Analisis Kebijakan Hukum Pidana pada Kasus Sekte Ajaran Sesat Dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  • Muhamad Haikal Arifin Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung
  • Chepi Ali Firman Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung
Keywords: Hukum Pidana, Kebebasan Beragama, Penal dan Non Penal

Abstract

Abstract. The right and freedom for every Indonesian citizen to choose and embrace a religion as a way of life is guaranteed by the 1945 Constitution Article 29 Paragraph (1). The state recognizes six religions—Islam, Christianity, Catholicism, Hinduism, Buddhism, and Confucianism—based on Law Number 1 of 1965 concerning Prevention of Abuse and/or Blasphemy of Religion. Every Indonesian citizen is required to adhere to one of these recognized religions, aligning with the 1st principle of Pancasila.The Indonesian Ulema Council (MUI), as the authority on religious interpretation, has issued fatwas and identified religious beliefs considered heretical, such as Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Hakekok Balakasuta, Maha Guru Puang La'lang, and Lia Eden. Individuals associated with these beliefs can be prosecuted under Article 156a of the Criminal Code and Law No. 1 of 1965 concerning Blasphemy of Religion.A thorough study of the legal policies, both penal and non-penal, concerning heretical sects is crucial. This research aims to contribute to fostering peaceful religious coexistence, supporting the nation’s legal ideals as outlined in the preamble to the 1945 Constitution.

Abstrak. Hak dan kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk memilih dan menganut agama sebagai pedoman hidup dijamin oleh UUD 1945 Pasal 29 Ayat (1). Negara mengakui enam agama—Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu—berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk menganut salah satu agama yang diakui tersebut, sesuai dengan sila pertama Pancasila.Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai otoritas interpretasi agama telah mengeluarkan fatwa dan mengidentifikasi keyakinan yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Hakekok Balakasuta, Maha Guru Puang La'lang, dan Lia Eden. Individu yang terkait dengan keyakinan ini dapat dituntut berdasarkan Pasal 156a KUHP dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penodaan Agama.Studi mendalam tentang kebijakan hukum, baik pidana maupun non-pidana, terhadap aliran sesat sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk berkontribusi dalam menciptakan kehidupan beragama yang damai, mendukung cita-cita hukum bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

References

(1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 Ayat (1)

(2) Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ Penodaan Agama,

(3) Dimyati Sajari, “Fatwa Mui Tentang Aliran Sesat Di Indonesia (1976-2010)”, Vol 39 No. 1, Banten, 2015

(4) Saiful Abdullah, “Kebijakan Hukum Pidana (Penal) Dan Non Hukum Pidana (Non penal)

(5) Dalam Menanggulangi Aliran Sesat” ejournal undip, Semarang, 2019

(6) Jhon Kenedi, “Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, November 2017

Published
2024-08-18