Kewajiban Orang Tua terhadap Anak Akibat Putusnya Perkawinan karena Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 Ditinjau Menurut Hukum Positif

  • Dennis Aslamwatanjar Andri Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
  • Husni Syawali Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Keywords: Perceraian, Tanggung Jawab Orang Tua, Hak Anak.

Abstract

Abstract. Marriage has legal consequences because from a marriage legal offspring will be born from those who bind themselves to a marital relationship even though the marriage is broken due to divorce, husband and wife are still responsible for maintaining, educating, and providing for the child until the child is an adult. in Law number 16 of 2019 regarding amendments to Law number 1 of 1974 concerning Marriage article 45 paragraph 1, this is also confirmed in the Compilation of Islamic Law articles 105 and 156. The problem of parental responsibility after divorce is very important for the survival of immature children or children who have not been able to take care of themselves, issues related to parental responsibility after divorce are often a problem because there are children's rights that are sidelined. Especially the basic rights of children, namely the cost of maintenance, education, and other supporting facilities, even though if this is not fulfilled, it will have a bad impact on the growth and development of a child. The method used in this study is a normative juridical method and by using secondary data collection techniques supported by primary data obtained from interviews. The results of this study indicate that for those whose marriages broke up due to divorce, they still have an obligation to fulfill the rights of their children. The judge's consideration in deciding the amount of the cost of imposing a living to the father of the child is based on the propriety and ability of the father. The judge's consideration in granting the request for reconvention of Decision Number 79/PDT.G/2021/PA.JS has been in accordance with Positive law. The Islamic law used is by ijtihad and other laws and regulations, namely: Article 4 of Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection, Article 105 letter (a) KHI, Article 105 letter (c) KHI, Article 149 letter (a) KHI, Article 149 letter (b) KHI, Article 149 letter (d) KHI. So that the judge in deciding this case has taken into account the facts in the trial. Related to that, the judge has protected the rights of ex-wife and children regarding iddah, mut'ah, child custody rights, and child support, but husband's awareness as breadwinner is needed for the welfare of children, because child welfare is important in order to avoid future gloomy child. Divorce in the case that the author examines is a divorce case that occurred during the Covid-19 pandemic where the economy was difficult, so the husband's awareness as a father is needed to continue to fulfill the rights to support children's welfare

Abstrak. Perkawinan menimbulkan akibat hukum karena dari suatu perkawinan akan dilahirkan keturunan yang sah dari mereka yang mengikatkan diri pada sebuah hubungan perkawinan walau perkawinan putus karena perceraian, suami istri tetap bertanggung jawab untuk memelihara, mendidik, dan memberi nafkah pada anak sampai anak tersebut dewasa hal tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 45 ayat 1, hal ini juga ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 105 dan 156. Permasalahan tanggung jawab orang tua pasca perceraian merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup anak yang belum dewasa atau anak yang belum mampu untuk mengurus dirinya, persoalan terkait tanggung jawab orang tua setelah perceraian sering menjadi masalah karena ada hak-hak anak yang dikesampingkan. Terutama hak-hak pokok anak yaitu biaya pemeliharaan, Pendidikan, dan fasilitas penunjang lainnya padahal jika hal ini tidak terpenuhi nantinya akan berdampak buruk bagi tumbuh kembang seorang anak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dan dengan mengunakan teknik pengumpulan data sekunder yang ditunjang dengan data primer yang diperoleh dari wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa bagi pihak yang perkawinannya putus akibat perceraian masih memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak terhadap anaknya. Pertimbangan hakim dalam memutus besarnya biaya pembebanan nafkah kepada Ayah dari si anak adalah berdasarkan kepatutan dan kemampuan si Ayah. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan rekonvensi Putusan Nomor 79/PDT.G/2021/PA.JS telah sesuai dengan hukum Positif. Adapun hukum Islam yang digunakan adalah dengan cara ijtihad dan Peraturan Perundang-undagan lain yaitu: Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 105 huruf (a) KHI, Pasal 105 huruf (c) KHI, Pasal 149 huruf (a) KHI, Pasal 149 huruf (b) KHI, Pasal 149 huruf (d) KHI. Sehingga hakim dalam memutus perkara ini telah memperhatikan fakta yang ada di persidangan. Terkait itu hakim telah melindungi hak-hak mantan istri dan anak tentang nafkah iddah, mut’ah, hak asuh seorang anak, dan nafkah anak, tetapi diperlukan kesadaran suami selaku pencari nafkah untuk mensejahterakan anak, karena kesejahteraan anak merupakan hal penting demi menghindari masa depan suram si anak. Perceraian pada kasus yang penulis teliti merupakan kasus perceraian yang terjadi di masa pandemi Covid-19 dimana ekonomi sedang sulit maka diperlukan kesadaran suami selaku ayah untuk tetap memenuhi hak penunjang kesejahteraan anak.

Published
2022-01-23