Tinjauan Hukum Islam dan UU Wakaf terhadap Tanah Wakaf yang Belum Bersertifikat di Mesjid Baitul Musthofa Kota Bandung
Abstract
Abstract. Implementation of waqf from the perspective of Islamic law and legislation in Indonesia, especially related to the issue of uncertified waqf land at the Baitul Musthofa Mosque, Bandung City. Waqf is explained in language and terms, including differences in views among scholars regarding its definition. According to Al-Munir's interpretation, non-cash transactions must be documented to avoid disputes. In Indonesia, the rules regarding waqf have changed with the presence of Law Number 41 of 2004 which regulates waqf more comprehensively and emphasizes the importance of waqf land certification for legal certainty and better management. However, the implementation of this regulation still faces various obstacles in the field, including a lack of public knowledge about the procedures for making Waqf Pledge Deeds (AIW) and waqf certificates. The case at the Baitul Musthofa Mosque shows that waqf land that has not been certified can cause problems in the future. In this case, the land was donated verbally in 2001 and until now does not have a certificate. This reflects a lack of attention to administrative and legal aspects in waqf management. The importance of waqf certification is to avoid disputes and ensure that the use of waqf land meets its objectives. Apart from that, it also explains the elements and conditions of waqf, as well as the need for synergy between various parties to optimize the role of waqf in the welfare of the people and nation. Waqf land that is not registered or does not have certification is considered invalid or null and void according to Islamic law. Although in the view of the four madzhab imams there is no explicit recording or registration requirement, based on consideration of Al-Qur'an verses such as Surah Al-Baqarah verse 282 and Surah An-Nisa verse 59, as well as other fiqh principles, the existence of provisions This is necessary to ensure strict legal protection for waqf assets.
Abstrak. Implementasi wakaf dalam perspektif hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia, khususnya terkait dengan permasalahan tanah wakaf yang belum bersertifikat di Masjid Baitul Musthofa, Kota Bandung. Wakaf secara bahasa dan istilah dijelaskan, termasuk perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai definisinya. Menurut tafsir Al-Munir, transaksi tidak tunai harus didokumentasikan untuk menghindari perselisihan. Di Indonesia, aturan mengenai wakaf mengalami perubahan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang mengatur wakaf secara lebih komprehensif dan menekankan pentingnya sertifikasi tanah wakaf untuk kepastian hukum dan pengelolaan yang lebih baik. Namun, implementasi peraturan ini masih menghadapi berbagai kendala di lapangan, termasuk kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan sertifikat wakaf. Kasus di Masjid Baitul Musthofa menunjukkan bahwa tanah wakaf yang belum bersertifikat dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Dalam kasus ini, tanah diwakafkan secara lisan pada tahun 2001 dan hingga kini belum memiliki sertifikat. Hal ini mencerminkan kurangnya perhatian terhadap aspek administratif dan legal dalam pengelolaan wakaf. Serta perlunya sinergi antara berbagai pihak untuk mengoptimalkan peran wakaf dalam kesejahteraan umat dan bangsa. Tanah wakaf yang tidak terdaftar atau tidak memiliki sertifikasi dianggap tidak sah atau batal demi hukum menurut hukum Islam. Meskipun dalam pandangan empat imam madzhab tidak ada keharusan pencatatan atau pendaftaran secara eksplisit, namun berdasarkan pertimbangan ayat-ayat Al-Qur'an seperti Surah Al-Baqarah ayat 282 dan Surah An-Nisa ayat 59, serta prinsip-prinsip fiqih lainnya, keberadaan ketentuan ini diperlukan untuk memastikan perlindungan hukum yang tegas bagi harta wakaf.
References
Abdurrohman. (1992). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Ahmad Azhar Basyir. (1977). Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah, dan Syirkah.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam. (2006). Proses Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam. (2008). Panduan pemberdayaan tanah wakaf produktif strategis di Indonesia. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat ….
Djunaidi, A. (2006). Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat. Mitra Abadi Press.
Hermawan, R., & Sulistiani, S. L. (2023). Pencatatan Tanah Wakaf di Pimpinan Cabang Persis Menurut UU 41 Tahun 2004. Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam, 97–102. https://doi.org/10.29313/jrhki.v3i2.2864
Ibn Katsir. (2009). Tafsir Ibn Katsir Jilid I, ter. M. „Abdul Ghoffar E.M .
Mohammad Wahyu Maulana, Siska Lis Sulistiani, & Encep Abdul Rojak. (2023). Tinjauan Hukum Islam Dan Uu No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Terhadap Pencatatan Tanah Wakaf Produktif Di Ponpes Hikmatus Sunnah Kota Palu Timur. Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam. https://doi.org/10.29313/jrhki.vi.1917
Moleong, L. J. (2017). Metode penelitian kualitatif, cetakan ke-36, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 6.
Rosidah, A. R., & Irwansyah, S. (2023). Analisis Undang-Undang Tentang Wakaf Terkait Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Sawah. Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam, 111–116. https://doi.org/10.29313/jrhki.v3i2.2917