Wanprestasi atas Perjanjian Jasa Promosi oleh Influencer pada Media Sosial Ditinjau dari Perspektif KUH Perdata

  • Rifki Fadlurohman Ilmu Hukum / Fakultas Hukum
  • Muhammad Faiz Mufidi
Keywords: Perjanjian Jasa Promosi, Wanprestasi, Influencer

Abstract

Abstract. The purpose of this research is to examine the law concerning defaults on promotional service agreements by influencers and to determine how to resolve defaults that occur in the endorsement agreement. This study uses an approach known as "empirical normative research," which combines normative legal research with a number of empirical components. The statute approach and the conceptual approach are the methods used. Primary data, secondary data, and tertiary data, which are referred to as primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, are the three categories of data sources used. Research was conducted both in the field and in the library as part of the data collection process. The data is evaluated qualitatively, that is, collected, qualified with empirical facts found in the field, then connected with theories related to the problem and conclusions drawn to ensure the results. The research findings show that as long as the parties comply with the legal terms of the agreement stipulated in Article 1320 of the Civil Code, the law governing the insertion of standard conditions in the ratification agreement is declared valid and applies as a rule for the parties. This is in accordance with the legal requirements for electronic agreements as outlined in Article 47, Paragraph 2, of Government Regulation Number 82 of 2012 Concerning the Implementation of Electronic Systems and Transactions (PP PSTE). Standard clause provisions are valid if they are not included in  the provisions  of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK), and there is no unlawful act that is not justified according to law, decency, and public policy. There are three ways to resolve ratification agreement issues: by filing a complaint with the Consumer Dispute Settlement Agency, asking the District Court to hold the responsible party responsible for terminating the agreement, and demanding compensation from the default party.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan guna mengkaji hukum terkait wanprestasi perjanjian jasa promosi oleh influencer juga mengetahui bagaimana cara penyelesaian wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian endorsement tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang dikenal dengan penelitian normatif empiris, yang menggabungkan penelitian hukum normatif dengan sejumlah komponen empiris. Pendekatan Statuta dan Pendekatan Konseptual adalah metode yang digunakan. Data primer, data sekunder, dan data tersier yang disebut sebagai bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier merupakan tiga kategori sumber data yang digunakan. Penelitian dilakukan baik di lapangan maupun di perpustakaan sebagai bagian dari proses pengumpulan data. Data dievaluasi secara  kualitatif, yaitu dikumpulkan,

 

dikualifikasikan dengan fakta-fakta empiris yang ditemukan di lapangan, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang terkait dengan masalah dan ditarik kesimpulan untuk memastikan hasilnya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa selama para pihak memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, maka undang-undang yang mengatur tentang penyisipan syarat-syarat baku dalam perjanjian pengesahan dinyatakan sah dan berlaku sebagai aturan bagi para pihak. Hal itu sesuai dengan syarat sahnya perjanjian elektronik yang dituangkan dalam Pasal 47 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Ketentuan klausula baku adalah sah apabila tidak dicantumkan dalam ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan tidak ada perbuatan melawan hukum yang tidak dibenarkan menurut hukum, kesusilaan, dan kebijaksanaan umum. Ada tiga cara untuk menyelesaikan masalah perjanjian pengesahan: dengan mengajukan pengaduan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, meminta Pengadilan Negeri untuk meminta pertanggungjawaban pihak yang bertanggung jawab atas pemutusan perjanjian, dan menuntut ganti rugi dari pihak yang wanprestasi.

Published
2023-01-28