and their abuse is reported in various mass media and social media, starting from the arrest of dealers or the discovery of narcotics factories, to news about young people who have died due to consuming narcotics. And it must be acknowledged that the disclosure of these narcotics abuse cases was due to information from the public. This is a form of public awareness of their social responsibility to help maintain public order and safety, and this awareness is very much in line with Islamic values which teach its adherents to always do good things in their lives. This research was conducted with the aim of understanding the legal protection mechanism for reporting narcotics crimes, and also to understand the impact of providing information on the disclosure of narcotics crimes, in relation to Law No. 35 of 2009 concerning Narcotics. This research uses normative legal methods and library legal research methods, namely legal research carried out by examining existing library materials and real data obtained. Meanwhile, the research specifications in this study use analytical descriptive. Analytical descriptive is research carried out by describing statutory regulations and legal theories related to research. The results of research conducted in the jurisdiction of the West Java Regional Police show that the West Java Regional Police does not yet have special technology to be used as a means of conveying information about suspected narcotics abuse, but still uses a joint hotline facility for complaints of various information and public reports, even though the technology In particular, if it can be provided with security guarantees for whistleblowers and used optimally, it will be a factor that really supports the ease of information from the public, so that it will speed up the response to criminal acts that occur in society. Meanwhile, the obstacles faced by the West Java Regional Police originate from internally, namely regarding the regulations and resources they have; and external obstacles, related to the socio-cultural and geographical conditions of West Java, which are quite challenging and must be faced by reviewing the rules for protecting, improving personnel skills, conducting outreach and education to the community, as well as providing digital technology-based communication applications that make it easier to use and provide security guarantee for the reporting community.</p> <p><strong>&nbsp;</strong><strong>Abstrak.</strong> Narkotika telah menjadi masalah besar di setiap tingkatan Masyarakat, karena penyalahgunaannya telah berdampak negatif pada Masyarakat, bangsa, dan negara.&nbsp; Hampir setiap hari peredaran narkotika dan penyalahgunaannya diberitakan diberbagai media massa dan media sosial, mulai dari tertangkapnya pengedar ataupun ditemukannya pabrik-pabrik narkotika, sehingga berita tentang generasi muda yang tewas karena mengonsumsi narkotika. Dan harus diakui bahwa terungkapnya kasus-kasus penyalahgunaan narkotika ini adalah karena adanya informasi dari Masyarakat. Hal ini merupakan bentuk kesadaran Masyarakat akan tanggungjawab sosialnya untuk turut menjaga ketertiban dan keselamatan Masyarakat, dan kesadaran ini sangat sejalan dengan nilai Islam yang mengajarkan kepada para pemeluknya untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dalam hidupnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami mekanisme perlindungan hukum bagi pelapor tindak pidana narkotika, dan juga untuk memahami dampak pemberian informasi oleh pelapor terhadap pengungkapan tindak pidana narkotika, dalam kaitan dengan Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dan metode penelitian hukum kepustakaan, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada dan data-data yang diperoleh secara riil. Sedangkan Spesifikasi penelitian pada penelitian ini menggunakan deskriptif analitis. Deskriptif analitis merupakan penelitian yang dilakukan dengan mendeskripsikan peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah hukum Polda Jawa Barat ini menunjukkan bahwa di Polda Jawa Barat belum memiliki teknologi khusus untuk dijadikan sarana penyampaian informasi tentang adanya dugaan tindak penyalahgunaan narkotika, akan tetapi masih menggunakan fasilitas <em>hotline</em> bersama untuk pengaduan berbagai informasi dan laporan Masyarakat, padahal teknologi khusus bila dapat disediakan dengan jaminan keamanan bagi para pelapor dan digunakan secara optimal, akan menjadi faktor yang sangat mendukung kemudahan informasi dari masyarakat, sehingga akan mempercepat penanggulangan tindak pidana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan hambatan yang dihadapi oleh Polda Jabar berasal dari&nbsp; internal, yakni menyangkut aturan dan sumber daya yang dimiliki; dan hambatan eksternal, terkait dengan kondisi sosial budaya dan geografis jawa barat, yang cukup menantang dan harus dihadapi dengan meninjau aturan perlindungan pada pelapor, meningkatkan skill personil, melakukan sosialisasi dan edukasi kepada Masyarakat, serta menyediakan aplikasi komunikasi berbasis teknologi digital lebih memudahkan digunakan dan memberi jaminan keamanan bagi Masyarakat pelapor.</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/9994 Pertanggungjawaban Hukum Bpom dan Pelaku Usaha terhadap Peredaran Toxin dalam Obat Paracetamol Sirup Ditinjau dari Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 13 Tahun 2022 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Obat Dan Makanan 2024-03-19T09:16:14+08:00 Indira Ratna Wismaya indiraratnaw@gmail.com M. Husni Syam husnisyam@gmail.com <p style="font-weight: 400;"><strong>Abstract</strong></p> <p style="font-weight: 400;">Indonesia asserts health as a fundamental human right, with the government playing a crucial role in ensuring its fulfillment, particularly in overseeing the pharmaceutical industry. The Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) is responsible for ensuring the safety of pharmaceutical products in the market, regulated by international agreements and the Health Law No. 17 of 2023. Despite regulations, violations persist, as seen in the case of paracetamol syrup containing harmful substances. The security crisis prompts questions about legal accountability, especially for BPOM. Legal accountability for BPOM is essential due to its negligence causing adverse effects on society, prompting a reassessment of its effectiveness and efficiency. This study explores the concept of legal accountability through the theory of delictual liability, emphasizing the state's responsibility for the institution's negligence that harms the public.This research employs a qualitative normative method using primary, secondary, and tertiary literature. Findings indicate that BPOM, as a supervisory institution, falls short of its responsibility for consumer safety and ensuring business compliance with Good Manufacturing Practice (CPOB) standards. Businesses also bear legal responsibility to consumers under the Consumer Protection Law (UUPK), including providing accurate product information and accountability for losses.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Abstrak</strong></p> <p style="font-weight: 400;">Indonesia menegaskan kesehatan sebagai hak asasi manusia yang fundamental, dengan pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan pemenuhan hak tersebut, terutama dalam pengawasan industri farmasi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertanggung jawab memastikan keamanan produk obat di pasaran. Peraturannya telah diatur dalam perjanjian internasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Meskipun memiliki peraturan, pelanggaran masih terjadi, seperti pada kasus obat paracetamol sirup yang mengandung bahan berbahaya. Krisis keamanan pada obat paracetamol menimbulkan pertanyaan terkait pertanggungjawaban hukum, terutama BPOM. Pertanggungjawaban hukum BPOM menjadi esensial karena kelalaian BPOM menyebabkan dampak negatif pada masyarakat, sehingga menyebabkan tuntutan penilaian kembali terhadap efektivitas dan efisiensi lembaga ini. Maka penelitian ini mengeksplorasi konsep pertanggungjawaban hukum melalui teori delictual liability, di mana negara harus bertanggung jawab atas kelalaian lembaga yang merugikan masyarakat. Metode penelitian ini yaitu normatif kualitatif dengan menggunakan data kepustakaan primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa BPOM sebagai lembaga pengawas tidak memenuhi tanggung jawabnya atas keamanan konsumen dan memastikan bahwa pelaku usaha sudah mematuhi standar CPOB. Pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab hukum kepada konsumen sesuai UUPK termasuk memberikan informasi produk yang benar dan tanggung jawab atas kerugian.</p> <p style="font-weight: 400;">&nbsp;</p> 2024-01-29T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10004 Pembuktian dalam Kejahatan Carding dan Upaya Pihak Perbankan dalam Melakukan Penanganan terhadap Data Nasabah Kartu Kredit menurut Hukum Pidana Positif di Indonesia 2024-03-25T09:54:11+08:00 Aldo Fuqaha Alfatih aldofuqahaalfatih28@gmail.com Dian Alan Setiawan dianalan.setia@yahoo.com <p><strong>Abstrak</strong>. Carding saat ini menjadi masalah yang sangat pelik di Indonesia, carding merupakan kejahatan yang berhubungan dengan penggunaan kartu kredit. Motif kejahatan ini adalah melakukan pembelian dengan menggunakan identitas dan nomor telepon orang lain, dengan metode pencurian data pribadi orang lain melalui Internet. Dalam penegakan hukumnya, kejahatan carding dapat di kenakan Pasal-pasal dari beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat menjerat pelaku untuk mendapatkan hukuman pidana atas perbuatannya. Hanya saja, ketika terkait dengan kejahatan yang melibatkan teknologi informasi, pembuktian menjadi sulit dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuktian dalam kejahatan carding menurut hukum pidana postitif di Indonesia, serta bagaimana upaya perbankan dalam kejahatan carding untuk melakukan pengamanan terhadap data nasabah kartu kredit menurut peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yakni analisis terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Meliputi klasifikasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan dan topik penelitian kemudian di sesuaikan dengan ketentuan hukum, dimana hasil akhir analisis adalah dalam bentuk narasi berupa pengambilan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab sulitnya pembuktian dalam kejahatan carding adalah sulitnya mendapatkan alat bukti sah yang sesuai dengan Pasal 184 KUHAP karena membutuhkan sumber daya manusia serta peralatan komputer forensik yang baik. Selanjutnya banyak saksi maupun tersangka dan korban yang berada di luar yurisdiksi hukum Indonesia, sehingga untuk melakukan pemeriksaan maupun penindakan amatlah sulit, Selanjutnya upaya pengamanan data nasabah kartu kredit oleh perbankan dilakukan dengan cara, yaitu sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 bahwa bank memiliki kewajiban menjaga kerahasiaan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Kewajiban ini mencakup perlindungan terhadap data nasabah dalam posisinya sebagai penyimpan. Dalam upaya bank dalam menjaga ketahanan siber dijelaskan lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 29 /Seojk.03/2022 Tentang Ketahanan Dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum</p> <p><strong>Abstract</strong>. Carding is now a very strange problem in Indonesia, carding is a crime associated with the use of credit cards. The motive for this crime is to make purchases using someone else's identity and telephone number, using the method of stealing someone's personal data over the Internet. In law enforcement, the crime of carding can be carried under articles of some regulations of the law which can trace the perpetrator to obtain criminal punishment for his acts. It's just, when it comes to crimes involving information technology, proof becomes difficult to do. The research aims to find out the proof of carding crimes under postitive criminal law in Indonesia, as well as how banking attempts in carding crime to carry out security of credit card customer data according to legislation. This research uses qualitative descriptive research methods, i.e. analysis of primary, secondary, and tertiary legal material. Includes the classification of legal material according to the subject matter and subject matter of research and is then adapted to the legal provisions, where the final result of the analysis is in the form of narrative deductive conclusions. The results of the research show that the reason for the difficulty of proofing in the crime of carding is the difficulties of obtaining a valid proof tool in accordance with Article 184 of the Code because it requires human resources as well as good forensic computer equipment. Furthermore, many witnesses as well as suspects and victims are outside the jurisdiction of Indonesian law, so to carry out the inspection or prosecution is extremely difficult, Further efforts to secure the data of credit card customers by the bank are carried out in a way, namely in accordance with Article 40 paragraph (1) of the Act No. 10 of 1998 that the bank has an obligation to keep the confidentiality of information about the customer and its storage. This obligation includes the protection of customer data in its position as a keeper. The bank's efforts to maintain cyber resilience are further explained in the Official Letter of the Financial Services Authority of the Republic of Indonesia No. 29 /Seojk.03/2022 On Cyber Resilience and Security for Public Banks.</p> 2024-01-30T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10013 Critical Study of the Fulfillment of Employee’s Rights Post Employment Termination Due to Unperformance 2024-03-25T09:57:27+08:00 Ayu Wahyuningsih Syarifah ayuws2103@gmail.com Rimba Supriatna, S.H., M.H. rimba@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong>. Perselisihan hubungan industrial merupakan perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, Pemenuhan hak pasca pemutusan hubungan kerja kerap kali menjadi permasalahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak perkerja pasca pemutusan hubungan kerja dengan dasar kinerja buruk atau uperformance berdasarkan undang-undang dibidang ketenagakerjaan, serta Bagaimana dasar kesesuaian pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 763K/ Pdt.sus-PHI/2020 dengan aturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dekskriptif kualitatif, yakni analisis terhadap bahan hukum primer, skunder, dan tersier yang dituangkan dalam bentuk narasi berupa pengambilan kesimpulan secara induktif. Hasil penelitian menunjukan Pemenuhan hak pekerja pasca pemutusan hubunga kerja dengan dasar kinerja buruk atau unperformace harus didasari dengan Pasal 161 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikarenakan kinerja buruk merupakan salah satu tindakan pekerja yang melanggar kewajiban pekerja baik dalam peraturan perusahaan maupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan tentunya dengan memperhatikan lebih seksama mengenai proses pemutusan hubungan kerjanya. Pelaksanaan eksekusi sebagai pemenuhan hak pekerja (pemohon kasasi) pasca hubungan kerja sedikit melenceng dari kata adil. Pelaksanaan eksekusi yang molor selama sembilan bulan dari putusan dibacakan, seharusnya dilakukan maksimal 8 hari dari putusan dibacakan sebagaimana pasal 195 HIR.Kesesuaian pertimbangan hukum dalam putusan Nomor 763K/Pdt.sus-PHI/2020 dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia menurut penulis sedikit tidak sesuai. Mahkamah Agung seharusnya lebih jeli mengenai prosedur pemutusan hubungan kerjanya terlebih dahulu, dikarenakan akan fatal apabila ada kesalahan dari dasarnya.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstract</strong>. An industrial relations dispute is a dispute of opinion that results in conflict between an employer or an entrepreneur's association with a worker/worker or a union of workers/unions of workers due to the existence of disputes over rights, conflicts of interest, termination of the employment relationship and disputes between a union/union of workers within a company. If he does not comply with the rights and obligations outlined in the treaty, there may be a dispute in the matter. The fulfillment of the right after the termination of the employment relationship is often a problem. This research aims to find out how the fulfillment of employment rights after termination of an employment relationship based on poor performance or performance based on employment law, as well as how the legal considerations in Decision No. 763K/ Pdt.sus-PHI/2020 are compatible with the rules of labor law in force in Indonesia. This research uses qualitative descriptive research methods, namely analysis of primary, squander, and tertiary legal materials that are presented in the form of narrative inductive conclusion-taking. The results of the research show that the fulfillment of an employee's rights after termination of an employment relationship based on unperformance should be based on Article 16 Verse 1 of the Employment Act No. 13 of 2003 due to poor performance is one of the acts of the employee who violates the obligations of both the company regulations and the Employment Act Number 13 of 2003, and of course by paying more attention to the termination process. The enforcement of the execution as the fulfillment of the rights of the worker (claimant of cassation) after the employment relationship is a little narrow from the fair word. The execution of execution that molor for nine months from the judgment is read, should be carried out a maximum of 8 days from the decision read as in article 195 HIR. The legal considerations in decision No. 763K/Pdt.sus-PHI/2020 with the rules of law in force in Indonesia according to the author are a little inappropriate. The Supreme Court should be more cautious about the termination procedure first, as it would be fatal if there were a fundamental mistake.</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10168 Analisis Pemberian Ganti Kerugian terhadap Korban Salah Tangkap Dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia 2024-03-25T13:42:16+08:00 Syifa Anggita Ahimsa Putri ahimsasyifa@gmail.com Nandang Sambas nandangsambas@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong><strong>. </strong>Dalam proses beracara hukum pidana sering terjadi kekeliruan dalam penangkapan kepada diduga tersangka atau sering disebut salah tangkap. Korban salah tangkap dapat mengalami beberapa kerugian seperti fisik, psikis, dan materi, sehingga korban salah tangkap berhak mendapatkan ganti kerugian karena telah menjalani hukuman atas dakwaan yang tidak pernah dilakukannya. Namun pada faktanya, banyak kasus-kasus yang memohon ganti kerugian justru mengeluhkan mengenai proses permohonan ganti kerugian yang berbelit-belit. Penelitian ini akan membahas implementasi pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap sebagai upaya perlindungan hak asasi manusia dan faktor-faktor penghambat pelaksanaan pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap. Penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan observasi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Spesifikasi penelitiannya menggunakan pendeketan yuridis normatif, dengan metode analisis yang bersifat deskriptif analisis. Implementasi ganti kerugian terhadap dua kasus yang peneliti bahas belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut dikarenakan banyaknya hambatan pemberian ganti kerugian bagi korban salah tangkap mencerminkan bahwa hak-hak korban salah tangkap belum terpenuhi dengan baik, seperti besaran jumlah ganti kerugian yang tidak optimal, tenggang waktu pemberian ganti kerugian tidak sesuai dengan peraturan, lemahnya peraturan penggantian kerugian, serta pertimbangan hakim dalam menetapkan jumlah ganti kerugian. Faktor-faktor penghambat pelaksanaan pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap terbagi menjadi dua yaitu faktor-faktor korban salah tangkap tidak mengajukan permohonan ganti kerugian serta faktor-faktor penghambat pencairan ganti kerugian terhadap korban salah tangkap.</p> <p><strong><em>Abstract</em></strong><strong><em>. </em></strong><em>In the criminal legal process, mistakes often occur in arresting suspected suspects or what is often called wrongful arrest. Victims of wrongful arrest can experience several losses, such as physical, psychological and material, so that victims of wrongful arrest have the right to receive compensation because they have served time for charges they never committed. However, in reality, many cases that apply for compensation actually complain about the complicated process of requesting compensation. This research will discuss the implementation of providing compensation to victims of wrongful arrest as an effort to protect human rights and the factors that hinder the implementation of providing compensation to victims of wrongful arrest. The research in this writing is doctrinal research using data collection techniques, literature study and observation. The approach method used in this research is qualitative analysis. The research specifications use a normative juridical approach, with analytical methods that are descriptive analysis. The implementation of compensation for the two cases that the researchers discussed has not been carried out well. This is due to the many difficulties in providing compensation for victims of wrongful arrest, reflecting that the rights of victims of wrongful arrest have not been fulfilled properly, such as the amount of compensation which is not optimal, the grace period for providing compensation is not in accordance with regulations, weak compensation regulations, and The judge's consideration in determining the amount of compensation. The factors that hinder the implementation of providing compensation to victims of wrongful arrest are divided into two, namely factors that victims of wrongful arrest do not submit requests for compensation and factors that hinder the disbursement of compensation for victims of wrongful arrest.</em></p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10170 Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Ujaran Kebencian Atas Nama Terdakwa Habib Bahar Bin Smith 2024-03-25T13:46:17+08:00 Andika Pradipta Putra W andikapradipta06@gmail.com Chepi Ali Firman Zakaria chepialifirmanzakaria@gmail.com <p><strong>Abstract. </strong>The development of information and communication technology has led to increasingly open opportunities for individuals to interact with others on social media. But not infrequently comments on social media often lead to giving blasphemy or hate speech to an individual or other group that can cause polemics between individuals or groups, one of which is BAHAR bin SMITH. BAHAR bin SMITH was submitted to the Bandung District Court by JPU, alleging that he had committed hate speech during his lecture in December 2021 in Margaasih District, Bandung Regency in commemoration of the Birthday of the Prophet Muhammad SAW. Some of the content of his lecture was provocative, containing hate speech against the government to the Indonesian Police institution, which actually Habib Rizieq was punished not for commemorating the Birthday of the Prophet Muhammad SAW, however, due to violations of the Health Process in Petamburan and the Bogor Hospital Swab case. As for the death of 6 FPI fighters, the actual facts from the Visum et Repertum Results, the death of 6 FPI fighters, due to 2 gunshot wounds, there were no injuries due to persecution due to having their nails removed, skinned, and their genitals burned. This study aims to know, study, and analyze whether the acts committed by the accused BAHAR bin SMITH meet the criteria for hate speech; The specifics of the research on this case are descriptive analytical, with the method of juridical-normative approach, the analysis is qualitative juridical. Legal considerations that handed down a verdict on hate speech against this act, BAHAR bin SMITH has been sentenced by the Bandung District Court to imprisonment for 6 months and 15 days, as referred to in the Bandung District Court decision Number 220/Pid.Sus/2022/PN.Bdg dated August 16, 2022 which was later corrected by the Bandung High Court to 7 months as referred to in the Court decision.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan individu berinteraksi di media sosial, namun seringkali muncul komentar yang bersifat hujatan atau ujaran kebencian, seperti dalam kasus BAHAR bin SMITH. BAHAR bin SMITH dihadapkan ke Pengadilan Negeri Bandung karena dianggap melakukan ujaran kebencian dalam ceramahnya pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Margaasih, Kabupaten Bandung, Desember 2021.Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah tindakan BAHAR bin SMITH memenuhi kriteria ujaran kebencian dengan pendekatan yuridis-normatif dan analisis kualitatif. Ceramahnya dianggap provokatif karena berisi ujaran kebencian terhadap pemerintah dan kepolisian terkait kasus Habib Rizieq dan kematian 6 laskar FPI.Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman 6 bulan 15 hari, yang diperbaiki Pengadilan Tinggi Bandung menjadi 7 bulan. Penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hukum yang mendukung putusan tersebut adalah adanya elemen ujaran kebencian dalam ceramah BAHAR bin SMITH yang dapat menimbulkan kerusuhan sosial. Dengan demikian, hukuman tersebut dianggap sesuai dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia.</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10203 Tinjauan terhadap Kualitas Kepala Daerah dari Pilkada Satu Pasangan Calon berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik 2024-03-25T10:05:45+08:00 Ries Ardhian Sultansyah ries.ardhian10@gmail.com Nurul Chotidjah nurul.chotidjah@gmail.com Abdul Rohman abdul.rohman@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong>. Indonesia yang merupakan dari sebagian negara dimana sudah menjunjung tinggi kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1 angka sebagaimana isi dari UUD 1945. Dengan menyatakan secara tegas hal tersebut dalam peraturan perundang-undangan dasar membuat Indonesia secara langsung menerapkan demokrasi dimana hal menjadi bentuk dari implementasi dari apa yang diharapkan pada pasal dengan maksud kedaulatan rakyat dalam bentuk perwujudan adalah penyelenggaran pemilihan secara umum. Pemilihan umum yang menjadi bentuk wujud dari adanya kedaulatan rakyat memperlukan wakil yang berada di parlemen maupun di eksekutif sebagaimana yang tercantum pada Pasal 18 dalam isi UUD 1945 yang menyatakan, “Gubernur, Bupati, Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih. Dalam terjaringnya kepala daerah yang berkualitas, maka bagi calon pasangan kepala daerah harus memenuhi yang tercantum pada Pasal 7, Pasal 40, dan Pasal 41 UU Pilkada. Tetapi, persyaratan yang telah disebut tidak dapat dipenuhi, maka terjadi pilkada berjalan satu pasangan calon. Maka, dalam penelitian mencakup terkait dengan prosedur yang harus dilalui setiap pasangan calon dan bagaimana kualitas kepala dari hasil pilkada satu pasangan calon ini. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dan berdasarkan bahan baku hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa, adanya kesulitan dalam pemenuhan persyaratan kepala daerah dan juga kualitas kepala daerah sendiri dipengaruhi apakah pedoman AAUPB dijalankan dengan baik atau tidak. Dengan demikian, penyesuaian terkait persyaratan calon kepala daerah dan memperkuat dari AAUPB bagi kepala daerah.</p> <p><strong>Abstract.</strong> Indonesia is one of the countries which has upheld the sovereignty of the people as stated in Article 1 number as the contents of the 1945 Constitution. By expressly stating this in the basic legislation makes Indonesia directly implement democracy where it becomes a form of implementation of what is expected in the article with the intention of popular sovereignty in the form of manifestation is the holding of general elections. General elections which are a form of manifestation of the sovereignty of the people require representatives who are in parliament and in the executive as stated in Article 18 in the contents of the 1945 Constitution which states, "Governors, Regents, Mayors, each as the head of the provincial, district and city regional governments are elected. In capturing qualified regional heads, candidates for regional head pairs must fulfill the requirements listed in Article 7, Article 40, and Article 41 of the Pilkada Law. However, the requirements that have been mentioned cannot be fulfilled, so the election runs one candidate pair. So, the research includes procedures that must be passed by each candidate pair and how the quality of the head of the election results of one candidate pair. The research method uses normative juridical and based on primary, secondary, and tertiary legal raw materials. The results of the study show that, there are difficulties in fulfilling the requirements of the regional head and also the quality of the regional head itself is influenced by whether the AAUPB guidelines are implemented properly or not. Thus, adjustments related to the requirements for regional head candidates and strengthening of AAUPB for regional heads.</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10290 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA DAN PEMEGANG HAK DARI PEMBAJAKAN DOKUMENTASI KONSER MELALUI MEDIA SOSIAL TWITTER DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA 2024-03-19T09:16:12+08:00 Salma Nabilah Kamilia salmanabilah994@gmail.com <p><strong>Abstract</strong></p> <p><em>Concert documentation is a work in the field of copyright, which needs to be protected. Every use of this work emphasizes the importance of obtaining permission from the creator or rights holder before using it commercially. Legal protection for creators and rights holders against piracy of concert documentation via Twitter, referring to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, is expected to help and understand legal liability and legal protection from piracy. The research method used is normative juridical with article analysis and a qualitative approach. The research results show that there is a need for preventive and repressive legal protection in order to prevent acts of piracy and things that are detrimental to copyright holders.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Copyright, Concert Documentation, Twitter, and Piracy.</em></strong></p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p>Dokumentasi Konser termasuk karya dibidang hak cipta, yang perlu dilindungi. Dimana setiap penggunaan ciptaan ini menekankan pentingnya memperoleh izin dari pencipta atau pemegang hak sebelum memanfaatkannya secara komersial. Perlindungan hukum bagi pencipta dan pemegang hak terhadap pembajakan dokumentasi konser pada platform media sosial <em>Twitter</em>, mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta diharapkan dapat membantu dan mengetahui perlindungan hukum terhadap tindakan pembajakan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan analisis pasal dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlunya perlindungan hukum preventif dan represif agar dapat mencegah tindakan pembajakan dan hal-hal yang merugikan pemegang hak cipta.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci : Hak Cipta, Dokumentasi Konser, Twitter, dan Pembajakan.</strong></p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10323 TANGGUNG JAWAB HUKUM ATAS TINDAKAN KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN 2024-03-19T09:16:12+08:00 Adi Maulana Muhamad 10040019246 adimaul11@gmail.com SRI RATNA SUMINAR sriratnasuminar9@gmail.com <p>ABSTRACT- In an effort to maintain the quality of health workers in Indonesia, regulations have been provided that discuss maintaining health standards for the Indonesian people, as explained in the 1945 Constitution, especially in articles 28A and 28H paragraph (1) of the 1945 Constitution which states that every person has the right to live in prosperity and prosperity. and their minds have a place to live, a good living environment, and have the right to receive health services. The negligence case occurred on Friday, February 3 2023, precisely at a hospital in Palembang. Law Number 17 of 2023 concerning Health Article 276 explains that obtaining Health Services is in accordance with medical needs, professional standards and quality services. The aim of this research is to determine the legal protection of patients who experience losses and the responsibility of nurses for acts of negligence, in terms of Law Number 17 of 2023 concerning Health. The approach method used is normative juridical, the research specifications in this study are analytical descriptive. The data collection technique in this research is a literature study and the analysis method in this research uses qualitative analysis methods. Then the results were obtained that there was negligence committed by the nurse. Nurses' actions are considered unlawful and nurses must be responsible for their actions.</p> <p>&nbsp;</p> <p>ABSTRAK- Dalam upaya menjaga kualitas tenaga Kesehatan di Indonesia maka disediakanlah aturan yang membahas guna menjaga standar Kesehatan bagi rakyat Indonesia, seperti yang dijelaskan dalam UUD 1945 menyatakan khususnya dalam pasal 28A dan 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak hidup secara Sejahtera lahir dan batinnya memiliki tempat tinggal, memperoleh lingkungan hidup yang baik, dan memiliki hak memperoleh layanan Kesehatan. Kasus kelalaian terjadi pada Jumat tanggal 3 Februari 2023 tepatnya di salah satu Rumah Sakit di Palembang. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan Pasal 276 menjelaskan bahwa mendapatkan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, standar profesi, dan pelayanan yang bermutu. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum pasien yang mengalami kerugian dan tanggung jawab perawat atas tindakan kelalaian, ditinjau dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini studi kepustakaan serta metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Kemudian diperoleh hasil bahwa adanya suatu kelalaian yang dilakukan oleh Perawat. Perbuatan Perawat termasuk kedalam perbuatan melawan hukum serta Perawat harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.</p> <p>&nbsp;</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10447 Tanggung Jawab Negara Indonesia untuk Melindungi Hutan dalam Penyelengaraan Food Estate menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati 2024-03-19T09:16:11+08:00 Galih Maulana Azkiya galihma1503@gmail.com Irawati irawati@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> Facing the challenges of food security, the Food Estate Program becomes a strategic step for Indonesia in addressing strategic food security challenges. The success of this program lies in the state's responsibility to protect forests, which often serve as crucial natural resources. In the management of forests, policies, regulations, and practices, this study evaluates the extent to which the country prioritizes forest sustainability in designing and implementing the Food Estate Program. In this approach, the research employs a normative juridical approach to analyze the Convention on Biological Diversity (UNCBD) through the results of its ratification in National Law as Law No. 5 of 1994. This approach utilizes qualitative methods, involving data collection from various sources such as legal regulations, legal documents, and court decisions. The research results are expected to provide a better understanding of the concept of forest protection responsibility for the implementation of the Food Estate according to the Convention on Biological Diversity. Additionally, this normative study is also expected to identify indications of violations related to land rights seizure and land use conversion carried out by the government and the government's responsibility for resolving the committed violations. In a practical context, this research is expected to offer in-depth information, recommendations, and insights for policymakers, practitioners, and researchers in designing sustainable national food strategies in Indonesia.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan, Program Food Estate menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam mengatasi tantangan ketahanan pangan strategis. dalam keberhasilan program ini adalah tanggung jawab negara dalam melindungi hutan, yang sering kali menjadi sumber daya alam yang penting. kebijakan, regulasi, dan praktek pengelolaan hutan, studi ini mengevaluasi sejauh mana negara memprioritaskan keberlanjutan hutan dalam merancang dan menjalankan program Food Estate. Dalam pendekatan ini, penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis konvensi keanekaragaman hayati (UNCBD) melalui hasil ratifikasi Hukum Nasional menjadi UU NO.5 TAHUN 1994. Metode Pendekatan ini menggunakan cara kualitatif, melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber, seperti peraturan hukum, dokumen hukum, dan keputusan pengadilan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep Tanggung jawab perlindungan hutan untuk penyelenggaraan food Estate menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati. Selain itu, studi normartif ini juga diharapkan dapat mengidentifikasi adanya indikasi pelanggaran terkait perampasan hak atas tanah dan pengalih fungsi lahan yang dilakukan oleh pemerintah dan tanggung jawab&nbsp; dari pemerintah terhadap penyelesaian pelanggaran yang dilakukan. Dalam konteks praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,rekomendasi dan wawasan yang mendalam bagi para pembuat kebijakan, praktisi, dan peneliti dalam merancang strategi pangan nasional yang berkelanjutan di Indonesia).</p> <p>&nbsp;</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10479 Penegakkan Hukum Tindak Pidana Siber dalam Upaya Memberikan Perlindungan pada Korban pada Kasus Robot Trading 2024-03-19T09:16:11+08:00 Muhammad Faris Fauzaan frsfzn@gmail.com Arinto Nurcahyono artnur@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Law enforcement of cyber crimes in an effort to provide protection to victims in trading robot cases is an important thing to do. This is because cases of illegal trading robots are increasingly occurring in Indonesia and causing large losses for the victims. This research aims to analyze law enforcement for cyber crimes in an effort to provide protection to victims in robot trading cases. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analysis research specifications. This research data was collected by literature study using secondary data and the data analysis used was qualitative juridical. The research results show that law enforcement for cyber crimes in an effort to provide protection to victims in robot trading cases is still not optimal. This is caused by several factors, including a lack of public understanding about cyber crimes, including cases of trading robots. A lack of coordination between law enforcement agencies in handling robot trading cases. There are no specific laws and regulations governing criminal acts of trading robots. Meanwhile, if you look at Law no. 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions, there are several articles in this law that can be imposed on perpetrators of criminal acts. Some of them are Article 27 paragraph (2), Article 28 paragraph (1), Article 32 paragraph (1) and Article 35. Meanwhile, legal protection measures for victims of cyber crime in the case of trading robots that can be implemented are repressive legal protection, if Judging from Law Number 19 of 2016 concerning Electronic Information and Transactions, there are several articles relating to forms of legal protection for victims of cyber crime in the case of trading robots, including Article 26 and Article 38.</p> <p>Keywords:<em> Cyber Crime, Legal Protection, Robot Trading.</em></p> <p><strong>Abstrak.</strong> Penegakan hukum tindak pidana siber dalam upaya memberikan perlindungan pada korban pada kasus robot trading merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan kasus robot trading ilegal semakin marak terjadi di Indonesia dan menimbulkan kerugian yang besar bagi para korban. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum tindak pidana siber dalam upaya memberikan perlindungan pada korban pada kasus robot trading. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum tindak pidana siber dalam upaya memberikan perlindungan pada korban pada kasus robot trading masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang tindak pidana siber, termasuk kasus robot trading.Kurangnya koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam menangani kasus robot trading.Belum adanya peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur tentang tindak pidana robot trading. Adapun jika tinjau dari Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat beberapa Pasal yang ada didalam Undang-Undang tersebut yang dapat dikenakan pada pelaku tindak pidana. Beberapa diantaranya adalah Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 35. Sedangkan Upaya perlindungan hukum bagi korban dari tindak pidana siber pada kasus robot trading yang dapat dilakukan adalah perlindungan hukum represif, jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada beberapa Pasal yang berhubungan dengan bentuk perlindungan hukum bagi korban dari tindak pidana siber pada kasus robot trading ini diantaranya adalah Pasal 26 dan Pasal 38.</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10570 Penerapan Pajak Bumi dan Bangunan atas Penguasaan Tanah Rempang oleh Masyarakat di atas Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Batam dan Implementasinya di Kecamatan Galang, Kota Batam Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Nomor 2024-03-19T09:16:11+08:00 Harry Muhamad Fahlevie harryfahlevie@gmail.com Frency Siska frencysiska@unisba.ac.id Salma Suroyya Yuniyanti salmayuniyanti@unisba.ac.id <p><strong>Abstract.</strong> Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) merupakan salah satu&nbsp; jenis pajak yang ada di Indonesia, orang yang menggunakan atau memanfaatkan&nbsp; tanah diwajibkan membayar PBB.Pengertian PBB adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak, maka pajak PBB disebut sebagai pajak yang objektif,&nbsp; sehingga objek dari PBB adalah tanah dan/atau bangunan. Objek tanah yang dikenakan biaya PBB merupakan bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan yang Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP) lebih dari sepuluh juta rupiah atau &nbsp;tidak kurang dari sepuluh juta rupiah. Subjek dan objek merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari konteks pertanahan nasional, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak kebendaan dimana objek dari PBB adalah tanah dan bangunan,&nbsp; penetapan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sendiri bergantung terhadap subjek dari PBB itu sendiri, menurut UUHKPD Pasal 39 ayat 2, wajib pajak PBB merupakan orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, berdasarkan UUPA Pasal 16 ayat 1, hak atas bumi meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, sehingga penetapan PBB bergantung terhadap status yuridis kepemilikan atau pengusaan tanah dari subjek PBB itu sendiri, sehingga secara pratiknya antara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan hak atas tanah memiliki keterkaitan. Bedanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bukan merupakan bukti kepemilkan tetapi dapat menjadi bukti penguasaan, sedangkan hak atas tanah merupakan bukti kepemilikan atas tanah.</p> <p>Keywords: <em>Pajak Bumi dan Bangunan, Hak Pengelolaan,Pulau Rempang.</em></p> <p><strong>Abstrak.</strong> The The collection of Land and Building Tax (PBB) is one of the types of taxes in Indonesia. Individuals who use or benefit from land are obligated to pay PBB. The understanding of PBB is that it is a tax imposed on immovable property, hence it is referred to as an objective tax. Therefore, the objects of PBB are land and/or buildings. The land objects subject to PBB are land and/or buildings owned, controlled, or utilized by individuals or entities with a Tax Object Sales Value (NJOP) of more than ten million rupiahs or not less than ten million rupiahs.Subjects and objects are two inseparable elements in the context of national land. The Land and Building Tax (PBB) is a property tax where the objects are land and buildings. The determination of the Land and Building Tax object depends on the subject of the tax itself. According to Article 39 paragraph 2 of Law No. 12/1994 concerning Rural and Urban Land Spatial Planning, PBB taxpayers are individuals or entities who actually have rights to the land. Based on Article 16 paragraph 1 of Law No. 5/1960 concerning Basic Agrarian Principles, land rights include ownership rights, land-use rights, building-use rights, and utilization rights. Therefore, the determination of PBB depends on the juridical status of land ownership or use by the PBB subject. In practice, there is a connection between the Land and Building Tax (PBB) and land rights. The difference is that the Land and Building Tax (PBB) is not proof of ownership but can be evidence of possession, while land rights are evidence of ownership of the land</p> 2024-02-07T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/10663 Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Perempuan yang Mengalami Kekerasan Seksual di Tempat Kerja dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 2024-03-19T09:16:11+08:00 Ivan Daffa Darmawan ivandaffa71@gmail.com Rimba Supriatna rimba@unisba.ac.id <p>Fenomena kekerasan seksual akhir-akhir ini menjadi isu yang penting, Korban tindak kekerasan seksual kebanyakan adalah perempuan dan sebagian adalah anak-anak. Terkhusus pada kekerasan seksual di tempat kerja, belakangan ini menjadi salah satu isu problematika bagi para pekerja khususnya pekerja perempuan. Perlindungan terhadap perempuan dan pekerja, merupakan hak asasi yang harus diperoleh, pentingnya hak asasi manusia (HAM) bagi setiap individu sehingga eksistensinya harus senantiasa diakui, dihargai, dan dilindungi diantaranya melalui berbagai produk perundang-undangan. Namun berdasarkan catatan Komnas Perempuan kasus Kekerasan Seksual ditempat kerja pada tahun 2021 terdapat 398 kasus, pada tahun 2022 terdapat 324 kasus, dan sampai Mei 2023 telah terjadi 123 kasus, Kekerasan Seksual merupakan sikap, pernyataan, tindakan yang merendahkan martabat manusia. Oleh sebab itu, bisa berdampak negatif baik pada Korban maupun lingkungan kerjanya. Penulisan ini membahas tentang kewajiban perusahaan melindungi hak pekerja perempuan dan upaya perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan yang menjadi korban kekerasan sesksual di Tempat Kerja berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adapun metode penelitian yang digunakan yakni dengan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analisis, metode pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan, serta metode analisis data yang digunakan yaitu analisis yuridis kualitatif. Hasil penelitian, berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menyebutkan bahwa perusahaan tempat kerja wajib memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan yang mencakup kesejahteraan, dan keselamatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Pekerja Perempuan korban tindak kekerasan seksual di tempat kerja berhak mendapatkan perlindungan berupa dapat melakukan pelaporan, pendampingan, penanganan, dan tindakan pemulihan dari perusahaan tempat kerja serta pemerintah.</p> <p><em>The phenomenon of sexual violence has recently become an important issue. Most victims of sexual violence are women and some are children. Especially regarding sexual violence in the workplace, recently it has become a problematic issue for workers, especially female workers. Protection of women and workers is a human right that must be obtained, the importance of human rights (HAM) for every individual so that their existence must always be recognized, respected and protected, including through various legislative products. However, based on the records of the National Commission on Violence Against Women, there were 398 cases of sexual violence in the workplace in 2021, in 2022 there were 324 cases, and as of May 2023 there had been 123 cases. Sexual violence is an attitude, statement or action that demeans human dignity. Therefore, it can have a negative impact on both the victim and his work environment. This article discusses the company's obligation to protect the rights of female workers and legal protection efforts for female workers who are victims of sexual violence in the workplace based on Decree of the Minister of Manpower Number 88 of 2023 concerning Guidelines for Preventing and Handling Sexual Violence in the Workplace and Law Number 13 of 2023. 2003 concerning Employment. The research method used is a normative juridical approach, research specifications that are descriptive analysis, data collection methods in the form of library research, and the data analysis method used is qualitative juridical analysis. The research results are based on the provisions of Minister of Manpower Decree Number 88 of 2023 concerning Guidelines for Preventing and Handling Sexual Violence in the Workplace and Law Number 13 of 2003 concerning Employment. States that workplace companies are obliged to provide protection for female workers which includes the welfare and safety, both mental and physical, of the workforce. Female workers who are victims of sexual violence in the workplace have the right to receive protection in the form of reporting, assistance, treatment and recovery from the company where they work and the government.</em></p> 2024-02-08T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/11357 Pertanggungjawaban Hukum terhadap Tindak Pidana Malapraktik Suntik Filler Payudara yang Dilakukan oleh Tenaga Bukan Profesional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan 2024-03-19T09:16:10+08:00 Adilla Tiara Putri Isram Tasman adillatiaraputriisram@gmail.com Husni Syawali husnisyam@gmail.com <p><strong>Abstrak.</strong> Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi menciptakan kebutuhan masyarakat yang tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, namun perawatan tubuh dan kulit menjadi salah satu kebutuhan yang diminati. Belakangan ini, prosedur suntik filler payudara menjadi prosedur kecantikan yang diminati, sehingga membuat sejumlah orang membuka jasa suntik filler payudara dengan bertindak seolah-olah tenaga medis tanpa kualifikasi yang memadai. Tindakan tersebut menimbulkan akibat hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum dan pertanggungjawaban hukum terhadap malpraktik suntik filler payudara yang dilakukan oleh tenaga bukan profesional berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Metode yang penulis gunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif mengacu pada tinjauan peraturan perundang-undangan. Penerapan sanksi dalam tindak pidana malpraktik suntik filler payudara yang dilakukan oleh tenaga bukan profesional termasuk dalam tindak pidana khusus. Bahwa pertanggungjawaban pelaku diatur dalam ayat (2) Pasal 435 dan Pasal 489 juncto Pasal 138 Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku bersifat melawan hukum dan tidak ada alasan pemaaf.</p> <p><strong>Abstract.</strong> The development of science and technology in the era of globalization has created public needs that are not only related to health, but also body and skin care. Recently, breast filler injections have become a popular beauty procedure, which has led a number of people to open breast filler injection services by acting as medical personnel without adequate qualifications. Such actions have legal consequences. This research aims to find out how the legal rules and legal liability for malpractice of breast filler injections performed by non-professional personnel based on Law Number 17 of 2023 concerning Health. The method that the author uses is a normative juridical approach. The normative juridical approach refers to the review of laws and regulations. The application of sanctions in the criminal offense of malpractice of breast filler injections committed by non-professional personnel is included in a special criminal offense. That the perpetrator's responsibility is regulated in paragraph (2) of Article 435 and Article 489 in conjunction with Article 138 of Law No. 17 of 2023 concerning Health. That the criminal act committed by the perpetrator is against the law and there is no excuse.</p> 2024-02-08T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/11549 Kesadaran Hukum Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah Busana Muslim dalam Pendaftaran Merek Dagang sebagai Instrumen Perlindungan Hukum: Persfektif Urgensi Dan Tantangan Implementasi 2024-03-19T09:16:10+08:00 Alika Fitria Rahmanda alikafitria52@gmail.com Asep Hakim Zakiran asep.hakim@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak.</strong> Kesadaran Hukum merupakan kesadaran nilai-nilai yang terkandung dalam manusia tentang hukum yang ada. Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu kelompok masyarakat terhadap aturan-aturan atau hukum yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Yuridis Normatif dan pendekatan untuk mengkaji masalah yang hendak diteliti adalah pendekatan kualitatif, yaitu dilakukan untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena individu atau kelompok, peristiwa, dinamika sosial, sikap, keyakinan, dan persepsi. Berdasarkan hasil penelitian ini adalah Kesadaran Hukum Pemilik Usaha Mikro Kecil Menengah Busana Muslim Terhadap Pentingnya Pendaftaran Merek di Balubur Town Square Tergolong Rendah, karena kurangnya pengetahuan mengenai merek. Pemilik Usaha Mikro Kecil Menengah Busana Muslim di Balubur Town Square masih cukup banyak yang belum mendaftarkan mereknya ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Yang menganggap bahwa tidak mengetahui cara mendaftar merek, mengagap merek tidak penting dan biaya yang tidak sesuai pendapatan atau mahal. Sedangkan akibat hukum dari tidak didaftarkannya merek yaitu tidak mendapatkan perlindungan hukum.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Kesadaran Hukum, Merek, UMKM, Busana Muslim</p> <p><strong>Abstract. </strong>Legal Awareness is awareness of the values ​​contained in humans regarding existing laws. Legal awareness can be interpreted as the awareness of a person or group of people regarding the applicable rules or laws. The research method used in this research is the Normative Juridical method and the approach to studying the problem to be researched is a qualitative approach, which is carried out to explain and analyze individual or group phenomena, events, social dynamics, attitudes, beliefs and perceptions. Based on the results of this research, the Legal Awareness of Muslim Clothing Micro, Small and Medium Enterprises Owners Regarding the Importance of Brand Registration in Balubur Town Square is relatively low, due to a lack of knowledge about brands. There are still quite a lot of Muslim Clothing Micro, Small and Medium Enterprises owners in Balubur Town Square &nbsp;who have not registered their brands with the Director General of Intellectual Property Rights. Those who think that they don't know how to register a brand, think that brands are not important and the costs are not commensurate with income or are expensive . Meanwhile, the legal consequence of not registering a trademark is that it does not receive legal protection.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>Legal Awareness, Trademark, MSMEs, Muslim Clothing</em></p> 2024-02-08T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/11660 Hak Atas Keselamatan Konsumen Muslim terhadap Impor Produk Hewan dan Turunannya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan 2024-03-19T09:16:10+08:00 Mochammad Dwivo Rahayu mochammaddwivo@gmail.com Ade Mahmud ade.mahmud@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. The increasing concern of consumers regarding the safety of food products derived from animals is what prompted this research. To guarantee the safety of their products and/or services, food producers of animal origin must have a halal certificate. This is very important for the safety of Muslim consumers from imports of animal products and their derivatives. For business actors, a halal certificate functions as validation that the goods they produce meet the quality requirements and standards set out in statutory regulations and Islamic law. Therefore, the aim of this research is to evaluate the effectiveness of laws regarding ownership of halal certificates. This research's normative juridical method uses analytical descriptive research specifications to analyze secondary data. Interviews and literature reviews are the methods used in this research to collect data. Because it connects one article of a statutory regulation with another article, the data analysis method used in this research is qualitative. Research findings show that obtaining legal certainty, justice, order and consumer safety are all influenced by having a halal certificate. The process of obtaining a halal certificate is full of difficulties. The Garut Regency Government has carried out outreach and supervision both before submitting the application and after receiving halal certification.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Meningkatnya kekhawatiran konsumen terhadap keamanan produk pangan yang berasal dari hewan inilah yang mendorong dilakukannya penelitian ini. Untuk menjamin keamanan produk dan/atau jasanya, produsen pangan asal hewan harus memiliki sertifikat halal. Hal ini sangat penting bagi keselamatan konsumen Muslim dari impor produk hewan dan turunannya. Bagi pelaku usaha, sertifikat halal berfungsi sebagai validasi bahwa barang yang diproduksinya memenuhi persyaratan mutu dan standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, serta hukum Islam. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas undang-undang terkait kepemilikan sertifikat halal. Metode yuridis normatif penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis untuk menganalisis data sekunder. Wawancara dan tinjauan pustaka merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data. Karena menghubungkan satu pasal peraturan perundang-undangan dengan pasal lainnya, maka metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa diperolehnya kepastian hukum, keadilan, ketertiban, dan keselamatan konsumen semuanya dipengaruhi oleh kepemilikan sertifikat halal. Proses mendapatkan sertifikat halal memang penuh kesulitan. Pemerintah Kabupaten Garut telah melakukan sosialisasi dan pengawasan baik sebelum pengajuan permohonan maupun setelah diterimanya sertifikasi halal.</p> <p>Kata Kunci: Impor Produk Hewan dan Turunannya, Sertifikat Halal, Konsumen Muslim</p> 2024-02-08T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/11671 Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Secara Sepihak di PT X di Hubungkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 2024-03-19T09:16:09+08:00 Gia Yulio Subianto giayulio21@gmail.com Rini Irianti Sundary riniiriantisundary@unisba.ac.id <p style="font-weight: 400;">ABSTRAK- PHK merupakan suatu hal yang sangat menakutkan teruntuk pekerja/buruh itu sendiri karena dapat hilangnya suatu mata pencahariannya sehingga akan menimbulkan kehilangan penghasilan untuk kehidupan sehari-harinya. Ketentuan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang ingin penulis kaji dalam skripsi adalah PHK karena pelanggaran berat. Terkait pelanggaran berat sendiri itu sudah diatur di dalam Pasal 158 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan namun sudah dilakukan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui surat Putusan Nomor 012/PUU-I/2023 sehingga pada Pasal 158 sudah tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap <em>(inkracht). </em>Metode penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dan data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Analisis penilitian ini dilakukan secara kualitatif.&nbsp;&nbsp; Hasil penelitian ini, Pekerja yang berinisial IG sebagai pekerja telah melakukan pelanggaran berat dengan memalsukan surat/dokumen palsu sehingga pengusaha memutuskan untuk mengakhiri hubungan kerja. Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena kesalahan berat telah tercantum dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 &nbsp;Dalam pemenuhan hak yang wajib dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja yang mengalami PHK, pekerja tetap harus mendapatkan hak-haknya yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terkait Hak pekerja yang telah mengalami PHK oleh pengusaha maka pengusaha tersebut tetap harus memberikan hak-haknya terhadap pekerja, karena pengaturan pemutusan hubungan kerja dan pemberian hak pesangon telah diatur dengan jelas pengaturannya dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Namun masih banyak perusahaan yang belum memenuhi hak-hak pekerja yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan perjanjian kerja tersebut, khususnya dalam hal pemutusan hubungan kerja.</p> <p><strong>Abstract.</strong> In the scope of Manpower, there are often Termination of Employment (PHK). Basically, layoffs are a very scary thing for workers / workers themselves because it can lose a livelihood so that it will cause loss of income for their daily lives. The provision for termination of employment of workers / workers who want to be reviewed in the thesis is layoff due to serious violations. Regarding serious violations themselves, it has been regulated in Article 158 of Law No. 13 of 2003 concerning Manpower, but a material test has been carried out by the Constitutional Court (MK) through Decision Number 012 / PUU-I / 2023 so that Article 158 has no permanent legal force (inkracht). In fulfilling the rights that must be carried out by employers to workers who experience layoffs, workers must still get their rights that have been regulated in the Manpower Law. Regarding the rights of workers who have experienced layoffs by employers, these employers still have to give their rights to workers, because the arrangements for termination of employment and the granting of severance rights have been clearly regulated in the Manpower Law.In this study researchers use qualitative methods and the data used are secondary data which include primary legal materials, secondary legal materials,&nbsp; Tertiary legal materials collected through literature study. This research analysis was carried out qualitatively.</p> 2024-02-08T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12339 Tradisi Kawin Lari “Silariang” Di Makassar Sulawesi Selatan Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 2024-03-19T09:16:09+08:00 Nabilah Salwa Ungawaru nabilahsalwa31@gmail.com Sri Poediastoeti sipoed25@gmail.com Faizal Adha ahmadf.adha@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. "Silariang" is a tradition of elopement in Makassar City, South Sulawesi, which is caused by refusing an arranged marriage (forced marriage), economic factors, rejected applications, bad male behavior. This occurs due to the lack of community implementation of Islamic Law and Marriage Laws. This research aims to determine the occurrence of "Silariang" and the implementation of Islamic Law and Laws. This research method is normative juridical research. The method used is qualitative analysis by analyzing documents and reports relating to the "Silariang" elopement. If a marriage is not registered with the KUA, the marriage is considered invalid according to law. When the couple meets the requirements determined by law, both internal and external requirements, the marriage is considered valid. The relationship between a man and a woman can be considered as legal husband and wife if it is based on established rules or regulations, so that the marriage is considered valid. Likewise, according to Islamic law, marriages carried out without a guardian will be considered invalid in religion. The husband-wife relationship resulting from "Silariang" without the consent of the guardian and an attitude of disagreement based on reasons in accordance with the Shari'a, shows that the perpetrator of "Silariang" has committed an incorrect action or violated religious norms. However, if they succeed in undergoing a reconciliation ceremony called "Abbaji", the woman's family will accept them back and carry out a correct marriage according to the terms and harmony. Thus, it can be understood that the husband-wife relationship resulting from "Silariang" without the consent of the guardian and an attitude of disagreement based on reasons in accordance with the Shari'a, shows that the perpetrator of "Silariang" has committed an incorrect action or violated religious norms.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstrak</strong>. “Silariang” merupakan tradisi kawin lari di Kota Makassar Sulawesi Selatan yang disebabkan karena menolak perjodohan (kawin paksa), faktor ekonomi, lamaran ditolak, tingkah laku laki laki buruk. Terjadi karena kurangnya implementasi masyarakat terhadap Hukum Islam dan Undang-Undang perkawinan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya “Silariang” dan penerapan implemetasi terhadap Hukum Islam dan Undang-Undang. Metode penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative. Metode yang digunakan yaitu analisis kualitatif dengan cara menganalisis dokumen dan laporan yang berkaitan dengan kawin lari “Silariang”. Perkawinan yang tidak tercatat di KUA maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah menurut hukum. Ketika pasangan tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, baik syarat internal maupun syarat eksternal maka perkawinan tersebut dianggap sah.&nbsp; Hubungan antara seorang pria dan seorang wanita dapat dianggap sebagai suami istri yang sah apabila didasarkan pada aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan, sehingga perkawinan dianggap sah. Begitu pula menurut Hukum Islam perkawinan yang dilakukan&nbsp; tanpa wali akan di anggap tidak sah dalam agama. Hubungan suami-istri hasil dari “Silariang” tanpa persetujuan wali dan sikap tidak setuju berdasarkan alasan yang sesuai dengan syariat, menunjukkan bahwa pelaku “Silariang” telah melakukan tindakan yang tidak benar atau melanggar norma agama. Namun jika mereka berhasil menjalani acara berdamai yang disebut “Abbaji” maka keluarga pihak perempuan akan menerima mereka kembali dan melakukan perkawinan yang benar sesuai syarat dan rukun. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hubungan suami-istri hasil dari “Silariang” tanpa persetujuan wali dan sikap tidak setuju berdasarkan alasan yang sesuai dengan syariat, menunjukkan bahwa pelaku “Silariang” telah melakukan tindakan yang tidak benar atau melanggar norma agama</p> 2024-02-12T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12440 Pertanggungjawaban Hukum Tenaga Medis atas Tindakan Operasi Amandel yang Mengakibatkan Kematian Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan 2024-03-19T09:16:08+08:00 Tiara Azzahra Zaini tiaraazzahra82@gmail.com Ade Mahmud ade.mahmud@unisba.ac.id <p style="font-weight: 400;"><strong><em>Abstract. </em></strong><em style="font-weight: 400;">Law No. 17 of 2023 regulates the legal responsibility of medical personnel in tonsillectomy procedures resulting in death, a significant aspect of health law. It governs medical accountability and outlines guidelines for healthcare providers to ensure safe and quality services. If a tonsillectomy leads to death, medical personnel may face legal sanctions for proven errors or omissions. Comprehending and adhering to the law is crucial to minimize risks associated with fatal medical procedures. Normative juridical research, employing a legal approach and secondary data from library research, aims to investigate the legal responsibility of medical personnel in tonsillectomy-related deaths comprehensively. The study seeks to provide a nuanced understanding of applying legal responsibility in such contexts, benefiting legal practitioners, medical personnel, and relevant stakeholders. Law No. 17 of 2023 establishes a comprehensive legal framework for medical practice, emphasizing patient safety and medical personnel accountability. In cases of post-tonsillectomy death, legal responsibility hinges on care standards, professional accuracy, and ethical considerations, as defined by the law, with clear criteria for assessing medical negligence and structured legal procedures</em></p> <p><strong>Abstrak.</strong> UU No. 17 tahun 2023 mengatur tanggung jawab hukum tenaga medis dalam prosedur tonsilektomi yang mengakibatkan kematian, sebuah aspek penting dalam hukum kesehatan. Undang-undang ini mengatur pertanggungjawaban medis dan menguraikan pedoman bagi penyedia layanan kesehatan untuk memastikan layanan yang aman dan berkualitas. Jika tonsilektomi menyebabkan kematian, tenaga medis dapat menghadapi sanksi hukum atas kesalahan atau kelalaian yang terbukti. Memahami dan mematuhi hukum sangat penting untuk meminimalkan risiko yang terkait dengan prosedur medis yang fatal. Penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan data sekunder dari penelitian kepustakaan, bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum tenaga medis dalam kasus kematian akibat tindakan tonsilektomi secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai penerapan tanggung jawab hukum dalam konteks tersebut, yang bermanfaat bagi praktisi hukum, tenaga medis, dan pemangku kepentingan terkait. UU No. 17 tahun 2023 menetapkan kerangka hukum yang komprehensif untuk praktik medis, yang menekankan keselamatan pasien dan akuntabilitas tenaga medis. Dalam kasus kematian pasca tonsilektomi, tanggung jawab hukum bergantung pada standar perawatan, ketepatan profesional, dan pertimbangan etis, sebagaimana didefinisikan oleh hukum, dengan kriteria yang jelas untuk menilai kelalaian medis dan prosedur hukum yang terstruktur.</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12442 Kajian Yuridis Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman Melalui Modus Video Call Sex Ditinjau Dari Hukum Pidana Positif Indonesia 2024-03-19T09:16:08+08:00 Aula Nurul Husna aulanurulhusna19@gmail.com Dian Alan Setiawan dianalan.setia@yahoo.com <p>ABSTRAK- Kasus <em>sextortion</em> melalui <em>video call sex</em> ini merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual online yang paling marak terjadi. Kasusnya terdapat di beberapa kota di Indonesia. <em>Video Call Sex</em> berbeda dengan video call biasa,<em> vcs</em> ini melibatkan aktivitas seks selama telepon berlangsung yang melibatkan sepasang jenis kelamin yang berbeda bermansturbasi untuk saling memuaskan hasrat dari jarak jauh. Terlebih,<em> vcs</em> ini secara umum mempunyai kesan negatif dan berkaitan erat dengan hal-hal bersifat pornografi. Di Indonesia ini sayangnya belum menemukan riset yang mengulas kondisi payung hukum <em>sextortion.</em> Dalam berbagai aturan yang ada, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), hingga Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum mampu menjadi dasar hukum bagi perlindungan yang memadai bagi warga negara terhadap pelecehan seksual. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peraturan hukum pidana positif di Indonesia terhadap Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman serta bertujuan untuk mengetahui penanggulangan terhadap Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman Melalui Modus <em>Video Call Sex (vcs).</em> Adapun metode penelitian yang dipakai menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan metode analisis yang digunakan adalah yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, penanggulangan&nbsp; tindak pidana pemerasan dan pengancaman melalui modus<em> video call sex </em>ini membutuhkan pendekatan penal dan non penal yang integral dan terpadu.</p> <p><strong><em>Kata Kunci :</em></strong><em> Sextortion, Video Call Sex, Pemerasan dan Pengancaman.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p>ABSTRACT- This case of sextortion via video call sex is one of the most widespread forms of online sexual violence. There are cases in several cities in Indonesia. Video Call Sex is different from ordinary video calls, this vcs involves sexual activity during the call which involves a pair of different genders masturbating to satisfy each other's desires from a distance. Moreover, these vcs generally have a negative impression and are closely related to pornographic things. In Indonesia, unfortunately, we have not found any research that reviews the legal conditions for sextortion. Various existing regulations, such as the Criminal Code (KUHP), the Information and Electronic Transactions Law (UU ITE), and the Sexual Violence Crime Law (TPKS Law) have not been able to provide a legal basis for adequate protection. for citizens against sexual harassment. Therefore, this research aims to determine positive criminal law regulations in Indonesia regarding the crime of extortion and threats and aims to determine countermeasures against the crime of extortion and threats through the video call sex (VCS) mode. The research method used uses a normative juridical approach, with research specifications using descriptive analysis. The data collection technique used in this research is literature study and the analysis method used is qualitative juridical. The results of this research conclude that overcoming criminal acts of extortion and threats through video call sex requires an integral and integrated penal and non-penal approach.</p> <p><strong><em>Keywords</em></strong><em> : Sextortion, Video Call Sex, Blackmail and Threats</em></p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12446 Pencemaran Nama Baik sebagai Tindak Pidana berdasarkan KUHP dan Undang-Undang ITE 2024-03-19T09:16:08+08:00 viko musadad musadadviko@gmail.com Chepi Ali Firman Zakaria chepialifirmanzakaria@gmail.com <p><strong>ABSTRAK </strong>Penelitian ini berfokus kepada pencemaran nama baik sebagai tindak pidana berdasarkan KUHP dan UU ITE. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualifikasi dan penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik berdasarkan KUHP dan Undang-Undang ITE. Metode pendekatan penelitian ini kualitatif dengan jenis penelitian hukum doktrinal. Spesifikasi penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Penelitian ini membuktikan bahwa KUHP dan UU ITE memiliki kualifikasi yang sama terkait pencemaran nama baik yaitu sama-sama menyerang kehormatan, harga diri, reputasi, dan nama baik seseorang secara sengaja yang bertujuan diketahui umum. Perbedaannya, pencemaran nama baik pada KUHP dilakukan secara langsung oleh pelaku sedangkan yang diatur UU ITE dilakukan melalui perantara media elektronik oleh pelaku maupun pihak yang turut serta melakukan. Penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik diwujudkan melalui sanksi pidana penjara maupun denda bagi pelaku. Sanksi pidana yang terdapat pada UU ITE lebih berat jika dibandingkan dengan sanksi KUHP.</p> <p><strong>Abstract.</strong> This research focuses on defamation as a criminal offense under the Criminal Code and the ITE Law. The purpose of this research is to determine the qualifications and law enforcement of criminal acts of defamation based on the Criminal Code and the ITE Law. This research approach method is qualitative with a type of doctrinal legal research. Specifications for descriptive analysis research using a statutory and case approach. This research proves that the Criminal Code and the ITE Law have the same qualifications regarding defamation, namely that they both intentionally attack a person's honor, self-esteem, reputation and good name with the aim of becoming public knowledge. The difference is that defamation in the Criminal Code is carried out directly by the perpetrator, whereas what is regulated in the ITE Law is carried out through electronic media by the perpetrator or parties who participate in the crime. Law enforcement of criminal acts of defamation is realized through prison sanctions and fines for perpetrators. The criminal sanctions contained in the ITE Law are more severe compared to the Criminal Code sanctions.</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12455 Penerapan Hukum terhadap Praktik Jual Beli Alat Bantu Seksual di E-Commerce ditinjau dari Hukum Positif di Indonesia 2024-03-19T09:16:08+08:00 Syifa Fauzia Eriadi syifafauziaeriadi@gmail.com Eka Juarsa eka.juarsa@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong>. Kebutuhan biologis manusia menjadi salah satu yang paling penting untuk dipenuhi. Khususnya ketika pandemi covid-19 melanda Indonesia yang dimana kondisi tersebut menyulitkan manusia untuk berkegiatan dan berinteraksi. Dalam keadaan mendesak tersebut, manusia tetap harus memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan biologis. Cara mereka memenuhi kebutuhan biologis mereka yaitu dengan membeli produk alat bantu seksual yang dikenal dengan sex toys melalui media e-commerce. Di Indonesia, kegiatan praktik jual beli alat bantu seksual sangat dilarang keras dan diatur dalam beberapa hukum positif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana seharusnya sistem hukum yang dapat diterapkan menurut peraturan perundangundangan, serta mengetahui apa bentuk pertanggungjawaban hukum yang dapat diterapkan pada pihak yang menjalankan praktik ilegal tersebut.&nbsp;Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Jenis penelitian termasuk kedalam penelitian doktrinal. Sedangkan pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui sistem wawancara dan dokumentasi dengan metode analisis nya berupa deskriptif analisis.&nbsp;</p> <p><strong>Abstract.</strong> Human biological needs become one of the most important to fulfill. Especially when the COVID-19 pandemic hit Indonesia, where these conditions made it difficult for humans to move and interact. In these urgent circumstances, humans still have to meet their needs, including biological needs. The way they meet their biological needs is by buying sex toys products known as sex toys through e-commerce media.&nbsp; In Indonesia, the practice of buying and selling sexual aids is strictly prohibited and regulated in several positive laws. Therefore, this study was conducted to find out how the legal system should be applied according to laws and regulations, as well as find out what forms of legal liability can be applied to those who carry out these illegal practices.&nbsp; The method used in this study is a qualitative method with a normative juridical approach. This type of research is included in doctrinal research. While the data collection carried out is through an interview system and documentation with the analysis method in the form of descriptive analysis).</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12467 Pemanfaatan Kawasan Lindung untuk Kawasan Pariwisata The Great Asia Africa dan Penegakan Hukumnya Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat 2024-03-19T09:16:07+08:00 Ramdani Saepuloh ramdanisaepuloh09@gmail.com Neni Ruhaeni nenihayat@unisba.ac.id <p><strong>Abstract</strong>. Uncontrolled use of space will threaten the sustainability of the area's conservation function as a water catchment and cause various disasters. One of them is the development of the Great Asia Africa Tourist Area which was built in the North Bandung Area, where this area has an important function and role in ensuring environmental balance in the Bandung Basin. The use of protected areas is regulated in West Java Provincial Regulation Number 2 of 2016 concerning Area Control North Bandung as a Strategic Area for West Java Province explains that the use of protected areas must maintain the function of the protected area itself and/or expand existing protected areas. This research uses a normative juridical approach with research specifications that are descriptive analysis. This research data was collected through literature studies using secondary data and the data analysis used was qualitative juridical. That the use of protected areas and enforcement of environmental law has been regulated in the statutory regulations that have been established by the government, namely UUPPLH.</p> <p><strong>Abstrak.</strong>Pemanfaatan ruang yang tidak terkendali akan mengancam keberlangsungan fungsi konservasi kawasan sebagai tangkapan air dan menimbulkan berbagai bencana. Salah satunya pembangunan Kawasan Wisata The Great Asia Afrika yang dibangun di dalam Kawasan Bandung Utara yang dimana wilayah tersebut memiliki fungsi dan peran penting dalam menjamin keseimbangan lingkungan hidup di Cekungan Bandung, Pemanfaatan kawasan lindung diatur pada Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat yang menjelaskan bahwa pemanfaatan kawasan lindung harus mempertahankan fungsi kasawasn lindung itu sendiri dan/atau memperluas kawasan lindung yang ada. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Bahwa pemanfaatan kawasan lindung dan Penegakan hukum lingkungan telah diatur dalam Peraturan Perundang – Undangangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yakni UUPPLH.</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12470 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Nomor Polisi yang digunakan Oleh Kendaraan Melalui Sistem E-Tilang 2024-03-19T09:16:07+08:00 Rizki Gunardhi Rgunardhi@gmail.com Efik Yusdiansyah Efikyusdi@gmail.com <p><strong>Abstract.</strong> Technological developments influence the use of the ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) system to record violations electronically. ETLE innovation comes in the midst of conventional police methods in solving traffic violations.. ETLE's innovation comes amidst conventional police methods in solving traffic violation problems. However, ETLE does not eliminate conventional methods because they are still needed for direct control. This research uses a qualitative juridical analysis method, namely an in-depth interpretation of legal materials such as normative legal research. The results will be linked to the problem and produce an objective assessment to answer the problem. The author uses qualitative juridical analysis methods to compile data and regulations to achieve clarity on the problem. The implementation of ETLE is effective in reducing irregular practices such as illegal levies during fines. However, it is still less than optimal in disciplining the community because the facilities and infrastructure are not evenly distributed. ETLE CCTV works 24/7, and police officers in the ETLE Backoffice work 1 x 24 hours. Action is still taken by the ETLE Backoffice Officer even if the violation occurs on a holiday or religious holiday. Legal institutions in Indonesia include the police, prosecutors, judiciary and advocates. To overcome law enforcement problems, it is important to document and analyze the problem in order to provide solutions for policy makers. Violators are given a deadline to pay fines after committing the violation. If you do not pay the traffic fine on time, the violator's STNK will be blocked. ETLE frees up police officers, creates security, discipline and traffic order, detects violations, minimizes extortion, and provides valid evidence. Preventive law enforcement is divided into physical prevention and guidance. Counterfeiting police number plates on vehicles is a criminal act that violates truth and public order.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Perkembangan teknologi mempengaruhi penegakan hukum dalam penindakan pelanggaran lalu lintas. Salah satunya adalah penggunaan sistem ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) untuk mencatat pelanggaran secara elektronik. Inovasi ETLE hadir di tengah metode konvensional kepolisian dalam penyelesaian masalah pelanggaran lalu lintas. Namun ETLE tidak menghapus metode konvensional karena masih diperlukan untuk pengendalian langsung. Penelitian ini menggunakan metode análisis yuridis kualitatif, yaitu interpretasi mendalam terhadap bahan-bahan hukum sebagaimana penelitian hukum normatif. Hasilnya akan dihubungkan dengan permasalahan dan menghasilkan penilaian obyektif untuk menjawab permasalahan. Penulis menggunakan metode analisis yuridis kualitatif untuk menyusun data dan peraturan guna mencapai kejelasan masalah. Penerapan ETLE efektif dalam mengurangi praktik tidak teratur seperti pungutan liar saat denda. Namun masih kurang optimal dalam mendisiplinkan masyarakat karena sarana dan prasarana belum merata. CCTV ETLE bekerja 24/7, dan petugas polisi di Backoffice ETLE bekerja 1 x 24 jam. Tindakan tetap diambil oleh Backoffice Officer ETLE meskipun pelanggaran terjadi pada hari libur atau hari raya keagamaan. Lembaga hukum di Indonesia meliputi kepolisian, kejaksaan, lembaga peradilan, dan advokat. Untuk mengatasi permasalahan penegakan hukum, penting mendokumentasikan dan menganalisis masalah agar dapat memberikan solusi bagi pembuat kebijakan. Pelanggar diberi batas waktu pembayaran denda setelah melakukan pelanggaran. Jika tidak membayar denda tilang tepat waktu, STNK pelanggar akan diblokir. ETLE membebaskan petugas polisi, ciptakan keamanan, disiplin, dan ketertiban lalu lintas, deteksi pelanggaran, minimalisir pungli, serta bukti yang valid. Penegakan hukum preventif terbagi menjadi pencegahan fisik dan pembinaan. Pemalsuan plat nomor polisi pada kendaraan adalah tindak pidana yang melanggar kebenaran dan ketertiban umum.</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12474 Pengaturan Pengelolaan Limbah Cair Bahan Berbahaya dan Beracun di Indonesia Serta Implementasinya oleh CV. Master Laundry di Kabupaten Bandung 2024-03-19T09:16:07+08:00 Fariz Nurjulianto fariznj50@gmail.com Frency Siska frencysiska@unisba.ac.id <p><strong>Abstract,</strong> every business and/or activity that generates hazardous waste is required to conduct hazardous waste management either independently or by using hazardous waste management services by other parties. Hazardous waste management must have a license. CV Master Laundry, one of the businesses in Bandung Regency, manages hazardous waste independently without having a license and manages hazardous waste that is not in accordance with the UUPPLH, PP on Hazardous Waste Management, and Bandung Regency Regional Regulation No. 2/2018 on Hazardous Waste Management. This research aims to understand the regulation of hazardous and toxic liquid waste management in Indonesia in relation to Bandung Regency Regional Regulation No. 2/2018 on Hazardous and Toxic Waste Management and its implementation by CV Master Laundry in Bandung Regency. This research uses a normative juridical approach method with the type of literature study research and analytical descriptive research specifications. The results of the study concluded that the regulation of B3 liquid waste management in Indonesia, which is related to the Bandung Regency Regional Regulation No. 2/2018 concerning B3 Waste Management, is that every business and / or activity is required to manage the B3 waste it produces, by reducing, storing, collecting, transporting, utilizing, processing, and / or stockpiling B3 waste, by obtaining a B3 waste processing license. The implementation by CV. Master Laundry in Bandung Regency is to process its own B3 waste but does not have a B3 waste processing license, so that the processing of B3 waste is also not in accordance with applicable regulations. Law enforcement against CV. Master Laundry that commits violations in the management of B3 liquid waste in relation to Bandung Regency Regional Regulation No. 2/2018 concerning Management and Control of Hazardous Waste can be subject to administrative law enforcement and environmental crimes.</p> <p><strong>Abstrak.</strong> Setiap usaha yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) wajib melakukan pengelolaan limbah, baik mandiri maupun dengan menggunakan jasa pihak lain, dan harus memiliki perizinan. CV Master Laundry di Kabupaten Bandung terlibat dalam pengelolaan limbah B3 secara mandiri tanpa izin, melanggar UU Pengelolaan Limbah B3, PP Pengelolaan Limbah B3, dan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bandung No. 2/2018 tentang Pengelolaan Limbah B3.Penelitian ini bertujuan memahami regulasi pengelolaan limbah cair B3 di Indonesia terkait Perda Kabupaten Bandung No. 2/2018 dan implementasinya oleh CV. Master Laundry di Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan studi kepustakaan, bersifat deskriptif analitis.Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap usaha harus mengelola limbah B3 dengan kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan, serta harus memiliki perizinan pengelolaan limbah B3. CV. Master Laundry di Kabupaten Bandung, meskipun melakukan pengolahan limbah B3, tidak memiliki izin yang sesuai dengan peraturan. Pelanggaran ini dapat dikenakan penegakan hukum administratif dan pidana lingkungan hidup sesuai Perda Kabupaten Bandung No. 2/2018.</p> 2024-02-19T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12481 Perkawinan Anak di Bawah Umur Berdasarkan Undang- Undang Perkawinan Serta Faktor Penyebabnya 2024-03-19T09:16:06+08:00 Kezia Putri Mandiri putrikezia40@gmail.com Deddy Effendy deddyeffendy@unisba.ac.id <p><strong>Abstrak</strong>. Penelitian ini membahas mengenai fenomena perkawinan anak dibawah umur di Kota Bandung serta faktor yang mempengruhinya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang dilaksanakan dengan pendekatan kepustakaan dan lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari bahan kepustakaan dan melakukan wawancara terhadap narasumber. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu memberikan gambaran-gambaran serta penjelasan atas permasalahan dilandaskan pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa faktor yang mengakibatkan terjadinya perkawinan di bawah umur adalah faktor kehamilan, faktor keluarga, dan faktor ekonomi. Faktor tersebut dilandaskan atas penelitian yang dilaksaakan berdasarkan pendekatan kepustakaan maupun lapangan. Berdasarkan atas hal tersebut maka faktor yang disampaikan oleh narasumber didukung dengan studi secara kepustakaan dan memiliki kesesuaian. Perkwinan di bawah umur sendiri dilakukan dengan berdasarkan atas faktor tersebut dengan mengajukan permohonan dispensasi.</p> <p><strong>Abstract.</strong> This research discusses the phenomenon of underage child marriage in Bandung City and the factors that influence it. This research is normative juridical research carried out using literature and field approaches. Data collection was carried out by studying library materials and conducting interviews with informants. Data analysis in this research uses qualitative data analysis, namely providing descriptions and explanations of problems based on primary legal materials and secondary legal materials. The results of this research found that the factors that lead to underage marriages are pregnancy factors, family factors, and economic factors. These factors are based on research carried out based on literature and field approaches. Based on this, the factors presented by the resource person are supported by literature studies and are appropriate. Child marriage itself is carried out based on these factors by submitting a request for dispensation.</p> 2024-02-20T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12484 Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi Kegiatan Lembaga Bank Berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2011 Dan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Terkait 2024-03-19T09:16:06+08:00 Muhammad Tazil Ramadhan tazilmuhammad28@gmail.com Diana Wiyanti dianawiyanti1@gmail.com <p><strong>Abstract</strong>. This research discusses the role of the Financial Services Authority (OJK) in supervising the activities of banking institutions, especially in the context of the Financial Services Authority Law Number 21 of 2011 and the Banking Law Number 10 of 1998. The focus of the research is the bad credit case at Bank Jabar Banten. The research method used is a normative juridical approach with qualitative analysis of secondary data, such as legal documents and related reports. The results of the analysis show that the OJK's supervisory role towards Bank BJB Semarang Branch has not been fully effective, with cases of credit abuse causing bad debts. Although the mechanism of lending procedures is in accordance with the provisions, its implementation has not paid attention to banking principles, such as the principles of prudence and trust, which contribute to the occurrence of bad credit problems.</p> <p><strong>Abstrak</strong>. Penelitian ini membahas mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan lembaga perbankan, khususnya dalam konteks Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Fokus penelitian adalah kasus kredit macet di Bank Jabar Banten. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan analisis kualitatif terhadap data sekunder, seperti dokumen-dokumen hukum dan laporan-laporan terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa peran pengawasan OJK terhadap Bank BJB Cabang Semarang belum sepenuhnya efektif, dengan adanya kasus penyalahgunaan kredit yang menyebabkan kredit macet. Meskipun mekanisme prosedur pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan, namun dalam pelaksanaannya belum memperhatikan prinsip-prinsip perbankan, seperti prinsip kehati-hatian dan kepercayaan, sehingga menyebabkan terjadinya masalah kredit macet.</p> 2024-02-20T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12489 Prinsip Pemanfaatan Ruang Angkasa berdasarkam The OST 1967 dan Impelemntasinya terhadap Kasus Penggunaan Anti Satelit oleh India 2024-03-19T09:16:05+08:00 Rizki Dwi Widyadhi r22wkk@gmail.com Neni Ruhaeni nenihayat@unisba.ac.id <p>In principle, the use of outer space is free and open to all countries in the world without discrimination in accordance with Article 1 of the Outer Space Treaty 1967. According to Bin Cheng, space law is a series of international legal regulations that regulate the exploration and exploitation of outer space. including the moon and the celestial bodies in it. The Outer Space Treaty is an international agreement which aims to regulate rights and obligations, as well as prohibitions and permits in the exploration and exploitation of outer space and the celestial bodies in it. All types of activities are permitted as long as they are carried out for peaceful purposes. Use of outer space for military purposes is not permitted as regulated in Article 4 of the Outer Space Treaty. India's testing of the PDV-MK II anti-satellite ballistic missile by the Defense Research and Development Organization (DRDO) was deemed to have violated the provisions of the Articles of the Outer Space Treaty 1967. The formulation of the problem in this research is as follows: "How is space utilization regulated based on The Outer Space Treaty against anti-satellite testing carried out by India?” and “How does the Outer Space Treaty regulate anti-satellite ballistic missile testing carried out by India?”. Researchers use normative juridical methods, namely legal research carried out by examining The Outer Space Treaty as a legal norm. The data collection technique used in this research is literature study. The data analysis technique used in this research is qualitative analysis technique. The results of this research are that India violated the provisions of Article 4 of the Outer Space Treaty regarding the demilitarization of outer space</p> <p>Pemanfaatan Ruang angkasa pada prinsip dasarnya bersiat bebas dan terbuka bagi seluruh negara di dunia tanpa adanya diskriminasi sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 The Outer Space Treaty 1967. Menurut Bin Cheng, hukum ruang angkasa adalah serangkaian peraturan hukum internasional yang mengatur eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa termasuk bulan dan benda-benda langit di dalamnya. The Outer Space Treaty merupakan perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengatur hak dan kewajiban, serta larangan dan kebolehan dalam eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa besrta benda langit di dalamnya. Segala jenis kegiatan diperbolehkan selama dilakukan dengan tujuan damai. Pemanaatan Ruang angkasa demi kepentingan militer tidak diperbolehkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 The Outer Space Treaty. India melakukan pengujian misil balistik anti-satelit PDV-MK II oleh Defence Research and Development Organisation(DRDO) dinilai telah melanggar ketentuan dari Pasal-Pasal The Outer Space Treaty 1967. Perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana pengaturan pemanfaatan ruang angkasa berdasarkan The Outer Space Treaty terhadap pengujian anti-satelit yang dilakukan oleh India?” dan “Bagaimana The Outer Space Treaty mengatur tentang pengujian misil balistik anti satelit yang dilakukan oleh India?”. Peneliti menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji The Outer Space Treaty sebagai norma hukum. Dengan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah India menyalahi ketentuan Pasal 4 The Outer Space Treaty tentang demiliterisasi ruang angkasa.</p> 2024-02-20T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12488 Perlindungan Hukum terhadap Anak Adopsi setelah Perceraian Orang Tua Angkat (Studi Putusan Nomor 63/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Ut) 2024-03-19T09:16:06+08:00 Aulia Amanda Putri auliamandap@gmail.com Husni Syawali husnisyam@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal serta untuk memperoleh keturunan. Pada faktanya tidak semua sebuah keluarga dikarunia anak, karena&nbsp; berbagai&nbsp; hal&nbsp; atau&nbsp; alasan&nbsp; tertentu keinginan memperoleh anak tidak dapat tercapai. Hal inilah yang membuat pasangan suami dan istri memutuskan untuk mengadopsi anak. Meskipun sudah mengadopsi anak, tidak selamanya perkawinan berjalan lancar yang berujung pada perceraian. Perceraian tidak hanya ada dikalangan Masyarakat biasa tetapi juga terjadi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun dalam kenyataannya ketika terjadi perceraian, seringkali bapak tidak memberikan nafkah kepada anak-anaknya, khususnya anak angkat atau anak adopsi. Seperti dalam kasus Nomor&nbsp; 63/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Ut.</p> <p>Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : pertama Bagaimana Tanggung jawab Bapak Angkat Terhadap Anak Adopsi Akibat Perceraian?&nbsp; Kedua, Bagaimana Perlindungan Hukum Anak Adopsi Setelah Perceraian Orang Tua Angkat? Dan yang ketiga, Apa Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Menolak Tuntutan Nafkah Anak Adopsi Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara&nbsp; Nomor 63/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Ut?</p> <p>Metode penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan, sehingga data yang digunakan berupa data sekunder. Serta penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang akan dibahas.</p> <p>Maka diperoleh hasil bahwa bapak angkat tetap bertanggung jawab terhadap anak sampai anak tersebut sudah mandiri atau sudah kawin meskipun sudah bercerai. Perlindungan Hukum Anak Adopsi tetap merupakan kewajiban kedua orang tuanya. Serta bapa tetap harus memberikan nafkah anak adopsi meskipun hak asuh ada ditangan ibunya.</p> <p><strong>Kata Kunci : Perlindungan Hukum, tanggungjawab, Anak Adopsi, Perceraian.</strong></p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstract</strong></p> <p><em>Marriage is the outward and mental bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family (household) and to obtain offspring. In fact, not all families are blessed with children, because various things or certain reasons the desire to get children cannot be achieved. This is what makes a husband and wife decide to adopt a child. Even though you have adopted children, not always the marriage runs smoothly which leads to divorce. Divorce does not only exist among ordinary people but also occurs within the Civil Service (PNS). But in reality when divorce occurs, often </em><em>fathers</em><em> do not provide for </em><em>their</em><em> children, especially adopted children. As in the case of Number 63/Pdt.G/2020/PN. Jkt.Ut.</em></p> <p><em>Based on the description above, the author formulates the following problems: first How is the Responsibility of the Adoptive Father to the Adopted Child Due to Divorce? Second, </em><em>what is&nbsp; the legal protection of adopted children after the divorce of adoptive parents?</em><em> And third, </em><em>what was the judge's consideration for rejecting the claim for the support of adopted children in &nbsp;the North Jakarta District Court Decision Number 63 / Pdt.G / 2020 / PN. Jkt.Ut?</em></p> <p><em>This research method is Normative Juridical. This research method is carried out by examining library materials, so that the data used is in the form of secondary data. And this research is descriptive analytical, which describes applicable laws and regulations associated with legal theories and positive law implementation practices concerning the issues to be discussed.</em></p> <p><em>So it is found that the adoptive father remains responsible for the child until the child is independent or married even though he is divorced. Legal Protection of Adopted Children remains an obligation of both parents. And the father still has to provide for the adopted child even though custody is in the hands of the mother.</em></p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><strong><em>Legal </em></strong><strong><em>Protection,</em></strong><strong><em> Responsibility,</em></strong> <strong><em>Adopted Child</em></strong><strong><em>, Divorce. </em></strong></p> 2024-02-20T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12491 Pertanggungjawaban Hukum Pengelola Panti Asuhan sebagai Wali yang Melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada Anak dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam 2024-03-19T09:16:05+08:00 Diva Aulia Rizky Imani auliadiva643@gmail.com Nandang Sambas nandangsambas123@gmail.com <p>ABSTRAK<br>Anak merupakan aset penting bagi bangsa karena anak lah yang akan menjadi investasi serta harapan bagi bangsa sebagai penerus generasi di masa yang akan datang. Di fase anak-anak itu lah anak mengalami masa petumbuhan yang kelak tumbuh kembangnya berpengaruh untuk penentuan masa depan ia nanti. Pada masa ini sering terjadi kasus penelantaran anak serta kekerasan dengan anak sebagai korban. Biasanya masalah ini terjadi di awali karena tingginya tingkat penduduk miskin yang mendorong penelantaran serta kekerasan pada anak. Maka dari itu banyak sekali panti asuhan yang didirikan untuk membantu serta melindungi anak-anak. Pada faktanya pemilik dan pengurus Panti Asuhan ini lah yang membuat tindak pidana kekerasan pada anak-anak yang seharusnya mereka lindungi. Bahkan banyak anak laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual, namun di Indonesia belum ada aturan khusus terkait perlindungan hukum bagi laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terkait tindak pidana kekerasan seksual anak yang terjadi didalam panti asuhan dan mengetahui perlindungan hukum positif dan hukum islam bagi anak korban kekerasan seksual di panti asuhan. Adapun metode penelitian yang dipakai menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunaka dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan meode yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di panti asuhan ini membutuhkan pendekatan penal dan non penal yang integral dan terpadu.</p> <p>Kata Kunci : Panti Asuhan, Pertanggungjawaban, Kekerasan Seksual, Anak.</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p><br>ABSTRACT<br>Children are an important asset for the nation because they are the ones who will be the investment and hope for the nation as the next generation in the future. It is in the childhood phase that children experience a period of growth where their growth and development will influence the determination of their future. During this period, cases of child abandonment and violence often occur with children as victims. Usually this problem occurs at the beginning because of the high level of poverty which encourages neglect and violence against children. Therefore, many orphanages have been established to help and protect children. In reality, the owners and administrators of this orphanage are the ones who commit criminal acts of violence against the children they are supposed to protect. Even though many boys are victims of sexual violence, in Indonesia there are no specific regulations regarding legal protection for men who are victims of sexual violence. Therefore, this research aims to determine criminal responsibility related to criminal acts of child sexual violence that occur in orphanages and to determine the protection of positive law and Islamic law for children who are victims of sexual violence in orphanages. Meanwhile, the research method used uses a normative juridical approach, with research specifications using descriptive analysis. The data collection technique used in this research is literature study and qualitative juridical methods. The results of this research conclude that overcoming criminal acts of sexual violence against children in orphanages requires an integral and integrated penal and non-penal approach.<br>Keywords : Orphanage, Accountability, Sexual Violence, Children.</p> 2024-02-20T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12492 Penerapan Pidana Penjara Dihubungkan dengan Kelebihan Kapasitas di Lapas Kelas II B Sumedang Dikaitkan dengan Proses Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan 2024-03-19T09:16:04+08:00 Nanda Wijaksana nandawijaksana12@gmail.com Dey Ravena dosen@unisba.ac.id <p>Abstrak :&nbsp;</p> <p>Sistem Pemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang penting dalam pembangunan sistem hukum pidana bidang pelaksana pidana di Indonesia. Sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana. Akan tetapi faktanya terdapat banyak kendala saat melakukan pembinaan terhadap narapidana, sehingga pada pelaksanaannya pembinaan yang diberikan belum dapat dilakukan secara optimal. Di Indonesia terdapat banyak lembaga pemasyarakatan yang jumlah narapidana dan tahanan melebihi dari kapasitas Lapas atau Rutan tersebut. Maka dari itu pemerintah dan sejumlah aparatur penegak hukum sudah seharusnya tidak lagi memprioritaskan hukuman pemenjaraan dan menggunakan pendekatan atau konsep keadilan restorative sehingga masalah kelebihan kapasitas yang ada di Indonesia dapat berkurang.</p> <p>Kata Kunci : Sistem Pemasyarakatan, Kelebihan kapasitas, Hak Narapidana, dan Keadilan Restoratif</p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Abstract :</em></p> <p><em>Correctional system is one of the important parts in the development of criminal law system in the field of criminal execution in Indonesia. The correctional system is a series of criminal law enforcement units. However, in fact there are many obstacles when providing guidance to prisoners, so that in practice the guidance provided cannot be carried out optimally. In Indonesia, there are many correctional institutions where the number of prisoners and detainees exceeds the capacity of the prison or detention center. Therefore, the government and a number of law enforcement officials should no longer prioritize imprisonment and use the approach or concept of restorative justice so that the problem of overcapacity in Indonesia can be reduced.</em></p> <p><em>Keywords: Correctional System, Overcapacity, Prisoners' Rights, and Restorative Justice</em></p> 2024-02-20T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12500 Tinjauan Yuridis Tindak Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Dihubungkan Dengan Putusan Pengadilan Negeri Bandung 2024-03-19T09:16:04+08:00 Mochamad Dendy Anugrah dendyangrh@gmail.com Nandang Sambas nandang.sambas@unisba.ac.id <p><strong><em>ABSTRACT. </em></strong><em>Indonesia is a legal state that upholds human dignity and guarantees the welfare of every citizen. To uphold the rule of law and to uphold legal order in order to achieve the goals of the Republic of Indonesia, namely creating a just and prosperous society based on Pancasila. In achieving this goal, legal problems often occur.Children who are in conflict with the law are children who are in conflict with the law, children who are victims of criminal acts, and children who are sanctioned for criminal acts. Children who commit criminal acts or children who commit acts that are declared prohibited for children both according to statutory regulations and according to other legal regulations that exist and apply in the society concerned.Sexual violence against children often occurs, leaving victims feeling traumatized and often feeling like they want to end their lives. Children need to be protected from various forms of crime that can affect their physical, psychological and spiritual development. Children with all their biological and physical limitations have the same rights in every aspect of life, be it social, cultural, economic, political and legal aspects of life. In reality, there are still many children whose rights are violated and become victims.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Children, child protection, sexual violence, child crime.</em></strong></p> <p><strong>ABSTRAK.</strong>Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya. Untuk menegakkan negara hukum serta untuk menegakkan tertib hukum guna mencapai tujuan Negara Republik Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila. Dalam mencapai tujuan tersebut tidak jarang sekali terjadi permasalahan-permasalahan hukum. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan Hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi sanksi Tindak Pidana.Anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Kekerasan seksual pada anak sudah sering terjadi yang membuat korban merasa trauma dan tidak jarang yang merasa ingin mengakhiri hidupnya. Anak perlu dilindungi dari bebrbagai bentuk kejahatan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, psikis dan rohaninya, anak dengan segala keterbatasan biologis dan osikisnya mempunyai hak yang sama dalam setiap aspek kehidupan, baik itu aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hukum. Pada kenyataanya masih banyak anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban.</p> <p><strong><em>Kata Kunci : Anak, Perlindungan anak, Kekerasan seksual, Tindak Pidana anak.</em></strong></p> 2024-02-21T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies https://proceedings.unisba.ac.id/index.php/BCSLS/article/view/12505 Penerapan Pemasaran Produk dengan Sistem Multilevel Berbasis Syariah pada PT Mahkota Sukses Indonesia (Msi) Dihubungkan dengan Fatwa Dsn-Mui Nomor 75/Dsn/Mui/Vii/2009 Tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah 2024-03-19T09:16:04+08:00 Yasyfa Nadhirah Yasyfanadhirah1@gmail.com <p>PT MSI is one of the companies whose business is engaged in marketing<br>products that use a multilevel system or in stages. The products it markets are halal-certified but marketing with a multilevel system that is run is not sharia-based. This study aims to understand the application of marketing halal-certified products with a multilevel system at PT Mahkota Sukses Indonesia in relation to DSN-MUI Fatwa Number 75/DSN/MUI/VII/2009 concerning Guidelines for Sharia Leveled Direct Sales, and the legal consequences of marketing halal-certified products with direct sales with a conventional-based multilevel system. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analytical research specifications and qualitative analysis with a statutory approach. The implementation of marketing halal-certified products with a multilevel system at PT Mahkota Sukses Indonesia has not been implemented in accordance with Islamic law as multilevel marketing in accordance with Islamic law is regulated in the DSN-MUI fatwa Number 75/DSN/MUI/VII/2009 concerning Guidelines for Sharia Leveled Direct Sales. The legal consequences of marketing halal-certified products with direct sales with a conventional multilevel system for multilevel marketing members at PT MSI, especially those who are Muslims, marketing products that are in accordance with Islamic law.</p> <p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>Multilevel Marketing, Sharia-based, Halal Products</em></p> <p>PT MSI merupakan salah satu perusahaan yang usahanya bergerak di bidang pemasaran produk yang menggunakan sistem multilevel atau secara berjenjang. Produk yang dipasarkannya sudah bersertifikasi halal namun pemasaran dengan sistem multilevel yang dijalankan belum berbasis syariah. Penelitian ini bertujuan untuk memahami penerapan pemasaran produk yang bersertifikasi halal dengan sistem multilevel di PT Mahkota Sukses Indonesia dihubungkan dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 Tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah, dan akibat hukumnya terhadap pemasaran produk yang sudah bersertifikasi Halal dengan penjualan secara langsung dengan sistem multilevel berbasis konvensional. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dan analisis secara kualitatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan 1.Penerapan pemasaran produk yang bersertifikasi halal dengan sistem multilevel di PT Mahkota Sukses Indonesia belum dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam sebagaimana mengenai multilevel marketing yang sesuai syariat Islam diatur dalam fatwa DSN-MUI Nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 Tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah. Akibat hukum terhadap pemasaran produk yang sudah bersertifikasi halal dengan penjualan secara langsung dengan sistem multilevel konvensional bagi anggota multilevel marketing di PT MSI khususnya yang beragama Islam, pemasaran produk yang dilakukan secara multilevel konvensional, belum memenuhi syariat Islam, dimana skema pembagian bonus kepada member yang menurut Islam tidak dibolehkan. Secara syariat Islam rezeki yang diterima dan dimakan oleh member tersebut tidak mendapatkan keridhoan dan keberkahan dari Allah SWT.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><em>Pemasaran Multilevel, Berbasis Syariah, Produk Halal</em></p> 2024-03-06T00:00:00+08:00 Copyright (c) 2024 Bandung Conference Series: Law Studies